Sukses

Museum Fatahillah, Mengenal Saksi Bisu Sejarah Jakarta

Informasi lengkap seputar Museum Fatahillah.

Liputan6.com, Jakarta Museum Fatahillah, juga dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta, merupakan salah satu destinasi utama di Kota Tua, Jakarta Barat. Sebagai pusat perhatian wisatawan, museum ini menyajikan wawasan mendalam mengenai perjalanan sejarah Jakarta dari masa pra-sejarah hingga era modern. Namun, tahukah Anda bahwa Museum Fatahillah bukan hanya sekadar tempat untuk melihat koleksi sejarah? Bangunan yang berdiri megah ini sendiri memiliki kisah menarik yang tidak boleh terlewatkan.

Museum Fatahillah menyimpan rahasia dari masa lalu yang bisa mengungkapkan banyak hal tentang bagaimana Jakarta berkembang dari waktu ke waktu. Dari arsitektur bangunan hingga koleksi yang dipamerkan, setiap detail di Museum Fatahillah memiliki cerita yang unik. Dalam artikel ini, kita akan menyelami lebih dalam asal usul dan keunikan dari bangunan bersejarah ini.

Sebagai salah satu landmark penting di Jakarta, Museum Fatahillah adalah saksi bisu perjalanan panjang sejarah kota ini. Pengalaman mengunjungi museum ini menawarkan lebih dari sekadar pameran, melainkan juga kesempatan untuk memahami evolusi Jakarta melalui prisma yang kaya akan makna. Ikuti penjelasan berikut untuk mengetahui bagaimana Museum Fatahillah menjadi bagian integral dari sejarah kota Jakarta.

Lebih lengkapnya, berikut ini telah Lipuutan6.com rangkum informasi lengkapnya, pada Kamis (8/8/2024).

2 dari 4 halaman

Sejarah Museum Fatahillah

Pada tahun 1620, balai kota pertama di Batavia didirikan di tepi timur Kali Besar. Namun, bangunan ini hanya bertahan selama enam tahun sebelum dihancurkan oleh serangan Sultan Agung pada tahun 1626. Gubernur-Jenderal Jan Pieterszoon Coen kemudian memerintahkan pembangunan balai kota yang baru pada tahun 1627 di daerah Nieuwe Markt (sekarang Taman Fatahillah). Balai kota kedua ini awalnya hanya bertingkat satu, tetapi tingkat kedua ditambahkan kemudian. Pada tahun 1648, bangunan ini mulai mengalami kerusakan akibat kondisi tanah Batavia yang tidak stabil.

Pada tahun 1707, Gubernur-Jenderal Joan van Hoorn memerintahkan pembangunan ulang balai kota dengan pondasi yang sama. Balai kota ketiga ini diresmikan pada 10 Juli 1710 oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck. Selama dua abad berikutnya, balai kota ini berfungsi sebagai kantor administrasi, tempat College van Schepenen (Dewan Kotapraja), dan Raad van Justitie (Dewan Pengadilan). Bangunan ini juga memiliki ruang tahanan yang berfungsi sebagai penjara utama di Batavia hingga tahun 1846, saat penjara dipindahkan.

Seiring dengan perluasan kota Batavia, aktivitas balai kota dipindahkan ke Tanah Abang West pada tahun 1913, dan kemudian ke Koningsplein Zuid pada tahun 1919. Setelah berfungsi sebagai berbagai kantor pemerintahan, termasuk selama masa pendudukan Jepang dan pasca kemerdekaan Indonesia, bangunan ini diubah menjadi Museum Sejarah Jakarta pada 30 Maret 1974.

Museum ini, awalnya dikenal sebagai Museum Oud Batavia yang dibuka pada tahun 1939, berupaya untuk memelihara dan memamerkan sejarah Jakarta dengan cara yang lebih interaktif dan edukatif sejak tahun 1999. Museum ini kini dikenal sebagai pusat informasi dan rekreasi mengenai sejarah kota Jakarta dari masa prasejarah hingga saat ini.

3 dari 4 halaman

Koleksi di Museum Fatahillah

Museum Sejarah Jakarta, atau yang lebih dikenal dengan nama Museum Fatahillah, memiliki koleksi yang sangat beragam dan mencerminkan perjalanan panjang sejarah Jakarta. Koleksi-koleksi tersebut mencakup berbagai aspek dari sejarah kota ini, termasuk replika peninggalan dari masa Tarumanegara dan Pajajaran, serta hasil penggalian arkeologi yang ditemukan di Jakarta.

Pengunjung juga dapat menemukan mebel antik yang berasal dari abad ke-17 hingga abad ke-19, yang merupakan kombinasi dari gaya Eropa, Republik Rakyat Tiongkok, dan Indonesia. Selain itu, koleksi museum ini meliputi keramik, gerabah, dan batu prasasti.

Koleksi-koleksi ini tersebar di berbagai ruang di museum, masing-masing dengan tema yang berbeda. Ruang Prasejarah Jakarta menyajikan artefak dari zaman prasejarah, sedangkan Ruang Tarumanegara fokus pada peninggalan kerajaan Tarumanegara.

Ruang Jayakarta menampilkan sejarah awal Jakarta, dan Ruang Fatahillah memberikan informasi mengenai panglima Fatahillah dan kontribusinya. Ruang Sultan Agung memamerkan barang-barang dari masa pemerintahan Sultan Agung, dan Ruang Batavia menggambarkan sejarah Batavia sebagai pusat administrasi dan perdagangan.

Selain itu, museum ini juga menampilkan berbagai koleksi yang berkaitan dengan kebudayaan Betawi, seperti numismatik (koleksi mata uang) dan becak, kendaraan tradisional Betawi. Di antara koleksi yang unik, terdapat patung Dewa Hermes, yang dikenal dalam mitologi Yunani sebagai dewa keberuntungan dan perlindungan bagi pedagang. Patung ini sebelumnya terletak di perempatan Harmoni.

Selain itu, meriam Si Jagur, yang dianggap memiliki kekuatan magis, juga menjadi bagian dari koleksi. Museum Fatahillah juga menyimpan bekas penjara bawah tanah yang pernah digunakan pada masa penjajahan Belanda, menambah dimensi sejarah yang menarik untuk dipelajari oleh pengunjung.

4 dari 4 halaman

Apa Saja yang Bisa Dilakukan di Museum Fatahillah?

Sejak tahun 2001, Museum Sejarah Jakarta telah menyelenggarakan berbagai kegiatan dan program yang dirancang untuk mengedukasi dan menghibur pengunjung, sekaligus meningkatkan pemahaman tentang sejarah dan kebudayaan Jakarta.

Salah satu program yang rutin dilaksanakan adalah Program Kesenian Nusantara, yang diadakan setiap minggu pada bulan kedua dan keempat. Mulai tahun 2003, fokus program ini bergeser ke kesenian yang bernuansa Betawi dan dikaitkan dengan kegiatan wisata kampung tua yang berlangsung setiap minggu ketiga setiap bulannya.

Museum Sejarah Jakarta juga aktif dalam penyelenggaraan seminar yang bertujuan untuk membahas keberadaan museum dari berbagai perspektif. Sejak tahun 2001, seminar ini mencakup skala nasional maupun internasional, dengan topik-topik seperti aspek-aspek keberadaan museum dan arsitektur gedung museum. Kegiatan ini membantu mempromosikan museum sebagai pusat pengetahuan dan penelitian.

Untuk merekonstruksi sejarah masa lampau, terutama mengenai peristiwa pengadilan pada abad ke-17, museum menyelenggarakan teater pengadilan. Program ini memungkinkan pengunjung untuk berimprovisasi dan merasakan langsung bagaimana pelaksanaan pengadilan dilakukan pada masa tersebut, memberikan pemahaman yang mendalam tentang suasana dan praktik hukum pada zaman dahulu.

Pengunjung Museum Sejarah Jakarta dapat berpartisipasi dalam berbagai aktivitas menarik, antara lain:

  1. Wisata Kampung Tua: Kegiatan yang melibatkan minimal 20 orang untuk menjelajahi kawasan bersejarah.
  2. Jelajah Malam Museum: Tur malam di museum dengan minimal peserta 20 orang.
  3. Workshop Sketsa Gedung Tua: Workshop menggambar gedung-gedung bersejarah dengan minimal 10 orang.
  4. Nonton Bareng Film Jadul: Menonton film-film klasik dengan minimal 20 orang.
  5. Pentas Seni Ala Jakarta: Pertunjukan seni yang menampilkan budaya Jakarta.
  6. Kunjungan Ala Tentara Indonesia: Kunjungan museum dengan tema militer.

Untuk memasuki museum, tiket dikenakan biaya sebesar Rp5.000 per orang untuk dewasa, Rp2.000 per orang untuk anak-anak, dan Rp3.000 per orang bagi pengunjung yang menunjukkan identitas mahasiswa. Dengan tarif yang terjangkau, Museum Sejarah Jakarta menawarkan kesempatan bagi semua kalangan untuk mempelajari dan menikmati kekayaan sejarah dan budaya Jakarta.