Sukses

8 Stereotip Hubungan yang Sebenarnya Toxic Banget Namun Sering Dianggap Normal

Hindarilah terperangkap dalam hubungan yang toxic karena stereotip yang sering dianggap lumrah.

Liputan6.com, Jakarta Menjalin hubungan asmara sering kali sulit karena adanya stereotip tentang bagaimana hubungan seharusnya berlangsung. Stereotip ini dapat menyebabkan perilaku yang tidak sehat dan berujung pada toxic relationship.

Selain itu, media sosial juga menciptakan stereotip baru yang menghasilkan ekspektasi yang tidak realistis di antara pasangan. Dorongan untuk terlihat sempurna di depan umum dan membandingkan hubungan dengan orang lain seringkali menyembunyikan kenyataan di balik layar.

Lalu, apa sajakah stereotip yang kerap dianggap normal, tetapi sebenarnya menjadi tanda dari toxic relationship? Simak informasinya berikut ini yang dilansir Liputan6.com pada Selasa (13/8/2024) dari berbagai sumber. 

2 dari 9 halaman

1. Hubungan yang Putus Nyambung Itu Menyenangkan dan Penuh Gairah

Hubungan yang sering kali dianggap wajar dalam kisah asmara adalah hubungan yang putus nyambung. Banyak orang meyakini bahwa kembali ke satu sama lain berkali-kali, terlepas dari hambatan yang mereka hadapi, bisa terlihat menarik dan penuh gairah. Namun, sebenarnya hubungan seperti itu sering kali digambarkan sebagai hubungan emosional yang mendalam dan intens.

Menurut Anabel Basulto, LMFT, seorang terapis pernikahan dan keluarga berlisensi di Kaiser Permanente di California Selatan, hubungan seperti itu terkadang terjadi karena orang yakin bahwa mereka pada akhirnya dapat mengubah pasangannya. Namun, hubungan seperti itu bisa menjadi toxic jika kebutuhan seseorang tidak terpenuhi.

3 dari 9 halaman

2. Mengontrol Perilaku Tandanya Sayang

Ketika seseorang mencoba mengontrol pasangannya dengan dalih sayang atau perhatian, itu sebenarnya bisa menjadi bentuk manipulasi dan dominasi. Dalam jangka panjang, perilaku ini bisa mengikis kemandirian dan kebahagiaan individu, serta menciptakan lingkungan yang tidak sehat dan penuh tekanan.

"Membiarkan orang lain mengendalikan perilaku dan cara berpikir Anda dapat berdampak besar pada rasa percaya diri dan harga diri Anda. Perilaku mengontrol juga dapat membuat seseorang berisiko mengalami kecemasan dan depresi," kata Anabel Basulto, LMFT.

4 dari 9 halaman

3. Segala Sesuatu dalam Hubungan Harus 50/50, atau Cinta Akan Musnah

Pandangan bahwa segala sesuatu dalam hubungan harus dibagi rata, 50/50, sebenarnya bisa mengarah pada hubungan yang beracun. Anggap hubungan bak resep, tidak semua resep itu sama. Setiap rumah makan memiliki resep rahasianya sendiri, menunjukkan betapa uniknya setiap hubungan. 

Keyakinan akan hubungan harus selalu seimbang secara sempurna bisa menciptakan harapan yang tidak realistis terhadap pasangan. Hal ini dapat menyebabkan tekanan dan kekecewaan ketika salah satu pihak merasa tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan.  

5 dari 9 halaman

4. Perselingkuhan adalah Bagian Dari Suka dan Duka Sebuah Hubungan, Bisa Dimaafkan

Stereotip umum lainnya adalah perselingkuhan dianggap sebagai suka dan duka dalam sebuah hubungan,  dan sering kali dipertimbangkan untuk dimaafkan. Pandangan ini sering muncul dari keyakinan bahwa manusia rentan terhadap godaan dan kesalahan, dan bahwa kesalahan tersebut bukanlah akhir dari segalanya. Bagi beberapa pasangan, menghadapi perselingkuhan bisa menjadi titik balik dalam memperkuat hubungan mereka, dengan proses pemulihan yang membutuhkan kerja keras, komunikasi terbuka, dan kesediaan untuk memperbaiki kepercayaan yang terluka.

Penelitian menunjukkan bahwa seberapa besar kemungkinan seseorang memaafkan pasangannya bergantung pada banyak faktor, termasuk karakteristik kepribadian dan sejauh mana orang tersebut percaya bahwa pasangannya bertanggung jawab atas ketidak setiaannya. Jangan sampai terjebak dalam situasi ini ya. Terdapat kasus di mana memaafkan perselingkuhan dapat membuka peluang bagi pelaku untuk mengulanginya lagi.

6 dari 9 halaman

5. Cemburu Berlebihan Artinya Cinta

Memang benar adanya, tetapi jika kecemburuan datang terus menerus dan membuat salah satu pasangan depresi tentu ini sangat tidak baik. Kecemburuan yang berlebihan akan mengarah pada depresi bagi salah satu pasangan bisa menjadi tanda ketidaksehatan dalam hubungan.  Hal ini dapat membatasi pertumbuhan pribadi masing-masing individu dalam hubungan, mengganggu komunikasi yang sehat, dan bahkan mengancam kestabilan emosional.

7 dari 9 halaman

6. Mengkritik Menunjukkan Perhatian

Sering kali beberapa individu keliru mengartikan kritik , bahkan kritik yang terus-menerus terhadap penampilan, pilihan, atau tindakan pasangan tanpa memberikan umpan balik yang membangun dapat berdampak negatif terhadap emosi dan harga diri seseorang. Kritik yang sehat seharusnya dilakukan dengan penuh pertimbangan dan disampaikan dengan cara yang membangun.

8 dari 9 halaman

7. Bertengkar Itu Normal

Pertengkaran adalah bagian alami dari interaksi antarmanusia, termasuk dalam hubungan romantis. Dalam beberapa kasus, bertengkar dapat membantu pasangan untuk memecahkan masalah, mengungkapkan perasaan, dan memperjelas harapan masing-masing. Sesekali bertengkar dalam sebuah hubungan mungkin dianggap sebagai bagian yang wajar.

Namun, ketika pertengkaran terjadi berulang kali dan tidak terselesaikan dengan baik, ini bisa menjadi indikasi adanya hubungan yang toxic. Dalam hubungan toxic, pertengkaran sering kali dipicu oleh ketidakseimbangan kekuasaan, kurangnya penghargaan, atau bahkan perilaku manipulatif dari salah satu pihak.

9 dari 9 halaman

8. Harus Selalu Bersama

Stereotip bahwa pasangan harus selalu bersama atau menghabiskan setiap waktu bersama dapat menimbulkan ketergantungan emosional yang tidak sehat. Hubungan yang baik juga memerlukan ruang dan waktu untuk diri sendiri.

Memahami stereotip ini adalah langkah penting untuk mengenali tanda-tanda hubungan yang toxic. Penting bagi setiap individu untuk mengevaluasi dinamika hubungan mereka dan memastikan bahwa hubungan tersebut sehat, saling menghargai, dan mendukung pertumbuhan masing-masing pasangan.    

 

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence