Sukses

Tunjangan Hari Raya dan Cara Menghitungnya, Jangan Sampai Salah

Tunjangan Hari Raya (THR) bukan hanya sekadar kewajiban finansial yang harus dipenuhi oleh perusahaan, tetapi juga merupakan bentuk apresiasi terhadap kontribusi karyawan.

Liputan6.com, Jakarta Tunjangan Hari Raya (THR) adalah hak berupa sejumlah uang yang wajib diberikan oleh perusahaan, kepada setiap karyawan menjelang perayaan hari raya keagamaan. Di Indonesia, pemberian THR umumnya bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri bagi umat Muslim, namun perusahaan juga berkewajiban memberikan THR sesuai dengan hari raya keagamaan yang dianut oleh karyawan lainnya, seperti Natal, Nyepi, Waisak, atau Imlek.

Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan bentuk penghargaan dari perusahaan, atas kontribusi dan kerja keras karyawan selama satu tahun. Pemberian THR ini telah diatur dalam undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan di Indonesia, di mana mengharuskan setiap perusahaan memberikan THR paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.

Jumlah THR yang diterima oleh karyawan biasanya setara dengan satu bulan gaji untuk karyawan yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih, sementara karyawan dengan masa kerja kurang dari 12 bulan menerima THR secara proporsional, atau sesuai dengan lama mereka bekerja.

Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) juga memiliki aspek sosial dan budaya yang penting, karena mendukung karyawan dalam merayakan hari besar keagamaan dengan lebih layak, bersama keluarga dan orang-orang terdekat. Hal ini tidak hanya berkontribusi pada kesejahteraan karyawan, tetapi juga meningkatkan loyalitas dan motivasi mereka dalam bekerja.

Berikut ini cara menghitung besar tunjangan hari raya yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (27/8/2024).

2 dari 4 halaman

Pengertian Tunjangan Hari Raya

 Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan merupakan hak yang melekat pada setiap pekerja atau buruh di Indonesia. Pemberian THR menjadi salah satu bentuk tanggung jawab perusahaan kepada karyawannya, sebagai upaya untuk memastikan kesejahteraan mereka.

THR terutama diberikan untuk menghadapi kebutuhan yang meningkat selama hari raya keagamaan. THR ini wajib diberikan kepada seluruh pekerja atau buruh yang telah memiliki masa kerja minimal satu bulan secara terus menerus, tanpa memandang jenis perjanjian kerja yang mereka miliki.

Baik pekerja yang terikat dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) maupun Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), serta pekerja atau buruh harian lepas, semuanya memiliki hak yang sama atas THR, selama mereka memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Peraturan yang mengatur pemberian THR ini sangat jelas dan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Tunjangan ini wajib diberikan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan, sehingga karyawan memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan kebutuhan mereka.

Dalam rangka memastikan seluruh pekerja atau buruh menerima hak mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah membuka Posko THR. Posko ini berfungsi sebagai pusat konsultasi dan pengaduan bagi pekerja yang mengalami kesulitan atau ketidakjelasan terkait perhitungan THR.

Melalui posko ini, pekerja dapat mengajukan pertanyaan dan mendapatkan penjelasan yang diperlukan, baik secara langsung melalui tatap muka atau secara online. Kemnaker menyediakan layanan online yang dapat diakses melalui situs poskothr.kemnaker.go.id, selain juga menyediakan layanan call center di nomor 1500-630 dan layanan WhatsApp di nomor 08119521151.

Keberadaan Posko THR ini menunjukkan keseriusan pemerintah, dalam melindungi hak-hak pekerja dan memastikan bahwa seluruh perusahaan mematuhi ketentuan yang berlaku. Pemberian THR yang adil dan tepat waktu tidak hanya membantu meningkatkan kesejahteraan pekerja, tetapi juga menciptakan hubungan industrial yang harmonis antara pekerja dan perusahaan.

Pekerja yang merasa hak-haknya dihormati cenderung memiliki loyalitas yang lebih tinggi dan semangat kerja yang lebih baik, yang pada akhirnya juga akan menguntungkan perusahaan itu sendiri. Di sisi lain, kelalaian dalam memenuhi kewajiban pemberian THR dapat berujung pada ketidakpuasan pekerja, menurunnya produktivitas, dan bahkan konflik industrial yang merugikan kedua belah pihak.

 

3 dari 4 halaman

Cara Menghitung Besaran Tunjangan Hari Raya (THR)

Besaran THR yang diterima oleh seorang karyawan dihitung berdasarkan dua faktor utama, yaitu masa kerja dan jumlah gaji yang diterima oleh karyawan tersebut. Bagi karyawan yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih secara terus-menerus, mereka berhak menerima THR sebesar satu bulan gaji penuh. Ini berarti jika seorang karyawan memiliki gaji bulanan sebesar Rp10.000.000, maka ia berhak menerima THR sebesar Rp10.000.000, yang akan diberikan menjelang hari raya keagamaan.

Namun, THR tidak hanya diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama satu tahun atau lebih. Bagi karyawan yang baru bekerja selama satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, perhitungan THR dilakukan secara proporsional.

Ini berarti THR yang diterima karyawan tersebut akan disesuaikan dengan lama masa kerja mereka di perusahaan. Perhitungan ini dilakukan dengan rumus: (Masa Kerja / 12) x 1 Bulan Gaji. Rumus ini memastikan bahwa karyawan tetap mendapatkan haknya secara adil, meskipun masa kerja mereka belum mencapai satu tahun penuh.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang cara perhitungan THR proporsional, berikut adalah contoh kasus yang sering ditemui di perusahaan. Misalkan seorang karyawan bernama Andi baru bekerja di PT. A selama 6 bulan dengan gaji bulanan sebesar Rp10.000.000.

Dalam hal ini, Andi berhak menerima THR sebesar Rp5.000.000. Perhitungan ini didasarkan pada rumus yang telah disebutkan sebelumnya: (6/12) x Rp10.000.000, yang hasilnya adalah Rp5.000.000. Dengan demikian, meskipun Andi baru bekerja selama setengah tahun, ia tetap menerima THR yang sesuai dengan masa kerja yang telah ia jalani.

Perlu diingat bahwa gaji bulanan yang dijadikan dasar perhitungan THR adalah gaji bersih tanpa tunjangan yang bersifat tidak tetap. Dalam hal ini, gaji pokok serta tunjangan tetap yang diterima karyawan menjadi acuan utama dalam perhitungan.

Gaji bersih adalah jumlah yang diterima karyawan setelah dikurangi pajak dan potongan lain yang berlaku. Hal ini memastikan bahwa perhitungan THR dilakukan berdasarkan angka yang mewakili pendapatan riil yang diterima oleh karyawan, sehingga lebih adil dan sesuai dengan kondisi keuangan karyawan.

 

4 dari 4 halaman

Sanksi bagi Pengusaha yang Terlambat atau Tidak Membayar THR

Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja atau buruh merupakan kewajiban mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap pengusaha di Indonesia. THR, yang harus dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan, adalah bentuk penghargaan kepada karyawan atas kontribusi mereka selama bekerja.

Namun, dalam praktiknya, ada saja pengusaha yang terlambat atau bahkan tidak memenuhi kewajiban ini. Pelanggaran semacam ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan karyawan, tetapi juga berimplikasi serius pada perusahaan itu sendiri, karena pemerintah Indonesia telah menetapkan sanksi yang tegas bagi pengusaha yang lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran THR.

Bagi pengusaha yang terlambat membayar THR, pemerintah menetapkan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan. Denda ini mulai berlaku sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pembayaran, yaitu tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Artinya, jika seorang pengusaha tidak membayarkan THR tepat waktu, mereka akan dikenai tambahan biaya yang secara langsung meningkatkan jumlah uang yang harus dikeluarkan.

Pengenaan denda ini bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pengusaha agar lebih disiplin, dalam memenuhi kewajiban mereka. Namun, penting untuk dicatat bahwa meskipun pengusaha telah membayar denda, kewajiban utama mereka untuk membayar THR tetap tidak boleh diabaikan. Denda tersebut tidak menggantikan kewajiban pembayaran THR, melainkan hanya sebagai tambahan hukuman atas keterlambatan yang terjadi.

Selain denda, pengusaha yang tidak membayar THR kepada pekerja atau buruh juga berisiko menghadapi sanksi administratif yang lebih serius. Sanksi administratif ini mencakup beberapa bentuk tindakan yang dapat berdampak signifikan pada operasional perusahaan. Pertama, pengusaha akan menerima teguran tertulis dari pemerintah. Teguran ini adalah peringatan resmi yang menegaskan bahwa perusahaan tersebut telah melanggar peraturan yang berlaku dan harus segera memperbaiki kesalahannya.

Jika teguran tertulis ini tidak diindahkan, pemerintah dapat mengambil langkah lebih lanjut dengan membatasi kegiatan usaha perusahaan tersebut. Pembatasan ini dapat mencakup larangan terhadap perusahaan untuk menjalankan aktivitas bisnis tertentu, yang secara langsung dapat mengurangi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan.

Dalam kasus yang lebih serius, pemerintah memiliki kewenangan untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh alat produksi perusahaan. Langkah ini merupakan tindakan yang sangat tegas, karena penghentian operasional alat produksi dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi perusahaan.