Liputan6.com, Jakarta Kabar menggemparkan tentang MH370 ditemukan kembali viral di media sosial belakangan ini. Setelah hampir satu dekade menghilang secara misterius, klaim penemuan pesawat Malaysia Airlines MH370 menarik perhatian publik global. Namun, apakah benar MH370 ditemukan?
Baca Juga
Advertisement
Seorang ilmuwan Australia mengklaim telah menemukan lokasi jatuhnya MH370 di Samudra Hindia bagian selatan. Ia menyatakan bahwa MH370 ditemukan di sebuah palung dalam di ujung timur Broken Ridge. Klaim ini tentunya membangkitkan harapan baru bagi keluarga korban yang selama ini menanti kepastian nasib MH370.
Meski demikian, klaim MH370 ditemukan ini masih perlu diverifikasi lebih lanjut oleh pihak berwenang. Sebelum ada konfirmasi resmi, penting mengetahui fakta-fakta seputar kasus MH370 dan klaim penemuan terbaru ini.
Berikut adalah informasi lengkap yang perlu kamu ketahui, yang telah Liputan6.com rangkum, pada Rabu (28/8/2024).
Latar Belakang Hilangnya MH370
Penerbangan MH370 milik Malaysia Airlines hilang kontak pada 8 Maret 2014 dalam perjalanan dari Kuala Lumpur menuju Beijing. Pesawat Boeing 777-200ER tersebut membawa 227 penumpang dan 12 awak. Hilangnya MH370 memicu operasi pencarian terbesar dalam sejarah penerbangan, melibatkan lebih dari 20 negara. Pesawat tersebut menghilang dari radar sekitar satu jam setelah lepas landas, dengan komunikasi terakhir dari kokpit yang berbunyi "Selamat malam, Malaysian Three Seven Zero".
Berdasarkan analisis data satelit oleh perusahaan Inmarsat, MH370 diduga berbelok dari rute aslinya dan terbang ke arah selatan Samudra Hindia. Pencarian intensif dilakukan di area seluas 120.000 kilometer persegi, melibatkan kapal dan pesawat dari berbagai negara.
Meskipun beberapa pecahan yang diduga berasal dari MH370 ditemukan di pantai-pantai Afrika Timur dan pulau-pulau di Samudra Hindia, lokasi utama pesawat tetap tidak ditemukan. Operasi pencarian resmi akhirnya dihentikan pada Januari 2017 tanpa hasil konklusif, meninggalkan misteri yang hingga kini belum terpecahkan dan memunculkan berbagai teori konspirasi.
Klaim Terbaru oleh Ilmuwan Australia
Pada Agustus 2024, seorang ilmuwan bernama Vincent Lyne dari University of Tasmania's Institute for Marine and Antarctic Studies mengklaim telah menemukan lokasi MH370. Dalam makalah penelitiannya berjudul "Final Two Communications from MH370 Suggest Controlled Eastward Descent", Lyne menyatakan bahwa MH370 diduga berada di palung sedalam 6.000 meter di ujung timur Broken Ridge, Samudra Hindia bagian selatan. Lokasi ini ditemukan berdasarkan titik perpotongan garis bujur Bandara Penang dengan jalur simulator penerbangan milik pilot MH370, yang sebelumnya dianggap tidak relevan oleh FBI.
Lyne berpendapat bahwa hilangnya MH370 bukan karena kehabisan bahan bakar, melainkan aksi sengaja pilot untuk "menghilang sempurna". Ia mendasarkan teorinya pada analisis dua komunikasi terakhir dari pesawat dan perbandingan dengan kasus pendaratan darurat lainnya. Lyne juga menyatakan bahwa kerusakan pada sayap dan flap MH370 mirip dengan pendaratan darurat terkendali US Airways 1549 di Sungai Hudson tahun 2009, yang terkenal sebagai "Miracle on the Hudson".
Lebih lanjut, Lyne yakin MH370 masih memiliki bahan bakar serta mesin berfungsi saat mendarat di air, bukan jatuh bebas seperti yang diduga sebelumnya. Ia menggambarkan lokasi yang diusulkan sebagai "tempat persembunyian sempurna" karena karakteristik geografisnya yang kompleks, termasuk tebing curam dan lubang-lubang dalam yang dikelilingi oleh punggungan besar.
Advertisement
Analisis dan Kontroversi
Klaim Lyne menimbulkan perdebatan sengit di kalangan ahli penerbangan dan investigator. Beberapa pihak mendukung teori pendaratan terkendali, termasuk mantan investigator kecelakaan udara Kanada, Larry Vance. Vance sebelumnya telah menyatakan bahwa analisis puing-puing MH370 menunjukkan pesawat melakukan pendaratan terkendali, bukan jatuh bebas. Dukungan ini memberikan kredibilitas tambahan pada teori Lyne.
Namun, banyak ahli masih skeptis dan menganggap bukti yang ada belum cukup kuat. Mereka menunjukkan bahwa data satelit yang ada tidak sepenuhnya mendukung teori pendaratan terkendali. Selain itu, lokasi yang disebut Lyne berada di area yang sangat dalam dan sulit dijangkau, dengan kedalaman mencapai 6.000 meter. Hal ini menambah tantangan signifikan untuk verifikasi dan potensi operasi pencarian di masa depan.
Kontroversi lain muncul karena Lyne menggunakan data simulator pilot yang sebelumnya telah dianggap "tidak relevan" oleh FBI dan pihak berwenang Malaysia. Penggunaan kembali data ini menimbulkan pertanyaan tentang mengapa informasi tersebut diabaikan dalam investigasi sebelumnya dan apakah ada aspek-aspek lain dari penyelidikan yang perlu ditinjau ulang.
Perdebatan ini juga menyentuh isu sensitif tentang kemungkinan tindakan pilot. Sementara beberapa pihak mendukung teori ini, yang lain menganggapnya terlalu spekulatif dan potensial merugikan reputasi awak pesawat tanpa bukti konklusif. Kontroversi ini menunjukkan bahwa meskipun ada perkembangan baru, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab seputar nasib MH370, dan setiap klaim baru perlu dievaluasi dengan sangat hati-hati.
Tanggapan Pihak Berwenang
Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari otoritas penerbangan Malaysia atau Australia terkait klaim terbaru ini. Keputusan untuk melakukan pencarian baru di lokasi yang disebut Lyne akan bergantung pada penilaian pihak berwenang dan perusahaan pencarian. Sikap hati-hati dari pihak berwenang ini mencerminkan kompleksitas kasus MH370 dan pentingnya verifikasi menyeluruh sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
Otoritas penerbangan kedua negara diketahui sedang mengevaluasi temuan Lyne dengan cermat. Mereka berkonsultasi dengan ahli oceanografi, ahli penerbangan, dan analis data untuk menilai kredibilitas klaim tersebut. Proses ini melibatkan pemeriksaan ulang data yang ada, termasuk informasi satelit dan analisis puing-puing yang telah ditemukan sebelumnya.
Tantangan utama yang dihadapi pihak berwenang adalah keseimbangan antara harapan publik untuk menemukan jawaban dan keterbatasan sumber daya serta teknologi yang tersedia. Pencarian sebelumnya telah menghabiskan ratusan juta dolar dan melibatkan teknologi canggih, namun tidak berhasil menemukan pesawat. Oleh karena itu, setiap keputusan untuk melanjutkan pencarian harus didasarkan pada bukti yang kuat dan kemungkinan keberhasilan yang signifikan.
Pihak berwenang juga harus mempertimbangkan implikasi diplomatik dan logistik dari pencarian baru. Lokasi yang diusulkan berada di perairan internasional yang dalam dan terpencil, memerlukan koordinasi internasional yang kompleks dan peralatan khusus untuk pencarian dan pengangkatan potensial.
Meski menarik, klaim penemuan MH370 oleh Vincent Lyne masih memerlukan verifikasi lebih lanjut. Penting bagi publik untuk bersikap kritis dan menunggu konfirmasi resmi dari pihak berwenang. Misteri MH370 tetap menjadi salah satu teka-teki terbesar dalam sejarah penerbangan modern, mengingatkan kita akan pentingnya keselamatan dan teknologi pelacakan yang lebih canggih dalam industri penerbangan.
Kasus ini telah mendorong perubahan signifikan dalam protokol keselamatan penerbangan global. Sejak hilangnya MH370, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) telah menerapkan aturan baru yang mengharuskan pesawat melaporkan posisinya setiap 15 menit saat berada di atas lautan. Beberapa maskapai juga telah mengadopsi sistem pelacakan real-time yang lebih canggih.
Terlepas dari hasil akhirnya nanti, kasus MH370 telah menjadi katalis untuk peningkatan standar keamanan dan pelacakan pesawat secara global. Ini juga telah meningkatkan kesadaran publik tentang kompleksitas dan tantangan dalam penerbangan komersial modern. Semoga di masa depan, pelajaran berharga dari hilangnya MH370 dapat mencegah terjadinya tragedi serupa dan memberikan ketenangan pikiran yang lebih besar bagi para pelancong udara di seluruh dunia.
Advertisement