Sukses

Peristiwa Rengasdengklok Singkat dan Kronologinya, Detik Mencekam Jelang Proklamasi

Peristiwa Rengasdengklok singkat terjadi pada 16 Agustus 1945.

Liputan6.com, Jakarta - Memahami peristiwa Rengasdengklok singkat penting bagi setiap warga negara Indonesia untuk menghargai perjuangan para pahlawan dalam memproklamasikan kemerdekaan. Peristiwa ini menjadi tonggak penting dalam sejarah Indonesia, menggambarkan dinamika dan ketegangan antara golongan muda dan tua menjelang proklamasi kemerdekaan.

Peristiwa Rengasdengklok singkat terjadi pada 16 Agustus 1945, ketika sekelompok pemuda membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Para pemuda, termasuk Soekarni dan Chaerul Saleh, mendesak kedua tokoh untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan Jepang.

Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok selama satu hari penuh, di tengah perdebatan sengit tentang waktu yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan.

Latar belakang peristiwa Rengasdengklok singkat ini adalah perbedaan pendapat antara golongan muda dan tua dalam menyikapi kekalahan Jepang atas Sekutu. Golongan muda menginginkan proklamasi segera dilakukan, sementara golongan tua lebih berhati-hati dan ingin mempertimbangkan berbagai aspek.

Tujuan membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok adalah untuk menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang dan mempercepat proses proklamasi kemerdekaan. Peristiwa ini berakhir dengan kompromi antara kedua golongan, yang akhirnya menghasilkan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Berikut Liputan6.com ulas peristiwa Rengasdengklok singkat beserta kronologinya, Jumat (9/8/2024).

2 dari 3 halaman

Peristiwa Rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok singkat merupakan momen krusial dalam sejarah kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada 16 Agustus 1945. Berlokasi di kota kecil Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, peristiwa ini melibatkan penculikan Soekarno dan Mohammad Hatta oleh sekelompok pemuda pejuang.

Melansir dari buku "Peristiwa Rengasdengklok" karya Her Suganda, aksi ini dipicu oleh perbedaan pendapat antara golongan muda dan golongan tua mengenai waktu yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II.

Latar Belakang Peristiwa Rengasdengklok 

Latar belakang peristiwa Rengasdengklok singkat ini bermula dari berita kekalahan Jepang yang disiarkan melalui radio pada 15 Agustus 1945. Sutan Syahrir, yang mendengar berita tersebut, segera mengadakan rapat dengan golongan muda yang dipimpin oleh Chaerul Saleh di Pegangsaan Timur, Jakarta.

Dalam rapat ini, disepakati bahwa kemerdekaan Indonesia harus segera diproklamasikan sebagai keputusan rakyat Indonesia, bukan sebagai hadiah dari Jepang.

Golongan muda kemudian mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan pada 16 Agustus 1945, namun desakan ini tidak dituruti karena golongan tua ingin berunding terlebih dahulu dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Tujuan Peristiwa Rengasdengklok 

Tujuan utama peristiwa Rengasdengklok singkat adalah untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta dari pengaruh Jepang dan memaksa mereka segera memproklamasikan kemerdekaan. Para tokoh yang terlibat dalam aksi ini termasuk Soekarni, Jusuf Kunto, dr. Mawardi dari barisan Pelopor, dan Shudanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu.

Melansir dari buku "Sejarah Hukum Indonesia" karya Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., keputusan untuk membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok diambil dalam rapat yang diselenggarakan oleh para pemuda pada dini hari 16 Agustus 1945. Singgih ditugaskan untuk melaksanakan penculikan dengan bantuan Cudanco Latief Hendriningrat yang menyediakan perlengkapan militer.

Kronologi singkat peristiwa Rengasdengklok singkat dimulai pada dini hari 16 Agustus 1945, ketika Soekarno dan Hatta dijemput oleh sekelompok pemuda dan dibawa ke Rengasdengklok. Selama seharian penuh, kedua tokoh ini terus didesak untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan Jepang.

Ketegangan yang terjadi di Rengasdengklok akhirnya dapat diselesaikan setelah Ahmad Soebardjo, yang mewakili golongan tua, bernegosiasi dengan Wikana yang mewakili golongan muda. Kesepakatan dicapai bahwa proklamasi kemerdekaan akan diadakan di Jakarta, dengan syarat Soekarno dan Hatta segera dipulangkan.

Hasil Peristiwa Rengasdengklok 

Hasil dari peristiwa Rengasdengklok singkat adalah tercapainya kompromi antara golongan muda dan tua, yang berujung pada proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Setelah kembali ke Jakarta, Soekarno dan Hatta segera merumuskan naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda.

Pada pukul 10.00 WIB tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno, didampingi Hatta, akhirnya membacakan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.

3 dari 3 halaman

Kronologi Peristiwa Rengasdengklok

Rapat Golongan Muda (15 Agustus 1945 malam)

Peristiwa Rengasdengklok diawali dengan rapat golongan muda di Pegangsaan Timur, Jakarta. Melansir dari buku "Peristiwa Rengasdengklok" karya Her Suganda, rapat ini dipicu oleh berita kekalahan Jepang yang didengar oleh Sutan Syahrir. Dalam rapat tersebut, golongan muda yang dipimpin oleh Chaerul Saleh menyepakati bahwa kemerdekaan Indonesia harus segera diproklamasikan sebagai keputusan rakyat Indonesia, bukan sebagai hadiah dari Jepang.

Desakan kepada Soekarno-Hatta (15-16 Agustus 1945 tengah malam)

Setelah rapat, Wikana dan Darwis diutus untuk menemui Soekarno dan Hatta. Mereka mendesak agar proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan pada 16 Agustus 1945. Namun, Soekarno dan Hatta menolak tuntutan tersebut, berpendapat bahwa proklamasi harus dibahas terlebih dahulu dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Rapat Lanjutan Golongan Muda (16 Agustus 1945 dini hari)

Melansir dari buku "Sejarah Hukum Indonesia" karya Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., golongan muda mengadakan rapat lanjutan di Jalan Cikini 71, Jakarta. Dalam rapat ini, diputuskan untuk membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok guna menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang. Soekarni, Jusuf Kunto, dr. Mawardi, dan Shudanco Singgih ditugaskan untuk melaksanakan rencana ini.

Penculikan Soekarno-Hatta (16 Agustus 1945 pagi)

Peristiwa Rengasdengklok memasuki tahap kritis ketika Soekarno, bersama Fatmawati dan Guntur Soekarnoputra, serta Mohammad Hatta dibawa ke Rengasdengklok oleh Shodanco Singgih dan sejumlah pemuda lainnya. Mereka tiba di Rengasdengklok pada pagi hari dan ditempatkan di rumah seorang Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong.

Negosiasi di Rengasdengklok (16 Agustus 1945 siang-sore)

Sepanjang hari, terjadi perdebatan sengit antara golongan muda dan Soekarno-Hatta. Para pemuda terus mendesak untuk segera memproklamasikan kemerdekaan, sementara Soekarno dan Hatta tetap pada pendirian mereka untuk berhati-hati dan menghindari pertumpahan darah.

Pencarian dan Negosiasi di Jakarta (16 Agustus 1945 sore)

Sementara itu di Jakarta, ketidakhadiran Soekarno-Hatta memicu kekhawatiran. Ahmad Soebardjo, mewakili golongan tua, berusaha mencari tahu keberadaan mereka. Setelah mengetahui lokasi Soekarno-Hatta, Soebardjo bernegosiasi dengan Wikana yang mewakili golongan muda.

Penjemputan Soekarno-Hatta (16 Agustus 1945 malam)

Peristiwa Rengasdengklok memasuki tahap akhir ketika tercapai kesepakatan antara golongan muda dan tua. Jusuf Kunto, Soebardjo, dan Sudiro berangkat ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno-Hatta. Mereka tiba kembali di Jakarta sekitar pukul 23.00 WIB.

Perumusan Naskah Proklamasi (16-17 Agustus 1945 tengah malam)

Setibanya di Jakarta, rombongan langsung menuju rumah Laksamana Maeda untuk merumuskan naskah proklamasi. Soekarno menulis konsep naskah yang kemudian diketik oleh Sayuti Melik.

Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945 pagi)

Puncak dari peristiwa Rengasdengklok terjadi pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB. Soekarno, didampingi Hatta, membacakan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta, menandai lahirnya negara Indonesia merdeka.