Sukses

12 Fakta The Shape of Water, Film Terbaik Oscar 2018

Fakta-fakta menarik The Shape of Water yang jarang diketahui.

Liputan6.com, Jakarta The Shape of Water mencuri perhatian sebagai film terbaik di Oscar 2018, memukau penonton dan juri dengan keunikannya yang khas. Film ini bukan hanya meraih penghargaan tertinggi, tetapi juga memenangkan empat Oscar, termasuk Best Director untuk Guillermo del Toro, yang menandai prestasi besar dalam industri perfilman. The Shape of Water telah menunjukkan bahwa kisahnya tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga emosional, meraih pengakuan yang signifikan dalam ajang bergengsi tersebut.

Di luar penghargaan utama, The Shape of Water juga sukses mendapatkan Best Score oleh Alexander Desplat, serta Best Art Direction, yang menambah daftar prestasi film ini. Keberhasilan film ini dalam meraih kategori-kategori tersebut menunjukkan betapa kuatnya kontribusi masing-masing aspek dalam membangun narasi yang mengesankan. The Shape of Water tidak hanya menjadi tontonan, tetapi juga sebuah pengalaman sinematik yang komprehensif.

Menariknya, The Shape of Water mencatat sejarah sebagai pemenang Best Picture pertama yang dirilis pada bulan Desember sejak ‘Million Dollar Baby’ pada tahun 2005. Fakta ini memberikan dampak besar, terutama karena Academy Awards biasanya memulai penilaian untuk film di awal tahun. Hal ini menunjukkan kekuatan dan daya tarik film ini yang berhasil mengatasi tren umum dan meninggalkan jejaknya dalam sejarah Oscar.

Jadi film terbaik di Oscar 2018, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber fakta-fakta menarik The Shape of Water yang jarang diketahui, pada Rabu (7/8).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

1. Guillermo del Toro Mengambil Inspirasi dari Keinginan Masa Kecil

Guillermo del Toro, yang menyutradarai dan menulis naskah The Shape of Water bersama Vanessa Taylor, mendapatkan ide film ini dari keinginan masa kecilnya. Sebagai penggemar lama film monster, del Toro mengingat momen ketika ia menonton film klasik Creature from the Black Lagoon. Dalam film tersebut, ia merasa sedih karena Gill-Man (atau makhluk) dan karakter wanita utama, Kay Lawrence, tidak bisa bersatu. Keinginan ini menjadi benih dari mana cerita The Shape of Water berkembang. Del Toro memanfaatkan nostalgia dan keinginannya untuk menciptakan sebuah kisah cinta yang terinspirasi dari fantasi masa lalunya.

2. Del Toro Sebenarnya Ingin Membuat Remake Creature from the Black Lagoon

Pada suatu waktu, Universal Pictures sebenarnya berharap Guillermo del Toro akan menyutradarai remake dari Creature from the Black Lagoon. Dalam kesempatan tersebut, del Toro mengajukan ide untuk mengubah cerita klasik tersebut menjadi sebuah kisah cinta antara Gill-Man dan tokoh wanita utama. Namun, Universal dengan sopan menolak konsep tersebut. Meski penolakan ini mengecewakan, ide tersebut kemudian berkembang menjadi The Shape of Water, yang tetap menggabungkan elemen-elemen cinta dan fantasi yang diinginkan del Toro.

3. Del Toro Memilih Seting Tahun 1962 untuk Alasan Tertentu

Meskipun Guillermo del Toro ingin The Shape of Water membahas tema-tema modern dan isu-isu terkini, ia memutuskan untuk menetapkan film ini pada tahun 1962. Dengan cara ini, del Toro berharap filmnya bisa menjadi sebuah “dongeng” yang memungkinkan penonton untuk benar-benar tenggelam dalam ceritanya, karena tidak berada dalam setting zaman sekarang. Dengan latar belakang waktu yang berbeda, del Toro menciptakan sebuah dunia yang memungkinkan penonton untuk melupakan kenyataan dan merasakan kisah cinta yang magis dan terpisah dari konteks kontemporer.

3 dari 5 halaman

4. Jones Mengunjungi Studio Dansa untuk Persiapan

Doug Jones, yang berperan sebagai Manusia Amfibi dalam The Shape of Water, merasa khawatir tentang kemampuannya sebagai pemeran utama romantis, serta bagaimana ia akan menggambarkan fisik karakter tersebut. Untuk memastikan bahwa pergerakan Manusia Amfibi unik dan berbeda dari makhluk lainnya yang pernah dilihatnya di film, Jones memutuskan untuk mengunjungi studio tari dan berlatih gerakan-gerakannya. Selama proses persiapan, Jones terinspirasi oleh matador, yang memengaruhi cara ia bergerak dan berinteraksi sebagai makhluk dengan karakteristik yang khas. Dedikasi Jones untuk mengasah kemampuannya dalam menari dan berlatih gerakan fisik menunjukkan komitmennya dalam menghidupkan karakter dengan cara yang inovatif dan otentik.

5. Del Toro Menginginkan Aktor Legendaris untuk Peran Giles

Guillermo del Toro awalnya berharap bisa mendapatkan Ian McKellen untuk memerankan Giles, tetangga dan sahabat Elisa dalam The Shape of Water. Keinginan ini sebagian besar didorong oleh fakta bahwa McKellen pernah memerankan James Whale dalam film Gods and Monsters. James Whale adalah sutradara film horor klasik seperti Frankenstein dan The Invisible Man, yang mirip dengan karakter Giles. Namun, ketika McKellen tidak bisa, del Toro beralih ke Richard Jenkins, yang kemudian mengambil alih peran tersebut. Pilihan ini tetap menghadirkan kedalaman dan keunikan pada karakter Giles dalam film.

6. Del Toro dan Michael Shannon Menempatkan Karakter Shannon dalam Kerangka yang Menarik

Michael Shannon sangat antusias menerima peran sebagai Richard Strickland setelah berbicara dengan Guillermo del Toro. Shannon tertarik karena del Toro menggambarkan Strickland seolah-olah jika The Shape of Water dibuat pada tahun 1950-an, Strickland akan menjadi tokoh utama dan pahlawan dalam film tersebut. Konsep ini memberikan perspektif yang menarik dan menambah daya tarik bagi Shannon untuk mengambil peran tersebut. Dengan kerangka tersebut, del Toro memberikan Shannon pemahaman yang mendalam tentang karakter dan motivasi Strickland, yang membuatnya semakin bersemangat untuk berkontribusi dalam film ini.

4 dari 5 halaman

7. Del Toro Sangat Menginginkan Sally Hawkins untuk Peran Utama

Guillermo del Toro memiliki keinginan yang kuat untuk memilih Sally Hawkins sebagai pemeran utama, Elisa, dalam The Shape of Water. Sebenarnya, del Toro telah menulis naskah film ini dengan Sally Hawkins sebagai gambaran utama karakter Elisa. Pada tahun 2014, saat acara Golden Globes, del Toro dan Hawkins bertemu. Dengan sedikit dorongan dari minuman yang dia konsumsi, del Toro memberanikan diri untuk mendekati Hawkins dan menyampaikan bahwa ia sangat menginginkan Hawkins untuk memerankan peran tersebut. Keinginan ini menunjukkan betapa pentingnya Hawkins bagi del Toro dan visi kreatifnya untuk film ini.

8. Hawkins Mempelajari Aktor-Aktor Diam untuk Perannya

Sebagai seorang karakter bisu, Elisa tidak dapat mengungkapkan perasaannya melalui kata-kata atau suara. Untuk mempersiapkan perannya, Sally Hawkins mempelajari para aktor bisu seperti Buster Keaton dan Charlie Chaplin, yang juga dikenal dengan kemampuannya mengekspresikan diri tanpa menggunakan suara. Del Toro juga merekomendasikan Hawkins untuk menonton Stan Laurel sebagai sumber inspirasi tambahan. Dengan belajar dari para pelopor film bisu ini, Hawkins dapat mengembangkan cara baru untuk menyampaikan emosi dan ekspresi karakter Elisa, yang sangat penting dalam menghadirkan kedalaman pada perannya.

9. Manusia Amfibi adalah Kolaborator Lama del Toro

Doug Jones adalah seorang aktor yang telah lama bekerja sama dengan Guillermo del Toro dan dikenal sebagai salah satu aktor yang berfokus pada fisik dan sering kali tersembunyi di balik makeup dan kostum yang rumit. Jones, yang memainkan peran sebagai Manusia Amfibi dalam The Shape of Water, telah terlibat dalam berbagai proyek del Toro sebelumnya. Beberapa film yang menampilkan kehadiran Jones termasuk Hellboy, Pan’s Labyrinth, dan Crimson Peak. Kolaborasi jangka panjang ini menunjukkan betapa pentingnya Jones bagi del Toro dalam menciptakan karakter-karakter yang memerlukan keterampilan khusus dan penampilan yang tidak biasa.

5 dari 5 halaman

10. Film Ini Digarap di Kanada

Meskipun The Shape of Water berlatar di Baltimore, Maryland, syuting film ini dilakukan di Ontario, Kanada. Salah satu lokasi kunci dalam film ini adalah kombinasi dari dua bangunan di Toronto. Bagian dalam Orpheum, bioskop dalam film, sebenarnya merupakan bagian dalam dari Elgin dan Winter Garden Theatres. Sedangkan, eksteriornya diambil dari Massey Hall. Penggunaan lokasi yang berbeda ini membantu menciptakan atmosfer yang diinginkan del Toro dan memberikan sentuhan visual yang khas pada film.

11. Del Toro Berpikir Kembali Tentang Gaya Pembuatan Film

Guillermo del Toro awalnya merasa ragu tentang apakah ia akan membuat The Shape of Water dalam format berwarna atau hitam-putih. Mengingat film ini adalah sebuah penghormatan pada Creature from the Black Lagoon, format hitam-putih tampaknya cocok untuk nuansa retro yang ingin disampaikan. Fox Searchlight memberikan tawaran kepada del Toro: ia bisa membuat film dalam hitam-putih dengan anggaran sebesar $17 juta, atau dalam warna dengan anggaran $20 juta. Akhirnya, del Toro memilih untuk menggunakan format berwarna, yang memungkinkan filmnya memiliki visual yang lebih kaya dan menonjolkan elemen-elemen artistik yang diinginkannya.

12. Penayangan Perdana Film Mendapat Sambutan Positif

The Shape of Water memulai debutnya dalam kompetisi di Festival Film Internasional Venesia, yang dianggap sebagai salah satu festival film terkemuka setelah Cannes. Penayangan perdana film ini sukses besar di festival tersebut, bahkan The Shape of Water berhasil memenangkan penghargaan Golden Lion, yang diberikan kepada film terbaik dalam kompetisi. Prestasi ini menandai awal yang kuat untuk film ini di kancah internasional dan menunjukkan penerimaan positif dari kritikus dan penonton.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.