Liputan6.com, Jakarta - Gempa berkekuatan 5,5 - 5,8 Magnitudo mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya pada Senin, 26 Agustus 2024 pukul 19.57 WIB. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa pusat gempa berada di laut, 107 km arah barat daya Gunungkidul dengan kedalaman 42 km.
Baca Juga
Gempa Jogja akibat berada di zona megathrust ini tergolong sebagai gempa dangkal yang terjadi di zona subduksi selatan Yogyakarta.
Advertisement
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengonfirmasi bahwa gempa Jogja yang disebut akibat megathrust tersebut disebabkan oleh deformasi batuan di bidang kontak antar lempeng. Analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme naik (thrust), yang khas untuk gempa di zona megathrust.
Meskipun berada di zona rawan gempa besar, BMKG menegaskan bahwa gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Dampak gempa Jogja di zona megathrust ini dirasakan cukup luas, mencakup wilayah Sleman, Yogyakarta, Kulonprogo, dan Bantul dengan skala intensitas III-IV MMI (Modified Mercalli Intensity). Getaran juga terasa hingga ke wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan intensitas yang lebih rendah.
Daryono dalam cuitannya di platform X menyatakan, "Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalamannya, gempa selatan Gn. Kidul M5,5 merupakan jenis gempa dangkal akibat deformasi batuan di bidang kontak antar lempeng (megathrust)."
Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Selasa (27/8/2024).
Lokasi Terdampak dan Kekuatan Gempa
Gempa Jogja akibat berada di zona megathrust yang terjadi pada 26 Agustus 2024 memiliki karakteristik yang khas. Melansir dari laporan BMKG, pusat gempa atau episenter berada di laut, tepatnya 107 km arah barat daya Gunungkidul. Kedalaman gempa tercatat 42 km, yang mengklasifikasikannya sebagai gempa dangkal.
Kekuatan gempa ini awalnya terdeteksi sebesar 5,8 Magnitudo, namun kemudian direvisi menjadi 5,5 Magnitudo setelah analisis lebih lanjut. Meskipun tidak tergolong gempa besar, getarannya cukup terasa di berbagai wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.
Daryono, dalam cuitannya di platform X menjelaskan, "Lokasi hiposenter Gempa Gn Kidul M5,5 tadi malam pada penampang melintang zona subduksi di selatan Yogyakarta." Pernyataan ini menegaskan bahwa gempa Jogja akibat berada di zona megathrust terjadi di zona subduksi, area di mana lempeng tektonik bertemu dan salah satunya menyusup di bawah yang lain.
Penyebab Gempa Aktivitas di Sekitar Megathrust
Gempa Jogja akibat berada di zona megathrust ini terjadi karena adanya aktivitas di zona megathrust. Zona ini merupakan area pertemuan antara dua lempeng tektonik, di mana satu lempeng menyusup di bawah lempeng lainnya dalam proses yang disebut subduksi.
Daryono dari BMKG menjelaskan, "Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalamannya, gempa selatan Gn. Kidul M5,5 merupakan jenis gempa dangkal akibat deformasi batuan di bidang kontak antar lempeng (megathrust)." Pernyataan ini menegaskan bahwa gempa disebabkan oleh pergerakan batuan di zona pertemuan lempeng.
Lebih lanjut, analisis mekanisme sumber yang dilakukan BMKG menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme naik (thrust). Karakteristik ini khas untuk gempa yang terjadi di zona megathrust, di mana satu lempeng bergerak naik terhadap lempeng lainnya.
Intensitas dan Dampak Gempa
Gempa Jogja akibat berada di zona megathrust ini dirasakan dengan intensitas yang bervariasi di berbagai wilayah. Melansir dari laporan BMKG, getaran paling kuat dirasakan di Sleman, Yogyakarta, Kulonprogo, dan Bantul dengan skala intensitas III-IV MMI (Modified Mercalli Intensity).
Getaran gempa juga terasa hingga ke wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, meskipun dengan intensitas yang lebih rendah. Di wilayah seperti Karangkates, Malang, Pacitan, Nganjuk, Trenggalek, Madiun, Kediri, Blitar, Cilacap, Banyumas, Solo, Surakarta, dan Klaten, gempa dirasakan dengan skala intensitas II-III MMI.
Meskipun getarannya cukup luas, gempa ini tidak menimbulkan kerusakan parah. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY melaporkan adanya kerusakan ringan pada beberapa bangunan.
Melansir dari Antara, Kepala Pelaksana BPBD DIY, Noviar Rahmad, menyatakan, "Rata-rata kerusakan bangunan. Rumah mereka banyak yang retak-retak." Tidak ada laporan korban jiwa atau luka-luka akibat gempa ini.
Advertisement
Tak Potensi Tsunami dan Gempa Susulan 77 Kali
Meski gempa Jogja akibat berada di zona megathrust ini terjadi di zona yang berpotensi menghasilkan gempa besar dan tsunami, BMKG menegaskan bahwa gempa kali ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Daryono dari BMKG menyatakan, "Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempabumi Gn Kidul M5,5 yang terjadi TIDAK BERPOTENSI TSUNAMI."
Namun, gempa ini diikuti oleh serangkaian gempa susulan. Melansir dari laporan BMKG, hingga Selasa (27/8/2024) pukul 07.00 WIB, telah terjadi 77 kali aktivitas gempa bumi susulan (aftershock) dengan magnitudo terbesar 4,0 dan magnitudo terkecil 2,3.
Meskipun gempa susulan ini umumnya lebih kecil dari gempa utama, masyarakat tetap diimbau untuk waspada. BMKG terus melakukan pemantauan terhadap aktivitas seismik di wilayah tersebut.
Catatan Kerusakan yang Terjadi
Pemerintah daerah, melalui BPBD DIY, segera merespons gempa Jogja akibat berada di zona megathrust ini dengan melakukan pendataan kerusakan dan penyaluran bantuan.
Noviar Rahmad dari BPBD DIY menyatakan, "Kami sekarang sedang melakukan distribusi logistik kepada keluarga terdampak yang ada di Kabupaten Gunungkidul, Kulon Progo, dan Bantul."
Bantuan yang disalurkan meliputi paket permakanan, terpal, dan selimut. Penerima bantuan adalah keluarga yang rumahnya mengalami kerusakan ringan akibat gempa, dengan total 52 Kepala Keluarga (KK) di tiga kabupaten.
Sementara itu, masyarakat diimbau untuk tetap tenang namun waspada.
Noviar menegaskan, "Warga agar tidak panik, kemudian tetap waspada, siaga menghadapi bencana lebih lanjut yang mungkin sewaktu-waktu terjadi." Masyarakat juga diminta untuk selalu memperbarui informasi dari sumber resmi dan mengikuti panduan dari pemerintah daerah.