Sukses

Mengenal Demam Lassa, Pemicu Kematian 163 Warga Nigeria

Adakah Demam Lassa Di Indonesia?

Liputan6.com, Jakarta Di tengah krisis kesehatan yang melanda Nigeria, kemunculan wabah demam Lassa telah menimbulkan kepanikan dan kekhawatiran. Dengan laporan terbaru menyebutkan bahwa sebanyak 163 orang telah meninggal dunia akibat penyakit ini, fokus perhatian kini tertuju pada penyebab dan dampaknya yang semakin meluas. Namun, apa sebenarnya demam Lassa dan mengapa penyakit ini begitu mematikan?

Demam Lassa, yang disebabkan oleh virus Lassa dari keluarga Arenaviridae, merupakan penyakit endemik yang sering kali menyerang negara-negara di Afrika Barat. Virus ini dikenal dapat menular melalui urine dan tinja tikus jenis Mastomys natalensis, yang banyak ditemukan di wilayah tersebut. Keberadaan dan penyebaran virus ini menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di kawasan yang terkena dampak.

Para ahli epidemiologi memperingatkan bahwa meski demam Lassa dikenal sebagai penyakit endemik di beberapa negara Afrika Barat, situasi terbaru di Nigeria menunjukkan peningkatan kasus yang memerlukan perhatian mendalam. Bagaimana virus ini menyebar dan mengapa tingkat kematiannya begitu tinggi? 

Temukan jawabannya dan lebih banyak informasi terkait wabah demam Lassa dalam rangkuman berikut ini, yang telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, pada Sabtu (10/8).

2 dari 5 halaman

Apa Itu Demam Lassa?

Demam Lassa adalah penyakit infeksi virus akut yang termasuk dalam kategori zoonosis, yaitu penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Lassa, yang tergolong dalam keluarga Arenaviridae. Penularan demam Lassa umumnya terjadi melalui kontak dengan makanan atau barang-barang rumah tangga yang terkontaminasi dengan urine atau kotoran tikus yang terinfeksi.

Tikus multimammate (Mastomys natalensis) adalah spesies tikus yang dikenal sebagai pembawa utama virus Lassa. Tikus ini sangat umum ditemukan di kawasan Afrika Barat, di mana mereka dapat menularkan virus ke manusia melalui lingkungan yang tercemar oleh urine atau kotoran mereka.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 80% orang yang terinfeksi virus Lassa tidak mengalami gejala serius dan sering kali tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi. Namun, perawatan medis yang cepat dan tepat dapat secara signifikan meningkatkan peluang kelangsungan hidup pasien. Pada kasus yang parah, demam Lassa dapat menyebabkan komplikasi serius, termasuk perdarahan hemoragik pada organ tubuh seperti mulut, hidung, atau saluran pencernaan, yang dapat mengancam nyawa jika tidak ditangani dengan segera.

 
3 dari 5 halaman

Penyebab dan Penularan Demam Lassa

Demam Lassa disebabkan oleh virus Lassa, yang merupakan bagian dari kelompok virus mammarenavirus (LASV). Virus ini termasuk dalam golongan arbovirus dan mirip dengan jenis virus demam berdarah yang mempengaruhi primata. Penyakit ini merupakan zoonosis, artinya penularannya berasal dari hewan ke manusia. Dalam kasus demam Lassa, hewan utama yang menjadi sumber infeksi adalah tikus multimammate (Mastomys natalensis).

Tikus multimammate yang terinfeksi virus Lassa tidak menunjukkan gejala sakit, tetapi mereka tetap dapat menularkan virus melalui urine dan feses. Virus ini menyebar ke manusia dalam beberapa cara. Penularan dapat terjadi melalui:

  • Kontak Langsung: Menyentuh benda atau mengonsumsi makanan yang terkontaminasi dengan urine dan feses tikus yang terinfeksi. Kontaminasi ini bisa terjadi di lingkungan rumah atau tempat kerja.
  • Inhalasi: Menghirup partikel kecil yang terkontaminasi oleh urine dan feses tikus, seperti saat membersihkan rumah atau area yang terkena kontaminasi.
  • Luka Terbuka: Kontak dengan urine atau feses tikus yang terinfeksi dapat terjadi melalui luka terbuka pada kulit.
  • Konsumsi Hewan Terinfeksi: Di beberapa kawasan Afrika Barat, konsumsi tikus multimammate sebagai sumber pangan juga dapat menjadi jalur penularan, meskipun hal ini lebih jarang terjadi.

Selain penularan dari hewan ke manusia, demam Lassa juga dapat menular antar manusia. Penularan ini biasanya terjadi setelah kontak langsung dengan cairan tubuh seperti darah, urine, atau feses dari orang yang terinfeksi. Kontak kulit ke kulit tanpa pertukaran cairan tubuh umumnya tidak menyebarkan virus ini.

Di fasilitas pelayanan kesehatan, risiko penularan meningkat jika alat pelindung diri (APD) tidak digunakan dengan benar atau jika peralatan medis seperti jarum suntik digunakan kembali tanpa disterilkan. Dengan demikian, pencegahan penularan demam Lassa memerlukan kewaspadaan terhadap sanitasi dan penggunaan APD yang tepat dalam lingkungan medis.

4 dari 5 halaman

Gejala Demam Lassa

Demam Lassa umumnya menunjukkan gejala 6 hingga 21 hari setelah seseorang terpapar virus. Sebagian besar kasus infeksi, sekitar 80%, cenderung ringan dan mungkin tidak terdeteksi. Gejala ringan ini meliputi demam, sakit kepala, serta rasa tidak enak badan atau malaise.

Namun, sekitar 20% dari kasus infeksi demam Lassa dapat berkembang menjadi bentuk yang lebih serius dengan berbagai tanda dan gejala. Gejala serius ini mencakup:

  • Perdarahan pada gusi, mata, atau hidung
  • Radang tenggorokan
  • Kesulitan bernapas
  • Batuk
  • Sakit perut
  • Mual dan muntah
  • Diare disertai darah
  • Pembengkakan pada wajah
  • Nyeri di dada, punggung, dan perut
  • Irama jantung yang tidak normal
  • Tekanan darah yang tinggi atau rendah
  • Gangguan pendengaran
  • Tremor
  • Radang otak (ensefalitis)

Demam Lassa dapat berakibat fatal, dengan angka kematian mencapai 15% di antara pasien yang mengalami gejala parah dan dirawat di rumah sakit. Meskipun gejala ini mencakup berbagai bentuk manifestasi, mungkin ada juga tanda dan gejala lain yang tidak disebutkan di atas. Jika Anda mengalami gejala yang mencurigakan atau memiliki kekhawatiran tentang infeksi demam Lassa, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat.

5 dari 5 halaman

Adakah Demam Lassa Di Indonesia?

Demam Lassa pertama kali diidentifikasi pada tahun 1969 di kota Lassa, Nigeria. Sejak saat itu, penyakit ini telah menyebar dan menjadi endemik di berbagai negara di kawasan Afrika Barat, termasuk Sierra Leone, Liberia, Guinea, Nigeria, Mali, dan Ghana. Setiap tahun, diperkirakan antara 100.000 hingga 300.000 kasus infeksi virus Lassa terjadi di wilayah tersebut, dengan sekitar 5.000 kematian dilaporkan akibat penyakit ini.

Walaupun demam Lassa umumnya terbatas pada kawasan Afrika Barat, kasus-kasus baru juga dapat muncul di luar wilayah endemik. Contohnya, baru-baru ini telah teridentifikasi tiga kasus demam Lassa di Inggris sejak tahun 2009. Kasus pertama terjadi pada seorang pasien yang baru saja melakukan perjalanan ke Mali, sementara dua kasus berikutnya, yang merupakan anggota keluarga pasien pertama, kemungkinan tertular dari kasus pertama tersebut.

Meskipun demam Lassa tidak merupakan penyakit endemik di Indonesia, penting untuk tetap waspada terhadap potensi penyebaran dan berbagai gejala yang mungkin timbul akibat infeksi virus ini. Mengingat risiko dan dampak serius yang dapat ditimbulkan oleh demam Lassa, pemahaman yang lebih baik mengenai penyakit ini dan tindakan pencegahan yang tepat dapat membantu mengurangi risiko dan melindungi kesehatan masyarakat.