Sukses

Menelaah Polemik PP Nomor 28 Tahun 2024, Simak Pasal yang Kontroversial

Simak isi PP Nomor 28 Tahun 2024 yang menuai kontroversi. Artikel ini mengupas polemik seputar kesehatan reproduksi remaja.

Liputan6.com, Jakarta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah menjadi pusat perhatian publik sejak diterbitkan pada 26 Juli 2024. Regulasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan layanan kesehatan preventif dan promotif ini justru memicu kontroversi di tengah masyarakat Indonesia. Polemik utama berpusat pada pasal yang mengatur tentang kesehatan reproduksi remaja, khususnya mengenai penyediaan alat kontrasepsi untuk usia sekolah.

Kontroversi ini telah memicu perdebatan sengit antara pihak yang mendukung implementasi PP tersebut dan mereka yang menentangnya. Di satu sisi, pemerintah berargumen bahwa peraturan ini bertujuan untuk melindungi kesehatan reproduksi remaja dan mencegah risiko kesehatan yang terkait dengan aktivitas seksual dini. Di sisi lain, banyak pihak, termasuk tokoh agama dan anggota legislatif, mengkhawatirkan bahwa peraturan ini dapat disalahartikan sebagai bentuk legalisasi atau dorongan terhadap aktivitas seksual di kalangan remaja.

Artikel ini akan mengulas secara komprehensif mengenai isi PP Nomor 28 Tahun 2024, khususnya bagian yang menjadi sumber polemik. Kita akan menelaah argumen dari berbagai sudut pandang, termasuk perspektif pemerintah, tokoh agama, legislator, dan pakar kesehatan, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (13/8/2024).

2 dari 5 halaman

Latar Belakang PP Nomor 28 Tahun 2024

PP Nomor 28 Tahun 2024 merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Tujuan utama dari peraturan ini adalah untuk meningkatkan layanan kesehatan promotif dan preventif guna mencegah masyarakat jatuh sakit. Salah satu aspek yang diatur dalam PP ini adalah kesehatan reproduksi, termasuk untuk remaja dan usia sekolah.

Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan, menekankan bahwa peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan edukasi komprehensif tentang kesehatan reproduksi. Cakupan edukasi ini meliputi pengetahuan tentang sistem, fungsi, dan proses reproduksi, cara menjaga kesehatan reproduksi, risiko perilaku seksual, serta kemampuan untuk melindungi diri dari hubungan seksual yang tidak diinginkan.

3 dari 5 halaman

Kontroversi Seputar Pasal 103

Isi Pasal yang Menjadi Polemik

Kontroversi utama berpusat pada Pasal 103 ayat 4 butir e dalam PP Nomor 28 Tahun 2024. Pasal ini mengatur tentang upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja, yang mencakup penyediaan alat kontrasepsi. Bagi banyak pihak, poin ini dianggap problematis karena dapat diinterpretasikan sebagai bentuk dukungan atau legalisasi aktivitas seksual di kalangan remaja.

Tanggapan Pemerintah

Mohammad Syahril, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, memberikan klarifikasi terkait pasal yang kontroversial ini.

"Namun, penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan," kata Syahril, seperti dikutip Liputan6.com dari lamam resmi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Syahril juga menekankan bahwa pernikahan dini meningkatkan risiko kematian ibu dan anak, serta risiko stunting pada anak yang dilahirkan. Oleh karena itu, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko, bukan remaja secara umum.

Kritik dan Penolakan

Meskipun pemerintah telah memberikan klarifikasi, banyak pihak tetap mengkritik dan menolak pasal tersebut. Dr. H. Hilmy Muhammad, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, misalnya, menganggap bahwa pemerintah tidak jeli dalam membuat peraturan ini. 

"Kami minta pemerintah untuk segera melakukan revisi. Ini tidak jeli dan menyimpang. Masa pemerintah akan menyediakan alat kontrasepsi untuk anak sekolah. Terutama di Pasal 103 ayat 4e. Maksudnya kita paham untuk edukasi, tapi kalau menyediakan alat kontrasepsi, ini yang menjadi titik kontroversinya," kata Senator asal Yogyakarta tersebut, seperti dikutip dari laman resmi DPD RI.

Ledia Hanifa Amaliah, anggota Komisi X DPR RI, juga mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini dapat memberikan kesan permisif terhadap pergaulan dan seks bebas. 

"Tentu kita tahu, mereka (usia sekolah dan remaja) secara seksual sudah dalam proses seksual aktif. Mereka punya ketertarikan, sudah mulai mendapatkan informasi-informasi, tapi itu sebetulnya bisa diatasi komunikasi yang baik lewat edukasi," ujar Ledia, dilansir dari laman DPR RI.

4 dari 5 halaman

Implikasi dan Dampak Potensial

Kesehatan Publik

Dari sudut pandang kesehatan publik, PP Nomor 28 Tahun 2024 dapat memberikan dampak positif dalam hal pencegahan kehamilan tidak diinginkan dan penyakit menular seksual di kalangan remaja. Edukasi komprehensif tentang kesehatan reproduksi dapat membantu remaja membuat keputusan yang lebih informasi mengenai kesehatan seksual mereka.

Namun, ada kekhawatiran bahwa penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja dapat disalahartikan sebagai dukungan terhadap aktivitas seksual dini. Hal ini dapat berpotensi meningkatkan angka aktivitas seksual pra-nikah di kalangan remaja, yang pada gilirannya dapat membawa risiko kesehatan dan sosial tersendiri.

Nilai Sosial dan Budaya

Kontroversi seputar PP Nomor 28 Tahun 2024 juga menyoroti ketegangan antara kebijakan kesehatan publik dan nilai-nilai sosial budaya di Indonesia. Banyak pihak, terutama tokoh agama dan masyarakat konservatif, menganggap bahwa penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja bertentangan dengan nilai-nilai ketimuran dan ajaran agama yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia.

Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek keagamaan dalam implementasi peraturan ini.

"Jangan hanya dilihat dari aspek kesehatannya saja, tapi juga aspek keagamaannya," tegas Wapres Ma'ruf Amin, seperti dikutip dari laman Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Wapres juga menyarankan agar pemerintah melakukan konsultasi dengan lembaga-lembaga keagamaan untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima semua pihak:

"Sekarang ini kan timbul kontroversi ya. Saya menyarankan supaya mendengar, berkonsultasi dengan pihak-pihak lembaga keagamaan," tambahnya.

5 dari 5 halaman

Langkah-langkah ke Depan

Revisi dan Klarifikasi

Mengingat besarnya kontroversi yang ditimbulkan, ada desakan dari berbagai pihak agar pemerintah merevisi PP Nomor 28 Tahun 2024, khususnya Pasal 103. Dr. H. Hilmy Muhammad dari DPD RI mengusulkan untuk merevisi pasal kontroversial tersebut.

"Ayat itu kalau perlu dihapus. Kalau mau dipertahankan, harus ada perubahan redaksionalnya. Kata 'menyediakan' diganti 'mengedukasi'. 'Menyediakan alat kontrasepsi' menjadi 'Mengedukasi tentang alat kontrasepsi.' Kalau kita menyediakan, berarti perlu ada pengadaan yang nantinya harus ada kegiatan pendistribusian. Ini pasal kegiatan pelayanan, pasti ada rangkaiannya itu. Ini biar tidak multitafsir," kata Senator yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut.

Pemerintah sendiri telah menyatakan bahwa akan ada Peraturan Menteri Kesehatan sebagai aturan turunan dari PP ini.

"Aturan turunan tersebut juga akan memperjelas mengenai pemberian edukasi tentang keluarga berencana bagi anak usia sekolah dan remaja yang akan disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan usia anak," kata Syahril.

Dialog dan Konsensus

Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin menekankan pentingnya dialog dan konsensus dalam implementasi PP Nomor 28 Tahun 2024.

"Jadi saya minta itu nanti didalami, dirundingkan, dan didengarkan. Sehingga nanti kemudian bisa bagaimana pelaksanaannya supaya tidak terjadi benturan-benturan," tegas Wapres

Pendekatan ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang tidak hanya efektif dari segi kesehatan publik, tetapi juga dapat diterima secara sosial dan budaya oleh masyarakat Indonesia yang beragam.

PP Nomor 28 Tahun 2024 telah memicu perdebatan penting tentang keseimbangan antara kebijakan kesehatan publik dan nilai-nilai sosial budaya di Indonesia. Kontroversi seputar penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja menyoroti kompleksitas isu kesehatan reproduksi di negara dengan beragam latar belakang agama dan budaya.

Meskipun tujuan pemerintah dalam menerbitkan peraturan ini adalah untuk meningkatkan kesehatan reproduksi dan mencegah risiko kesehatan terkait aktivitas seksual dini, implementasinya memerlukan pendekatan yang hati-hati dan inklusif. Dialog yang konstruktif antara pemerintah, tokoh agama, legislator, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk mencapai konsensus yang dapat diterima semua pihak.

Ke depannya, revisi dan klarifikasi terhadap pasal-pasal yang kontroversial, serta penyusunan aturan turunan yang lebih rinci, diharapkan dapat menjembatani perbedaan pandangan yang ada. Yang terpenting, kebijakan akhir harus dapat melindungi kesehatan reproduksi remaja tanpa bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan agama yang dianut masyarakat Indonesia.

"Sebab kalau nanti terjadi ketidaksamaan pendapat, ada konflik pendapat, maka nanti akan kontraproduktif lah," Wapres Ma'ruf Amin menekankan.

Polemik seputar PP Nomor 28 Tahun 2024 ini juga menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya komunikasi publik yang efektif dalam pembuatan kebijakan. Pemerintah perlu lebih proaktif dalam menjelaskan maksud dan tujuan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan, terutama yang menyangkut isu-isu sensitif seperti kesehatan reproduksi remaja.

Pada akhirnya, tujuan bersama untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan generasi muda Indonesia harus menjadi prioritas utama. Dengan pendekatan yang bijaksana dan inklusif, diharapkan dapat tercapai solusi yang tidak hanya efektif secara medis, tetapi juga dapat diterima secara sosial dan kultural oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.