Sukses

Kaitan 'Peringatan Darurat Garuda Biru' dengan Kawal Putusan MK, Ini Penjelasannya

Media sosial di Indonesia tengah diramaikan oleh fenomena massal gambar lambang Burung Garuda bertuliskan 'Peringatan Darurat'.

Liputan6.com, Jakarta Media sosial di Indonesia tengah diramaikan oleh fenomena massal gambar lambang Burung Garuda dengan latar belakang berwarna biru tua atau Garuda Biru bertuliskan 'Peringatan Darurat'. Tagar Peringatan Darurat menjadi topik yang mengemuka di platform X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter. Tak hanya di X, fenomena unggahan serupa juga menyebar luas melalui fitur Feed dan Instagram Stories.

Gerakan kolektif ini merupakan inisiatif untuk mengajak publik mengawasi secara kritis keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) serta pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Aksi ini muncul sebagai reaksi atas langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyetujui revisi Undang-Undang Pilkada, yang dianggap bertentangan dengan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengenai persyaratan baru dalam pencalonan kepala daerah.

Gambar Garuda Biru ini ditengarai pertama kali disebarkan oleh sejumlah akun yang berkolaborasi, termasuk diantaranya @najwashihab, @narasinewsroom, @matanajwa, @narasi.tv, serta beberapa akun milik figur publik lainnya di platform Instagram. Lantas apa kaitannya 'Peringatan Darurat Garuda Biru' dengan kawal putusan MK?

Berikut ini Liputan6.com ulas mengenai kaitan 'Peringatan Darurat Garuda Biru' dengan kawal putusan MK yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Kamis (22/8/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Asal Mula

Dikutip dari berbagai sumber, gambar yang memuat tulisan 'Peringatan Darurat' sebenarnya merupakan cuplikan dari sebuah konten video yang telah lama dipublikasikan. Video tersebut dapat ditemukan di kanal YouTube EAS Indonesia Concept yang diunggah pada 22 Oktober 2022.

EAS Indonesia Concept merupakan sebuah kanal YouTube yang berfokus pada pembuatan konten bertemakan The Emergency Alert System (EAS) yang diadaptasi untuk konteks Indonesia. EAS sendiri adalah sistem peringatan bencana nasional yang digunakan di Amerika Serikat, dirancang untuk menyiarkan pesan-pesan gawat darurat melalui jaringan televisi dan radio.

Dalam berbagai unggahannya, kanal EAS Indonesia Concept mengadopsi metode EAS untuk menciptakan konten horor fiksi yang dikenal dengan istilah analog horror. Pada video yang menampilkan lambang garuda dengan latar biru tersebut, terlihat notifikasi peringatan darurat disertai dengan bunyi alarm morse dan alunan musik yang menciptakan suasana mencekam.

Gaya penyajian video pendek tersebut didesain menyerupai siaran televisi nasional TVRI dengan nuansa jadul tahun 1991. Isi dari video tersebut merupakan karya fiksi yang menceritakan tentang peringatan darurat yang ditujukan kepada masyarakat sipil Indonesia mengenai terdeteksinya aktivitas anomali oleh pihak pemerintah.

Anomali tersebut, yang diberi kode ANM-021 dan dinamai MESEM, digambarkan sebagai entitas menyeramkan tanpa rambut, hidung, atau mulut, namun memiliki tubuh manusia. Konsep horor ini menyatakan bahwa MESEM dapat meniru suara makhluk hidup dan membunuh dengan mengambil kepala korban, serta mengimbau agar warga tetap berada di dalam rumah.

Gaya narasi ambigu dan tema yang menarik menjadikan video ini sebagai hiburan semata dalam genre analog horor Indonesia. Meskipun tidak memiliki arti yang mendalam, video ini telah menarik perhatian banyak orang, termasuk artis Tanah Air yang mulai membagikan gambar Garuda Pancasila berwarna biru tua dengan tajuk “Peringatan Darurat.” Konten ini menjadi viral tak lama setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat usia peserta Pilkada 2024.

3 dari 4 halaman

Makna

Seruan ‘Peringatan Darurat’ yang viral di berbagai platform media sosial dan mesin pencari Google merupakan inisiatif masyarakat untuk bersama-sama memantau keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang pelaksanaan Pilkada 2024 yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Gerakan ini muncul sebagai respons atas beberapa putusan MK yang berpotensi mengubah dinamika politik menjelang Pilkada.

Salah satu putusan krusial MK adalah peninjauan ulang terhadap ambang batas atau threshold pencalonan kepala daerah yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK membuka peluang bagi partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD untuk mengajukan calon kepala daerah. Selain itu, syarat perolehan 20 persen kursi di DPR bagi partai politik untuk mengusung calon kepala daerah juga dihapuskan.

Putusan kedua yang menjadi sorotan adalah terkait ketentuan usia calon kepala daerah. MK menetapkan bahwa perhitungan usia untuk mencalonkan diri sebagai gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota dilakukan pada saat penetapan pasangan calon, bukan pada saat pelantikan. Hal ini berbeda dengan putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya yang menyatakan perhitungan usia dilakukan saat pelantikan. Putusan MK ini dinilai berdampak pada prospek pencalonan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, yang dikabarkan akan maju dalam Pilkada Jawa Tengah 2024. Di sisi lain, putusan MK mengenai ambang batas partai untuk pencalonan kepala daerah dianggap menguntungkan Anies Baswedan, yang sebelumnya diperkirakan tidak dapat diusung sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.

4 dari 4 halaman

Kaitan

Jika dikaitkan dengan putusan MK, tagar peringatan darurat menjadi isyarat bahwa ada upaya dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengakali putusan MK. Badan Legislasi (Baleg) DPR yang berencana merevisi UU Pilkada juga sudah menyatakan penolakannya terhadap putusan MK.

Perlu digarisbawahi bahwa putusan MK memiliki sifat final dan mengikat, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 24C UUD 1945. Ini berarti bahwa seluruh lembaga negara, termasuk DPR, Presiden, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), memiliki kewajiban hukum untuk mengimplementasikan putusan tersebut tanpa pengecualian. Dalam konteks ini, gerakan 'Peringatan Darurat Garuda Biru' dapat dipahami sebagai upaya warga negara untuk mengingatkan dan mengawasi agar integritas putusan MK tetap terjaga dan dilaksanakan sepenuhnya oleh seluruh elemen pemerintahan.

Melansir kanal Showbiz Liputan6.com, unggahan Peringatan Darurat menyala di medsos beberapa jam setelah Badan Legislatif (Baleg) DPR RI sepakat bahwa batas usia calon kepala daerah merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA), bukan MK.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.