Liputan6.com, Jakarta Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira. Penyakit ini telah menjadi perhatian global dalam bidang kesehatan masyarakat, karena kemampuannya untuk menyebar dengan cepat, dan potensi dampaknya yang serius pada kesehatan manusia dan hewan. Bakteri Leptospira ini memiliki karakteristik unik, di mana berbentuk spiral sehingga sangat mudah untuk menembus jaringan tubuh.
Transmisi bakteri Leptospira ke manusia umumnya terjadi melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan urin hewan yang terinfeksi, terutama tikus. Air dan tanah yang terkontaminasi urin hewan pembawa bakteri ini menjadi media penularan utama. Aktivitas seperti berenang di air tawar yang tercemar, bekerja di sawah, atau kontak dengan hewan ternak dapat meningkatkan risiko infeksi.
Kemampuan bakteri leptospirosis untuk bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang beragam, termasuk air tawar dan tanah lembab, menjadikannya ancaman yang sulit dieliminasi sepenuhnya dari lingkungan. Adapun fase awal infeksi sering kali menyerupai flu, dengan gejala seperti demam, sakit kepala dan nyeri otot. Namun dalam kasus yang lebih serius, penyakit ini dapat berkembang menjadi sindrom Weil, yang ditandai dengan kegagalan organ multipel termasuk kerusakan hati, ginjal dan paru-paru.
Advertisement
Berikut ini penyebab dan gejala bakteri Leptospira yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (9/8/2024).Â
Sekilas Tentang Bakteri Leptospirosis
Leptospirosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans. Penyakit ini merupakan jenis penyakit zoonosis, yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Infeksi ini dapat menyebar melalui kontak langsung dengan urine atau darah hewan yang telah terinfeksi, terutama hewan seperti tikus, anjing, serta hewan ternak seperti sapi dan babi. Paparan terhadap air atau tanah yang telah tercemar oleh urine hewan terinfeksi juga dapat menjadi sumber infeksi.
Leptospirosis dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan gejala flu, seperti demam, sakit kepala, dan nyeri otot. Pada tahap awal infeksi, dikenal sebagai fase leptospiremia, bakteri Leptospira dapat ditemukan dalam darah dan dapat dideteksi melalui tes darah. Jika infeksi tidak diobati, bakteri dapat menyebar ke organ-organ tubuh, terutama ginjal, dan memasuki fase imun di mana bakteri terdeteksi dalam urine.
Meskipun leptospirosis tergolong langka, penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi serius jika tidak diobati dengan tepat. Komplikasi potensial meliputi meningitis, kerusakan ginjal, dan gagal hati. Penyakit ini menuntut kewaspadaan dan tindakan pencegahan untuk menghindari penularan dan memastikan penanganan yang tepat jika terjadi infeksi.Â
Penyakit ini biasanya terbagi menjadi dua fase. Fase pertama, dikenal sebagai fase leptospiremia atau septisemik, terjadi dalam jangka waktu 2 hingga 14 hari setelah infeksi. Pada tahap ini, bakteri Leptospira dapat ditemukan dalam aliran darah dan dapat dideteksi melalui tes darah. Gejala pada fase ini mirip dengan gejala flu, seperti demam, sakit kepala, dan nyeri otot.
Fase kedua yaitu fase imun di mana terjadi setelah bakteri menyebar ke organ tubuh tertentu, terutama ginjal yang memproduksi urine. Pada fase ini, bakteri dapat dideteksi dalam urine, sehingga diagnosis leptospirosis dilakukan melalui tes urine. Infeksi pada fase ini bisa menyebabkan komplikasi serius, seperti kerusakan ginjal dan gagal hati, jika tidak diobati dengan tepat.
Leptospirosis dapat menginfeksi manusia serta sesama hewan, seperti anjing yang berisiko menularkan infeksi ke hewan lainnya. Penyakit ini menuntut kewaspadaan khususnya di lingkungan yang mungkin terpapar oleh kontaminasi urine hewan, sehingga penanganan dan pencegahan yang baik sangat penting untuk menghindari infeksi.
Advertisement
Penyebab dan Faktor Risiko dan Gejala Leptospirosis
Leptospirosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans, yang merupakan salah satu jenis bakteri patogen zoonosis, yakni penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia. Bakteri Leptospira ini hidup di dalam ginjal berbagai hewan, seperti tikus, anjing, hewan ternak dan hewan liar lainnya. Ketika hewan yang terinfeksi mengeluarkan urine, bakteri tersebut ikut keluar dan mencemari lingkungan, seperti tanah dan air.
Penyebab Infeksi Leptospirosis
Penyakit leptospirosis pada manusia dapat terjadi melalui beberapa cara, bergantung pada paparan terhadap bakteri Leptospira. Infeksi ini dapat terjadi jika seseorang:
- Konsumsi air yang telah terkontaminasi oleh bakteri Leptospira. Ini biasanya terjadi ketika air dari sumber yang tidak bersih, seperti aliran sungai atau danau yang tercemar, diminum tanpa proses penyaringan atau pemurnian yang memadai.
- Paparan langsung terhadap air atau tanah yang terkontaminasi bakteri, terutama jika kulit mengalami luka atau goresan, dapat menyebabkan bakteri masuk ke dalam tubuh.
- Bakteri Leptospira dapat memasuki tubuh melalui mata, hidung, atau mulut jika terpapar air atau tanah yang tercemar. Kontak ini bisa terjadi ketika seseorang berenang di air yang terkontaminasi, atau saat melakukan aktivitas lain di lingkungan yang tidak bersih.
- Mengonsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh bakteri Leptospira juga dapat menjadi sumber infeksi. Ini mungkin termasuk makanan yang tidak dimasak dengan baik, atau bahan makanan yang telah terkontaminasi oleh urine hewan.
Faktor Risiko Leptospirosis
Leptospirosis lebih sering terjadi di negara-negara dengan iklim tropis dan subtropis, seperti Indonesia, di mana suhu udara yang panas dan lembap memungkinkan bakteri Leptospira bertahan hidup dalam waktu yang lebih lama di lingkungan. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terinfeksi leptospirosis meliputi:
- Orang yang tinggal di daerah yang sering mengalami banjir lebih berisiko terpapar air yang tercemar oleh urine hewan.Â
- Individu yang bekerja di lingkungan berair atau basah, seperti pembersihan selokan, pekerja tambang, atau mereka yang beroperasi di sekitar sungai dan kanal, lebih berisiko terpapar bakteri Leptospira.
- Orang yang sering berinteraksi dengan hewan, baik sebagai pemilik hewan peliharaan, peternak, dokter hewan, atau pekerja di pemotongan hewan, juga memiliki risiko yang lebih tinggi.Â
- Mereka yang bekerja di lingkungan luar ruangan atau daerah rawan banjir, seperti personel militer, serta individu yang sering melakukan aktivitas seperti berenang atau berkemah di dekat danau atau sungai, juga berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi leptospirosis.
Gejala Leptospirosis
Leptospirosis sering kali muncul setelah masa inkubasi yang bervariasi, umumnya antara 2 hingga 30 hari, dengan rata-rata 5 hingga 14 hari setelah paparan. Gejala awal leptospirosis mirip dengan gejala flu dan dapat meliputi:
- Demam tinggi yang disertai dengan menggigil
- Nyeri otot, khususnya di area betis
- Nyeri kepala
- Sakit tenggorokan
- Batuk kering
- Mual dan muntah
- Mata merah
- Diare
- Bercak kemerahan di kulit
- Penyakit ini biasanya terbagi dalam dua fase.
Fase akut terjadi dalam waktu 5 hingga 7 hari, di mana suhu tubuh mulai menurun dan gejala-gejala awal dapat berkurang atau menghilang. Namun, pada beberapa kasus, infeksi dapat berkembang menjadi bentuk yang lebih parah.
Apakah Penyakit Leptospirosis Menular?
Â
Penularan leptospirosis pada manusia dapat terjadi melalui beberapa cara. Kontak langsung dengan urine hewan yang terinfeksi merupakan salah satu jalur utama penularan. Bakteri Leptospira dapat memasuki tubuh manusia melalui luka terbuka, atau melalui saluran pencernaan, hidung, matadan mulut jika terpapar air atau tanah yang telah terkontaminasi oleh urine hewan terinfeksi.
Selain itu, konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri Leptospira juga dapat menjadi sumber infeksi. Meskipun penularan leptospirosis dari manusia ke manusia jarang terjadi, ada kemungkinan penularan melalui hubungan seksual atau ASI, meskipun hal ini sangat tidak umum. Oleh karena itu, upaya pencegahan harus difokuskan pada menghindari kontak dengan lingkungan yang berpotensi tercemar, terutama selama kondisi banjir atau ketika berada di area dengan sanitasi yang buruk.
Selain pencegahan individu, langkah-langkah komunitas juga penting. Upaya untuk mengurangi risiko penularan termasuk pencegahan banjir, dan pemantauan kesehatan masyarakat secara berkelanjutan setelah terjadinya banjir. Pendidikan tentang bahaya leptospirosis dan penerapan langkah-langkah pencegahan yang tepat dapat membantu menurunkan risiko infeksi, terutama selama musim hujan dan periode banjir.
Jika gejala leptospirosis muncul, seperti demam tinggi, nyeri otot, atau gejala lain yang mencurigakan, sangat penting untuk segera mencari perawatan medis. Konsultasikan dengan petugas kesehatan untuk diagnosis dan pengobatan yang tepat, guna memastikan penanganan yang efektif dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Meningkatkan kesadaran dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat akan membantu masyarakat dalam menjaga kesehatan dan mengurangi risiko terkena leptospirosis.
Â
Advertisement