Liputan6.com, Jakarta Masa jabatan Presiden Republik Indonesia diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945, tepatnya pada Pasal 7. Bunyi Pasal 7 UUD 1945 setelah amandemen adalah sebagai berikut: "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan." Ketentuan ini menetapkan batasan yang jelas mengenai durasi dan frekuensi seseorang dapat menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden.
Pasal 7 UUD 1945 ini merupakan hasil amandemen yang dilakukan pada tahun 1999, menggantikan rumusan sebelumnya yang lebih singkat dan terbuka untuk interpretasi. Perubahan ini dilakukan untuk mencegah terulangnya kekuasaan yang terlalu lama seperti yang terjadi pada era Orde Baru. Dengan pembatasan dua periode atau maksimal 10 tahun, konstitusi berupaya menjamin regenerasi kepemimpinan dan mencegah abuse of power.
Advertisement
Baca Juga
Implementasi Pasal 7 UUD 1945 ini memiliki implikasi signifikan terhadap dinamika politik dan demokrasi di Indonesia. Batasan masa jabatan ini mendorong kompetisi politik yang lebih terbuka dan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi munculnya pemimpin-pemimpin baru. Selain itu, ketentuan ini juga menjadi landasan hukum yang kuat dalam menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan mencegah terbentuknya rezim otoritarian di masa depan.
Berikut ini Liputan6.com ulas mengenai masa jabatan Presiden menurut UUD 1945 yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Selasa (13/8/2024).
Masa Jabatan Presiden Pernah Diperpanjang
Masa jabatan Presiden di Indonesia telah mengalami perubahan signifikan sejak era kemerdekaan. Sebelum amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, tidak ada batasan yang jelas mengenai berapa lama seorang Presiden dapat menjabat. Situasi ini memungkinkan terjadinya perpanjangan masa jabatan yang tidak terbatas, seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Selama 32 tahun (1966-1998), Soeharto memegang tampuk kekuasaan melalui pemilihan berulang oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), menunjukkan betapa fleksibelnya interpretasi konstitusi saat itu mengenai masa jabatan presiden.
Kesadaran akan potensi penyalahgunaan kekuasaan yang muncul dari ketidakjelasan batasan masa jabatan ini mendorong dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945. Proses amandemen berlangsung dalam beberapa tahap antara tahun 1999 hingga 2002, dengan perubahan spesifik mengenai masa jabatan Presiden dilakukan pada tahun 1999 dalam Perubahan Pertama UUD 1945. Amandemen ini merupakan langkah krusial dalam memperkuat fondasi demokrasi Indonesia dan mencegah terulangnya kekuasaan yang terpusat terlalu lama pada satu individu.
Sebelum amandemen, Pasal 7 UUD 1945 berbunyi: "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali." Rumusan ini tidak memberikan batasan eksplisit tentang berapa kali seorang Presiden dapat dipilih kembali, membuka peluang untuk interpretasi yang luas dan potensial perpanjangan kekuasaan tanpa batas. Setelah amandemen, Pasal 7 diubah menjadi: "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan." Perubahan ini dengan jelas membatasi masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden menjadi maksimal dua periode, masing-masing berdurasi lima tahun.
Implikasi dari amandemen ini sangat luas dan mendalam bagi sistem politik Indonesia. Pembatasan masa jabatan mendorong rotasi kepemimpinan yang lebih dinamis, membuka peluang bagi munculnya pemimpin-pemimpin baru, dan mencegah stagnasi politik. Hal ini juga memperkuat checks and balances dalam sistem pemerintahan, mengurangi risiko abuse of power, dan mendorong kompetisi politik yang lebih sehat. Lebih jauh lagi, perubahan ini mencerminkan komitmen Indonesia terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan upaya untuk terus menyempurnakan sistem pemerintahannya demi mencapai tata kelola yang lebih baik dan berkeadilan.
Advertisement
Masa Jabatan Presiden Indonesia yang Berlaku Sekarang
Ketentuan masa jabatan presiden Republik Indonesia yang berlaku saat ini telah diatur secara rinci dan mendalam dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi fondasi konstitusional negara. Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang mengatur hal ini tidak hanya memberikan landasan hukum yang kokoh, tetapi juga menetapkan prosedur yang jelas dan tegas terkait masa jabatan serta peralihan kepemimpinan tertinggi dalam pemerintahan.
Pasal 7 UUD 1945 secara eksplisit menetapkan bahwa presiden dan wakil presiden Republik Indonesia memegang jabatan selama lima tahun dalam satu periode. Setelah periode tersebut berakhir, mereka hanya diperbolehkan untuk dipilih kembali dalam satu periode tambahan, yang berarti mereka tidak dapat menjabat lebih dari dua periode secara berturut-turut. Ketentuan ini menegaskan adanya batasan yang jelas dan tak tergoyahkan terkait masa jabatan presiden, yang bertujuan untuk mencegah konsolidasi kekuasaan yang berlebihan di tangan satu individu dan memastikan bahwa kekuasaan eksekutif tetap berada dalam kerangka demokrasi.
Lebih lanjut, Pasal 7A UUD 1945 memberikan ketentuan yang memungkinkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengusulkan pemberhentian presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya. Usulan pemberhentian ini dapat diajukan jika presiden atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum yang serius atau jika mereka dianggap tidak lagi memenuhi syarat untuk menjabat. Proses ini menunjukkan pentingnya prinsip akuntabilitas dalam pemerintahan.
Pasal 7B UUD 1945 mengatur secara rinci prosedur yang harus diikuti oleh DPR dan Mahkamah Konstitusi dalam pengajuan usulan pemberhentian presiden dan wakil presiden. Setiap langkah dalam proses ini harus dilakukan dengan cermat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, menunjukkan pentingnya mekanisme pengawasan yang efektif terhadap para pemimpin negara untuk menjaga integritas dan kestabilan pemerintahan.
Selain itu, Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa jika presiden dan wakil presiden meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak mampu menjalankan tugasnya secara bersamaan, maka tugas dan kewenangan kepresidenan sementara akan dilaksanakan oleh tiga menteri, yaitu Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan. Dalam kondisi tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kemudian bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan presiden dan wakil presiden baru yang akan melanjutkan masa jabatan yang tersisa.
Secara keseluruhan, ketentuan-ketentuan ini menunjukkan upaya yang berkelanjutan untuk mengatur kekuasaan eksekutif di Indonesia dengan cara yang bertanggung jawab, serta memastikan bahwa penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Dengan adanya pembatasan masa jabatan, mekanisme pemberhentian yang jelas, dan aturan penggantian kepemimpinan yang sistematis, UUD 1945 berperan penting dalam menjaga prinsip-prinsip demokrasi, supremasi hukum, dan keseimbangan kekuasaan di negara Indonesia.
Urutan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia
1. Ir Soekarno, 22 tahun (1945-1967)
Selama menjabat, Ir. Soekarno dibantu oleh wakil presiden, yakni Drs. Moh Hatta.
2. Soeharto, 31 tahun (1967-1998)
Presiden Soeharto memiliki beberapa wakil presiden. Salah satunya adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik, Umar Wirahadikusumah. Ada pula Sudharmono, Try Sutrisno, dan yang terakhir B. J. Habibie
3. BJ Habibie, 1 tahun (1998-1999)
BJ Habibie, memimpin negara Indonesia tanpa didampingi seorang wakil presiden.
4. Abdurrahman Wahid, 2 tahun (1999-2001)
Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur didampingi dengan wakilnya, Megawati Soekarno Putri.
5. Megawati Soekarno Putri, 3 tahun (2001-2004)
Wakil presiden yang mendampingi Presiden Megawati Soekarno Putri adalah Hamza Haz.
6. Susilo Bambang Yudhoyono, 10 tahun (2004-2014)
Dalam melaksanakan tugasnya, presiden SBY dibantu oleh M. Jusuf Kalla dan Boediono selaku wakilnya.
7. Joko Widodo, 10 tahun (2014-2024)
Dalam melaksanakan tugasnya, presiden Jokowi dibantu oleh wakilnya yakni M Jusuf Kalla dan Ma'ruf Amin.
Advertisement