Liputan6.com, Jakarta - Sasando, alat musik tradisional dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, merupakan warisan budaya yang patut diketahui dan dilestarikan oleh masyarakat Indonesia. Keunikan Sasando terletak pada bentuknya yang khas, terbuat dari daun lontar berbentuk setengah lingkaran, serta suaranya yang merdu dan romantis.
Alat musik petik ini menjadi salah satu ikon budaya Indonesia yang telah mendunia, bahkan tampil dalam berbagai ajang internasional.
Advertisement
Baca Juga
Sasando dimainkan dengan cara dipetik menggunakan jari, mirip dengan cara memainkan kecapi atau harpa. Namun, teknik permainan Sasando memiliki keunikan tersendiri, di mana kedua tangan pemain bergerak berlawanan arah untuk menghasilkan melodi dan akor yang harmonis.
Sumber bunyi Sasando berasal dari getaran dawai yang dipasang pada tabung bambu, dengan resonansi yang dihasilkan oleh wadah daun lontar yang disebut haik.
Popularitas Sasando telah melampaui batas-batas Nusa Tenggara Timur dan Indonesia. Alat musik ini telah tampil dalam berbagai acara internasional, termasuk KTT ASEAN ke-42 dan side event G20 di Labuan Bajo. Keindahan suara dan keunikan bentuk Sasando telah memikat hati banyak orang, menjadikannya sebagai duta budaya Indonesia yang membanggakan di kancah global. Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang Sasando, Senin (12/8/2024).
Sasando Alat Musik Apa?
Sasando termasuk dalam kategori alat musik chordophone, yang berarti sumber bunyinya berasal dari dawai atau senar yang bergetar. Melansir dari laman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Kemenparekraf, Sasando memiliki keunikan tersendiri dalam kelompok alat musik petik ini. Bentuknya yang khas, terbuat dari daun lontar yang melengkung berbentuk setengah lingkaran, menjadikan Sasando mudah dikenali dan berbeda dari alat musik petik lainnya.
Kekhasan Sasando tidak hanya terletak pada bentuknya, tetapi juga pada suara yang dihasilkannya, yang dikenal memiliki resonansi indah dan romantis.
Konstruksi Sasando terdiri dari beberapa bagian utama yang memiliki fungsi spesifik. Badan utama Sasando terbuat dari tabung bambu yang dipilih secara khusus. Pada bagian atas dan bawah tabung bambu ini, terdapat tempat untuk memasang dan mengatur kekencangan dawai.
Bagian tengah bambu dilengkapi dengan senda atau penyangga yang berfungsi untuk merentangkan dawai dan mengatur tangga nada. Sementara itu, wadah resonansi yang disebut haik terbuat dari anyaman daun lontar yang memberikan karakter suara unik pada Sasando.
Sasando Warisan Budaya
Sasando merupakan warisan budaya tak benda yang telah diakui secara nasional dan internasional. Melansir dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud, alat musik ini memiliki sejarah panjang yang lekat dengan cerita nenek moyang orang Rote.
Berbagai versi legenda setempat mengisahkan asal-usul Sasando, mulai dari cerita Sangguana yang terdampar di pulau Ndana hingga kisah Pupuk Soroba yang terinspirasi dari jaring laba-laba. Keberadaan cerita-cerita ini menunjukkan betapa pentingnya Sasando dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Rote.
Perkembangan Sasando tidak berhenti pada bentuk tradisionalnya saja. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini telah diciptakan Sasando elektrik yang mampu menghasilkan suara lebih keras dan dapat digunakan dalam pertunjukan skala besar.
Melansir dari Pemerintah Kabupaten Rotendao, Sasando elektrik pertama kali diciptakan oleh Arnoldus Edon pada 1960-an. Meskipun mengalami modernisasi, esensi dan keunikan Sasando tetap dipertahankan, termasuk penggunaan daun lontar sebagai resonator untuk mempertahankan karakter suara khasnya.
Popularitas Sasando telah melampaui batas-batas nasional dan menjadi salah satu duta budaya Indonesia di kancah internasional. Melansir dari Kemenparekraf, Sasando telah tampil dalam berbagai acara bergengsi, termasuk KTT ASEAN ke-42 dan side event G20 di Labuan Bajo.
Bahkan, Sasando pernah menjadi cendera mata yang diberikan oleh Ibu Iriana Joko Widodo kepada Ibu Negara Tiongkok, Madam Peng Liyuan. Keunikan bentuk, bahan, dan melodi Sasando telah berhasil memikat hati banyak orang, menjadikannya sebagai salah satu ikon budaya Indonesia yang diakui dunia.
Advertisement
Cara Memainkan Sasando
Sasando dimainkan dengan cara yang unik dan membutuhkan keterampilan khusus. Melansir dari Pemerintah Kabupaten Rotendao, Sasando dipetik menggunakan jari-jari kedua tangan dengan arah yang berlawanan. Tangan kanan berperan untuk memainkan akor, sementara tangan kiri memainkan melodi atau bass.
Teknik permainan ini membutuhkan harmonisasi antara perasaan dan teknik untuk menghasilkan nada yang pas dan merdu. Keterampilan jari dalam memetik dawai sangat diperlukan, terutama saat memainkan nada dengan tempo cepat.
Sumber Bunyi
Sumber bunyi Sasando berasal dari getaran dawai yang dipasang pada tabung bambu. Bagian tabung bambu dilengkapi dengan senda atau penyangga yang berfungsi untuk merentangkan dawai dan mengatur tangga nada. Keunikan suara Sasando terletak pada resonansi yang dihasilkan oleh wadah dari anyaman daun lontar yang disebut haik. Resonansi ini menciptakan suara yang khas dan tidak dapat ditemukan pada alat musik lainnya, menghasilkan melodi yang indah, romantis, dan sangat khas.
Teknik Memainkan
Teknik memainkan Sasando memerlukan latihan intensif dan pemahaman mendalam tentang karakter alat musik ini. Pemain Sasando harus mampu mengkoordinasikan gerakan kedua tangan untuk menghasilkan harmoni yang indah.
Melansir dari Kemenparekraf, petikan Sasando menghasilkan suara yang sangat indah dan romantis, menjadikannya cocok untuk mengiringi berbagai jenis lagu, mulai dari musik tradisional hingga lagu-lagu modern. Keunikan suara ini membuat Sasando menjadi daya tarik tersendiri dalam berbagai pertunjukan musik.
Dalam perkembangannya, cara memainkan Sasando telah mengalami beberapa modifikasi. Melansir dari Pemerintah Kabupaten Rotendao, saat ini terdapat Sasando elektrik yang dapat dimainkan dengan bantuan alat elektronik seperti amplifier. Sasando elektrik ini sering digunakan dalam panggung besar atau pertunjukan modern. Meskipun menggunakan teknologi modern, teknik dasar memainkan Sasando tetap dipertahankan untuk menjaga keaslian suara dan karakteristik alat musik ini.
Mitosnya
Keahlian memainkan Sasando sering diturunkan dari generasi ke generasi dalam masyarakat Rote. Melansir dari Kemendikbud, terdapat mitos di kalangan pemain Sasando bahwa seseorang yang ingin pandai memetik Sasando harus menangkap seekor laba-laba, menghancurkannya, lalu mencampurnya dengan minyak kelapa. Minyak tersebut kemudian digunakan dengan cara diremas-remas pada jari-jemari.
Meskipun hanya mitos, cerita ini menunjukkan betapa pentingnya keterampilan jari dalam memainkan Sasando, serta hubungan erat antara alat musik ini dengan alam dan kepercayaan lokal masyarakat Rote.
Jenis-Jenis Sasando
Sasando, sebagai alat musik tradisional yang telah berkembang selama berabad-abad, memiliki beberapa jenis yang berbeda. Melansir dari Pemerintah Kabupaten Rotendao, berdasarkan perkembangannya, Sasando dapat dibagi menjadi dua tipe utama, yakni tradisional dan elektrik.
Sasando tradisional merupakan bentuk asli yang dimainkan tanpa alat elektronik seperti amplifier atau akustik. Sementara itu, Sasando elektrik merupakan jenis yang telah dimodifikasi sehingga dapat dimainkan dengan bantuan alat elektronik, biasanya digunakan dalam pertunjukan skala besar atau panggung modern.
Karakter Suaranya
Berdasarkan karakteristik suaranya, Sasando memiliki beberapa jenis yang berbeda. Melansir dari Pemerintah Kabupaten Rotendao, terdapat Sasando engkel, Sasando dobel, Sasando gong, dan Sasando biola. Sasando engkel merupakan jenis yang memiliki 28 dawai, sementara Sasando dobel biasanya memiliki 56 atau 84 dawai, sehingga mampu menghasilkan lebih banyak variasi suara.
Sasando gong adalah jenis yang menghasilkan suara menyerupai gong, sedangkan Sasando biola memiliki suara yang mirip dengan alat musik biola.
Sasando gong, sebagai salah satu jenis Sasando yang paling awal, memiliki karakteristik unik. Melansir dari Kemenparekraf, Sasando gong khas Pulau Rote merupakan Sasando autentik dengan 12 dawai yang terbuat dari tali senar nilon. Ketika dipetik, Sasando gong menghasilkan suara yang mengalun, lembut, dan merdu. Jenis Sasando ini sering dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu tradisional masyarakat Rote, menjadikannya penting dalam pelestarian budaya musik daerah.
Sasando biola, di sisi lain, merupakan hasil modifikasi yang berkembang di Kupang pada akhir abad ke-18. Melansir dari Kemenparekraf, Sasando biola merupakan hasil kreasi Edu Pah, seorang pakar pemain Sasando.
Berbeda dengan Sasando gong, Sasando biola memiliki bentuk yang lebih besar dan dilengkapi dengan 48 buah dawai. Modifikasi ini bertujuan untuk menghasilkan suara yang halus dan merdu seperti biola. Sasando biola sering digunakan untuk mengiringi lagu pada tarian tradisional masyarakat Nusa Tenggara Timur.
Inovasinya
Perkembangan teknologi telah membawa inovasi dalam dunia Sasando dengan terciptanya Sasando elektrik. Melansir dari Kemenparekraf, Sasando elektrik pertama kali diciptakan oleh Arnoldus Edon pada 1960-an. Motivasi di balik penciptaan ini adalah keinginan untuk memperluas jangkauan suara Sasando, yang sebelumnya hanya bisa didengar pada jarak dekat.
Sasando elektrik umumnya terdiri dari 30 dawai dan tetap mempertahankan penggunaan daun lontar sebagai badan resonator untuk menjaga bentuk aslinya. Perbedaan utama terletak pada penambahan spul atau transduser yang mengubah getaran dawai menjadi energi listrik, yang kemudian diolah melalui amplifier untuk menghasilkan suara yang lebih kencang.
Advertisement