Sukses

Rafael Alun Siapa? dari Pegawai Pajak Sampai Jadi Tahanan KPK

Pada 3 April 2023, usai menjalani pemeriksaan selama lebih dari 5 jam di lantai 2 Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rafael Alun resmi mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK dan tangannya diborgol.

Liputan6.com, Jakarta Kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara selalu menjadi sorotan publik, terutama ketika pejabat tersebut berasal dari lembaga yang seharusnya menjaga integritas keuangan negara. Salah satu kasus yang baru-baru ini menarik perhatian masyarakat adalah penetapan Rafael Alun Trisambodo. Tapi, Rafael Alun siapa?

Pada 3 April 2023, usai menjalani pemeriksaan selama lebih dari 5 jam di lantai 2 Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rafael Alun siapa resmi mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK dan tangannya diborgol. Penetapan ini diikuti oleh pernyataan resmi dari Ketua KPK, Firli Bahuri, yang menyebut bahwa Rafael ditahan selama 20 hari pertama dalam rangka penyidikan, yang berlangsung mulai dari tanggal 3 April hingga 22 April 2023.

Penyelidikan terhadap Rafael Alun Trisambodo bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai harta kekayaan yang tidak wajar dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Laporan ini dipicu oleh kasus penganiayaan yang dilakukan oleh putra Rafael, Mario Dandy Satriyo, terhadap Cristalino David Ozora, pada 20 Februari 2023. Berikut ulasan lebih lanjut tentang Rafael Alun siapa yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (13/8/2024).

2 dari 4 halaman

Siapa Rafael Alun?

Rafael Alun Trisambodo, SE, M.Si., lahir di Yogyakarta pada 11 Agustus 1967. Ia mengawali pendidikan tingginya di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran dengan mengambil bidang akuntansi. Setelah menyelesaikan studi sarjananya, Rafael melanjutkan pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, yang semakin memperkaya pengetahuan dan kemampuannya di bidang ekonomi dan pemerintahan.

Karier Rafael di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah berlangsung selama bertahun-tahun dan mencakup berbagai posisi penting. Pada tahun 2013, ia menjabat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak di Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah I. Jabatan ini menandai awal mula perannya dalam menangani tugas-tugas strategis di bidang perpajakan dan penegakan hukum terkait pajak.

Pada tahun 2015, Rafael Alun dipercaya untuk memimpin sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Kemudian pada tahun 2017, ia kembali ke wilayah Jawa Timur sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penangguhan Kanwil DJP Jawa Timur I. Pengalaman ini semakin mengukuhkan posisinya di jajaran pimpinan DJP.

Karier Rafael terus menanjak hingga pada tahun 2018, ia diangkat menjadi Kepala Kantor Pelayanan Pajak Modal Asing II. Pada posisi ini, Rafael bertanggung jawab atas pelayanan dan pengawasan wajib pajak yang bergerak di bidang penanaman modal asing. Selanjutnya, Rafael menjabat sebagai Kepala Bagian Umum DJP Kanwil Jakarta Selatan, sebuah posisi strategis yang melibatkan pengelolaan berbagai aspek administrasi dan operasional di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Namun, nama Rafael Alun Trisambodo mulai menjadi sorotan publik setelah anaknya, Mario Dandy Satriyo, terlibat dalam kasus penganiayaan terhadap David Ozora, anak seorang pengurus GP Ansor. Kasus ini tidak hanya mencoreng nama keluarga, tetapi juga berdampak pada karier Rafael di DJP. 

Buntut dari kasus penganiayaan tersebut, Rafael dicopot dari jabatannya sebagai pejabat eselon III dan Kepala Bagian Umum DJP Kanwil Jakarta Selatan. Keputusan pencopotan ini secara resmi diumumkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebagai langkah tegas terhadap pelanggaran etika dan perilaku tidak pantas yang dilakukan oleh anaknya.

Perjalanan karier Rafael Alun Trisambodo yang semula cemerlang akhirnya harus terhenti akibat kasus yang melibatkan keluarganya, menunjukkan bahwa integritas dan etika merupakan aspek penting yang harus dijaga oleh setiap pejabat publik.

3 dari 4 halaman

Kronologi Kasus Korupsi Rafael Alun Trisambodo

Kasus korupsi yang melibatkan Rafael Alun Trisambodo (RAT) merupakan salah satu skandal besar dalam dunia perpajakan Indonesia. Berikut adalah kronologi lengkap dari terkuaknya dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan mantan pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ini.

20 Februari 2023

Mario Dandy Satriyo, anak Rafael Alun Trisambodo, terlibat dalam kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora, anak dari Pengurus Pusat GP Ansor, Jonathan Latuhamina. Kejadian ini berlangsung di Kompleks Grand Permata, Jakarta Selatan, dan menjadi viral setelah direkam oleh rekan Mario. Kapolres Metro Jakarta Selatan, Komisaris Besar Ade Ary, menetapkan Mario sebagai tersangka dan menahannya pada 21 Februari 2023. Penganiayaan ini memicu penyelidikan lebih lanjut mengenai latar belakang dan gaya hidup keluarga Mario.

22 Februari 2023

Kasus penganiayaan memicu perhatian masyarakat terhadap akun media sosial Mario, yang menunjukkan gaya hidup mewah dan harta kekayaan yang mencolok. Masyarakat mulai mengulik Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Rafael Alun Trisambodo, yang menunjukkan kekayaan mencapai Rp 56,1 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan Direktur Jenderal Pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengkritik tindakan Mario dan gaya hidup keluarganya melalui media sosial.

23 Februari 2023

Sri Mulyani memerintahkan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan untuk memeriksa harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo. Rafael menyampaikan permintaan maaf secara terbuka atas tindakan anaknya dan menyatakan siap untuk klarifikasi harta kekayaannya.

24 Februari 2023

Sri Mulyani mengumumkan pencopotan Rafael dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum di Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan. Rafael tetap sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan menerima gaji. Rafael juga mengajukan pengunduran diri sebagai PNS, tetapi permohonan tersebut ditolak karena masih dalam proses pemeriksaan.

1 Maret 2023

Rafael Alun Trisambodo dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan klarifikasi terkait harta kekayaannya. Setelah pemeriksaan selama 8 jam, ia meninggalkan Gedung Merah Putih KPK dengan sikap yang tertutup.

7 Maret 2023

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir 40 rekening yang terkait dengan Rafael dan keluarganya. Rekening-rekening ini tercatat memiliki transaksi dengan total nilai mencapai Rp 500 miliar. KPK mengumumkan bahwa pemeriksaan terhadap Rafael telah memasuki tahap penyelidikan.

8 Maret 2023

Kementerian Keuangan mengumumkan pemecatan Rafael Alun Trisambodo sebagai PNS berdasarkan hasil pemeriksaan dan pelanggaran disiplin berat. Pemecatan ini disetujui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

24 Maret 2023

Rafael kembali dipanggil oleh KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut selama 12 jam bersama istrinya. Namun, ia tetap bungkam mengenai kasus tersebut.

30 Maret 2023

KPK menaikkan status pemeriksaan Rafael Alun Trisambodo ke tahap penyidikan. Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) diterbitkan pada 27 Maret 2023, berdasarkan bukti-bukti yang menunjukkan dugaan korupsi melalui gratifikasi yang diterima Rafael selama masa jabatannya.

3 April 2023

Rafael Alun Trisambodo ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan ditahan setelah melalui pemeriksaan yang berlangsung dari pagi hingga sore. KPK mengungkapkan bahwa Rafael diduga menerima gratifikasi dari berbagai wajib pajak dan memiliki usaha yang terkait dengan konsultansi perpajakan.

4 dari 4 halaman

Putusan Pengadilan Terhadap Rafael Alun Trisambodo

Pada 8 Januari 2024, Rafael Alun Trisambodo divonis oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Hakim ketua Suparman Nyompa menyatakan bahwa Rafael terbukti bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp 10 miliar melalui PT Artha Mega Ekadhana (PT ARME). Vonis ini juga mencakup tindak pidana pencucian uang (TPPU), di mana Rafael dinyatakan bersalah karena menyamarkan hasil korupsinya.

Rafael dijatuhi hukuman penjara selama 14 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta. Selain itu, Rafael juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 10.079.095.519. Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kewajiban tersebut.

Rafael Alun kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut, berharap untuk mendapatkan keringanan hukuman. Namun, pada 14 Maret 2024, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan Rafael. Putusan banding tetap menyatakan Rafael bersalah dan menegaskan vonis sebelumnya, yaitu penjara selama 14 tahun dan denda Rp 500 juta.

Hakim Pengadilan Tinggi, yang terdiri dari hakim ketua Tjokorda Rai Suamba, bersama hakim anggota Tony Pribadi, Erwan Munawar, Margareta Yulie Bartin Setyaningsih, dan Gatut Sulistyo, mempertahankan putusan pengadilan tingkat pertama. Rafael tetap diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 10.079.095.519, dengan ketentuan jika tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang.

Putusan ini merujuk pada Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.Â