Sukses

Siapa Pemilik PT Freeport? Salah Satu Tambang Emas Terbesar di Indonesia

Pemilik PT Freeport kini sudah beralih sebanyak 51,2 persen saham ke PT Inalum.

Liputan6.com, Jakarta Setelah bertahun-tahun negosiasi yang alot dan penuh dinamika, akhirnya Indonesia berhasil mencapai tonggak bersejarah dalam pengelolaan sumber daya alamnya. Pada tanggal 21 Desember 2018, Presiden Joko Widodo dengan bangga mengumumkan bahwa 51,2 persen saham PT Freeport Indonesia telah resmi beralih ke tangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

Pengumuman pemilik PT Freeport ini menandai babak baru dalam sejarah pertambangan Indonesia, khususnya terkait pengelolaan tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang terletak di Provinsi Papua. Proses divestasi saham Freeport ini merupakan hasil dari perjuangan panjang pemerintah Indonesia, untuk meningkatkan kontrol nasional atas sumber daya alam strategis.

Selama puluhan tahun, pemilik PT Freeport dan operasinya telah menjadi topik perdebatan sengit, baik dari segi kontribusi ekonominya maupun dampak sosial dan lingkungannya. Dengan kepemilikan mayoritas saham oleh BUMN Indonesia, diharapkan pengelolaan tambang dapat lebih selaras dengan kepentingan nasional, serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Papua.

Pengambilalihan saham mayoritas Freeport oleh Inalum bukanlah proses yang mudah. Negosiasi yang berlangsung selama bertahun-tahun melibatkan berbagai aspek kompleks, termasuk valuasi aset, perpanjangan kontrak operasi, komitmen investasi, serta isu-isu terkait lingkungan dan hak-hak masyarakat adat. Berikut ini pemilik PT Freeport dan sejarahnya yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (21/8/2024). 

2 dari 4 halaman

PT Freeport Indonesia (PTFI) dan Kepemilikannya

PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah perusahaan tambang mineral yang merupakan afiliasi dari dua entitas besar: Freeport-McMoRan (FCX) dan Mining Industry Indonesia (MIND ID). PTFI bertanggung jawab atas penambangan dan pengolahan bijih mineral untuk menghasilkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Produk konsentrat ini dipasarkan ke berbagai penjuru dunia, termasuk dalam negeri, dengan PT Smelting sebagai salah satu pelanggan utamanya di Indonesia. PTFI beroperasi di lokasi yang sangat terpencil di dataran tinggi Pegunungan Sudirman, yang terletak di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia.

Salah satu tambang paling signifikan yang dioperasikan oleh PTFI adalah tambang Grasberg di Papua, yang dikenal sebagai salah satu deposit tembaga dan emas terbesar di dunia. Saat ini, PTFI sedang menyelesaikan fase akhir dari tambang terbuka Grasberg. Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, perusahaan sedang mengembangkan beberapa proyek tambang bawah tanah di kawasan mineral Grasberg. Proyek-proyek ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memproduksi tembaga dan emas dalam jumlah besar, seiring dengan transisi dari tambang terbuka Grasberg ke operasi tambang bawah tanah yang lebih efisien dan memiliki umur panjang.

Freeport-McMoRan (FCX) sendiri adalah perusahaan tambang internasional terkemuka yang berkantor pusat di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat. FCX mengelola aset tambang yang besar dan memiliki cadangan tembaga, emas, dan molibdenum yang signifikan. Portofolio aset yang dikelola oleh FCX tersebar secara geografis, mulai dari kawasan mineral Grasberg di Papua, Indonesia, hingga tambang-tambang besar di Amerika Utara dan Selatan. Salah satu operasi penambangan paling menonjol milik FCX adalah kawasan mineral Morenci di Arizona, serta tambang Cerro Verde di Peru. Sebagai perusahaan publik, FCX adalah penghasil tembaga terbesar di dunia, dan sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek New York dengan simbol “FCX”.

Dalam perkembangan terbaru, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum, telah melakukan langkah strategis dengan membeli sebagian saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI. Transaksi senilai 3,85 miliar dolar AS ini meningkatkan kepemilikan Inalum di PTFI dari 9,36% menjadi mayoritas sebesar 51,23%. Kepemilikan mayoritas ini akan terdiri dari 41,23% untuk Inalum dan 10% untuk Pemerintah Daerah Papua. Saham milik Pemerintah Daerah Papua ini akan dikelola oleh PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM), sebuah perusahaan khusus yang dibentuk untuk tujuan ini. Dalam struktur kepemilikan IPPM, 60% saham akan dimiliki oleh Inalum, sementara 40% sisanya akan dipegang oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Papua. Dengan kepemilikan saham ini, diharapkan kontribusi tambang Grasberg dapat semakin memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi di Papua, serta memperkuat peran Indonesia dalam industri pertambangan global.

3 dari 4 halaman

Sejarah dan Perkembangan Freeport-McMoRan (FCX)

Didirikan pada tahun 1988, perusahaan ini lahir setelah penemuan deposit tembaga dan emas Grasberg di Papua, Indonesia. Penemuan ini membawa perubahan besar, terutama ketika mantan perusahaan induknya, yang saat itu dikenal dengan simbol perdagangan di New York Stock Exchange (NYSE) "FTX", melakukan penawaran umum perdana (IPO) dengan menjual 20% dari perusahaan. Setelah akuisisi Phelps Dodge pada tahun 2007, FCX berubah menjadi kekuatan industri yang dinamis. Akuisisi ini membawa penggabungan aset dan tim teknis dari dua perusahaan besar, yang mengukuhkan posisi FCX sebagai pemimpin dalam industri tambang global. Portofolio unik aset tambang FCX dikembangkan dan diakuisisi oleh beberapa perusahaan pendahulu, termasuk Freeport Minerals, Phelps Dodge, Cyprus Minerals, American Metal Company (AMAX), dan Climax Molybdenum. Masing-masing perusahaan ini memainkan peran penting dalam sejarah panjang pertambangan di Amerika Serikat dan di berbagai belahan dunia.

Tahapan Penting dalam Sejarah Perusahaan

  1. 1834: Phelps, Dodge & Company didirikan sebagai perusahaan logam dan perdagangan, menghasilkan produk seperti ceret kuningan, paku keling, kancing, dan kawat tembaga.
  2. 1870-an: Klaim penambangan pertama kali didirikan di Morenci, Arizona, dengan peleburan tembaga pertama yang dibangun di Clifton, Arizona.
  3. 1881: Phelps Dodge memasuki industri penambangan tembaga dengan mengakuisisi Perusahaan Penambangan Tembaga Detroit di Morenci, Arizona.
  4. 1887: Perusahaan Logam Amerika didirikan, menandai ekspansi lebih lanjut ke dalam industri pertambangan.
  5. 1912: Freeport Sulphur, yang kemudian berganti nama menjadi Freeport Minerals Company pada tahun 1971, didirikan dan mendirikan kota Freeport di Texas di dekat tambang belerang yang baru.
  6. 1918: Perusahaan Klimaks Molibdenum Pertama didirikan untuk menambang deposit molibdenum di dekat Leadville, Colorado. Tambang ini mulai berproduksi pada tahun yang sama, dengan permintaan tinggi untuk paduan baja molibdenum selama Perang Dunia I.
  7. 1957: Climax Molybdenum bergabung dengan The American Metal Company (Limited) untuk membentuk American Metal Climax Inc., yang kemudian berganti nama menjadi AMAX Inc. pada tahun 1974.
  8. 1960: Ekspedisi Freeport menjelajahi Ertsberg, yang awalnya diidentifikasi pada tahun 1936 oleh Jean-Jacques Dozy, salah satu penjelajah pertama yang mencapai gletser gunung Jayawijaya di Papua.
  9. 1967: Freeport Sulphur mendirikan PT Freeport Indonesia (PT-FI), menandatangani Kontrak Karya pertama dengan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan deposit Ertsberg.
  10. 1969: McMoRan Exploration didirikan oleh Ken McWilliams ("Mc"), Jim Bob Moffett ("Mo"), dan Mack Rankin ("Ran") sebagai perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas independen di Louisiana Selatan.
  11. 1972: PT-FI memulai ekspor konsentrat tembaga dari tambang Ertsberg.
  12. 1981: McMoRan Oil & Gas (sebelumnya McMoRan Exploration) bergabung dengan Freeport Minerals (sebelumnya Freeport Sulphur) untuk membentuk Freeport-McMoRan Inc. (FTX), menjadi produsen minyak dan gas independen utama dengan minat pada mineral pertanian, emas, tembaga, perak, dan uranium.
  13. 1988: PT-FI menemukan deposit tembaga dan emas Grasberg di Papua, Indonesia, dekat deposit Ertsberg. FCX kemudian terdaftar di Bursa Efek New York dengan nama Freeport-McMoRan Copper Company, Inc.
  14. 1991: PT-FI menandatangani Kontrak Karya baru dengan jangka waktu 30 tahun dan ketentuan untuk dua perpanjangan 10 tahun dengan pemerintah Indonesia. FCX berganti nama menjadi Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. untuk mencerminkan pertumbuhan signifikan dalam cadangan emas.
  15. 1993: FCX menyelesaikan akuisisi Atlantic Copper, sebuah smelter dan kilang tembaga di Huelva, Spanyol.
  16. 1995: PT-FI membentuk perjanjian usaha patungan strategis dengan Rio Tinto untuk membiayai ekspansi konsentrat keempat di Grasberg. FCX kemudian melepaskan 80% kepemilikannya dari FTX untuk membentuk perusahaan publik independen.
  17. 2007: FCX mengakuisisi Phelps Dodge dan menjadi produsen tembaga publik terbesar di dunia, dalam apa yang saat itu merupakan akuisisi pertambangan terbesar dalam sejarah. Pembangunan tambang tembaga baru utama di Safford, Arizona juga selesai, dan produksi tembaga dimulai.
  18. 2014: Nama perusahaan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. diubah menjadi Freeport-McMoRan Inc., untuk menyederhanakan nama perusahaan dan mencerminkan portofolio aset FCX yang diperluas.
  19. 2015: FCX menyelesaikan ekspansi besar-besaran di tambang tembaga Cerro Verde kelas dunia di Peru. Fasilitas konsentrator diperluas dari 120.000 metrik ton bijih per hari menjadi 360.000 metrik ton bijih per hari.
  20. 2016: FCX mengambil langkah besar untuk mengurangi utang bersih hingga lebih dari 8 miliar dolar AS melalui serangkaian transaksi, termasuk penjualan Tenke Fungurume, 13% saham di Morenci, dan sebagian besar aset minyak dan gas perusahaan.
4 dari 4 halaman

Kontribusi PT Freeport Indonesia Bagi Negara

PT Freeport Indonesia (PTFI) memiliki kontribusi yang signifikan bagi Indonesia, tidak hanya dalam hal ekonomi, tetapi juga dalam pengembangan infrastruktur sosial dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai salah satu perusahaan tambang terbesar di Indonesia, PTFI telah memainkan peran penting dalam berbagai aspek, mulai dari penyediaan lapangan pekerjaan hingga kontribusi finansial yang substansial kepada negara. Salah satu kontribusi utama PTFI adalah penciptaan lapangan kerja bagi sekitar 24.000 orang di Indonesia. Komposisi tenaga kerja PTFI mencakup 69,75% karyawan nasional, 28,05% karyawan Papua dan 2,2% karyawan asing. Ini menunjukkan komitmen perusahaan dalam memberdayakan tenaga kerja lokal, terutama dari Papua yang merupakan lokasi utama operasional PTFI. Selain itu, PTFI telah menginvestasikan lebih dari USD 8,5 miliar untuk pembangunan infrastruktur perusahaan dan sosial di Papua. Investasi ini mencakup pembangunan fasilitas penunjang operasi tambang, serta infrastruktur sosial yang bermanfaat bagi masyarakat setempat seperti jalan, jembatan dan fasilitas kesehatan. PTFI juga memiliki rencana untuk terus melakukan investasi signifikan di masa depan, yang akan mendukung pembangunan berkelanjutan di Papua.

Sejak tahun 1992, PTFI telah menghabiskan lebih dari USD 11,26 miliar untuk pembelian barang dan jasa dari dalam negeri. Hal ini tidak hanya mendukung perekonomian nasional, tetapi juga mendorong pertumbuhan industri lokal yang terkait dengan operasi tambang. Dalam empat tahun terakhir saja, PTFI telah memberikan kontribusi lebih dari USD 37,46 miliar kepada pemerintah Indonesia dalam bentuk pajak, dividen, dan pembayaran royalti. Perusahaan juga dijadwalkan untuk menyumbangkan lebih dari USD 6,5 miliar dalam empat tahun mendatang. Keuntungan finansial langsung yang diperoleh pemerintah Indonesia dari operasi PTFI dalam empat tahun terakhir mencapai 59%, sedangkan sisanya, sebesar 41%, disalurkan kepada perusahaan induk, Freeport-McMoRan (FCX). Proporsi ini menunjukkan bahwa kontribusi PTFI kepada pemerintah Indonesia jauh lebih besar dibandingkan jika perusahaan beroperasi di negara lain.

Kajian yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) pada tahun 2011 mengungkapkan dampak multiplier effect dari operasi PTFI terhadap perekonomian Indonesia, khususnya Papua. PTFI menyumbang 0,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, 45% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Papua, dan 95% dari PDRB Kabupaten Mimika. Selain itu, PTFI juga membayar pajak sebesar 1,7% dari total anggaran nasional Indonesia dan membiayai lebih dari 50% dari semua kontribusi program pengembangan masyarakat melalui sektor tambang di Indonesia. Kontribusi PTFI juga berdampak pada pendapatan rumah tangga, di mana perusahaan ini menyumbang 0,8% dari total pendapatan rumah tangga di Indonesia dan 44% dari pendapatan rumah tangga di Provinsi Papua. Hal ini menegaskan bahwa PTFI tidak hanya berkontribusi pada skala nasional, tetapi juga memberikan dampak signifikan pada kesejahteraan masyarakat di daerah tempat perusahaan beroperasi.