Sukses

Komitmen Deden Siswanto pada Wastra Nusantara, Perjalanan Kreatif Sang Desainer

Deden Siswanto, seorang desainer dari Bandung, tetap setia pada koleksi Wastra Nusantara.

Liputan6.com, Jakarta Setiap orang tentu mendambakan untuk bekerja di bidang fashion. Ini diwujudkan oleh Desainer Fashion Deden Siswanto, yang kini dikenal sebagai desainer yang sering mengintegrasikan elemen-elemen budaya kaya Indonesia dalam setiap koleksinya. Dalam wawancaranya dengan Fimela, Deden Siswanto mengungkapkan bahwa ketertarikan terhadap fashion dimulainya sejak masa Sekolah Menengah Atas (SMA).

Namun, setelah menyelesaikan pendidikan, ia tidak langsung terjun sebagai desainer fashion, melainkan memulai kariernya di industri garmen.Setelah memperoleh banyak pengalaman selama bersekolah dan bekerja, Deden akhirnya memutuskan untuk fokus pada dunia fashion, khususnya fashion wanita. Pada tahun 1997, ia mengambil langkah untuk mendirikan usaha fashion-nya sendiri.

"Sejak awal saya memang memiliki ketertarikan pada fashion, di mana saya mulai belajar tentangnya sejak SMA. Setelah itu, saya bekerja di garmen, dan dari situ tumbuh keinginan untuk menjadi seorang fashion designer," ujar Deden Siswanto saat ditemui di butiknya yang terletak di Bandung, Jawa Barat.

Saat ini, Deden dikenal dengan ciri khas koleksi pakaiannya yang memadukan berbagai warna dan motif. Ia menjelaskan bahwa dalam setiap pakaian, terdapat kombinasi beberapa motif yang diimbangi dengan komposisi warna yang menarik, dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, Jum'at (23/8/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perhatikan Desain Fashion Wastra dengan Seksama.

Menurut Deden, ketertarikan awalnya terhadap dunia fashion muncul dari kecintaannya pada kain-kain yang kini dikenal sebagai wastra. Di fase awal karir profesionalnya, ia mengumpulkan berbagai jenis kain dari seluruh penjuru dunia, yang pada akhirnya menghasilkan desain yang mencerminkan berbagai era dan budaya. Dari situ, pria asal Bandung ini semakin fokus dalam mengembangkan wastra.

"Mengolah hal-hal yang berkaitan dengan budaya sudah menjadi bagian dari diri saya. Saya berusaha menggunakan kain atau wastra dari berbagai daerah, meskipun tidak selalu harus mengikuti motif tertentu. Saya lebih memperhatikan cara berpakaian serta bentuk dan potongan desainnya," ungkap Deden.

Pria yang lahir pada 29 Agustus 1968 ini menegaskan bahwa saat menciptakan koleksi dengan wastra lokal, ia tidak sembarangan, melainkan melalui riset yang mendalam.

"Saya perlu memahami terlebih dahulu filosofi dari kain tersebut, agar tidak terjadi kesalahan dalam penerapan motif batik yang dibuat," jelas Deden.

Desainer yang menjadi bagian dari Indonesia Fashion Chamber ini menyatakan bahwa ia selalu memiliki rencana agar tetap konsisten dalam menciptakan koleksi yang berbahan wastra nusantara.

"Dulu, saya hanya fokus pada pembuatan koleksi, sekarang perlu memikirkan bagaimana cara mengolahnya. Saya selalu memiliki rencana, mulai dari melihat motif, jenis kain—apakah itu batik, tenun, atau songket—hingga menentukan komposisi warna yang tepat, agar pakaian tersebut memiliki ciri khas tersendiri. Meskipun sama-sama menggunakan batik, saya berusaha agar hasilnya tetap berbeda. Dengan perencanaan yang matang, inspirasi, tema, dan alur cerita, saya berusaha agar pengolahan wastra atau budaya tidak terkesan kuno, tetapi tetap relevan dan dapat digunakan oleh masyarakat modern," lanjutnya.

3 dari 3 halaman

Pandangan Deden Siswanto terhadap Tren Wastra

Kang Deden, yang akrab disapa demikian, berpendapat bahwa generasi muda saat ini cenderung memilih tren yang sedang populer. Oleh karena itu, ia menyarankan agar mereka menggunakan potongan busana yang sedang hits.

"Tampilan yang sederhana juga menjadi pilihan, karena tidak merepotkan dalam pemakaiannya. Penting untuk memberikan edukasi tentang cara mengenakan wastra di era sekarang, serta bagaimana mereka dapat mengembangkan gaya pribadi yang unik, sehingga tidak semua terlihat sama," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa mengenakan kebaya seharusnya berasal dari keinginan sendiri, bukan karena paksaan, terutama dalam konteks masyarakat Indonesia.

"Contohnya, saat mengenakan hijab, penting untuk menemukan cara agar wastra dapat berpadu dengan gaya kebaya atau hijab, sehingga mereka tetap bisa tampil dengan hijab sambil mengenakan siluet kebaya. Bagi yang tidak berhijab, mengenakan kebaya juga bisa lebih praktis. Semua kembali lagi pada kreativitas dalam memilih kebaya dan menentukan motif yang akan digunakan, apakah akan diaplikasikan di bagian bawah saja atau terlihat di bagian atas dan bawah," jelasnya.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.