Liputan6.com, Jakarta Gangguan buatan, atau yang lebih dikenal dengan nama factitious disorder, adalah sebuah kondisi mental yang langka dan sering kali sulit untuk dipahami. Gangguan ini ditandai dengan perilaku seseorang yang sengaja berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan gejala penyakit demi mendapatkan perhatian atau simpati dari orang lain.
Berbeda dengan malingering, di mana seseorang berpura-pura sakit untuk mendapatkan keuntungan eksternal seperti uang atau menghindari tanggung jawab, penderita factitious disorder lebih didorong oleh kebutuhan psikologis yang mendalam. Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal menunjukkan tanda-tanda gangguan ini, sangat penting untuk mencari bantuan profesional untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.
Untuk memahami lebih dalam mengenai factitious disorder, simak penjelasannya dari berbagai sumber yang dilansir oleh Liputan6.com pada Senin (2/9/2024).
Advertisement
1. Apa itu factitious disorder?
Gangguan fiktif adalah suatu kondisi mental di mana seseorang dengan sengaja menciptakan atau memalsukan gejala penyakit pada dirinya sendiri atau orang lain. Kondisi ini sangat kompleks dan sulit terdeteksi karena penderita sering kali memiliki pengetahuan medis yang cukup untuk membuat gejalanya tampak meyakinkan. Dalam beberapa kasus, penderita bahkan bersedia menjalani prosedur medis yang berisiko atau menyakitkan hanya untuk mempertahankan kebohongannya.
Gangguan ini terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu Factitious Disorder Imposed on Self (Munchausen Syndrome) dan Factitious Disorder Imposed on Another (Munchausen Syndrome by Proxy).
Seseorang dengan gangguan Factitious Disorder Imposed on Self akan membuat dirinya terlihat sakit dengan cara menciptakan atau memalsukan gejala penyakit. Mereka mungkin melukai diri sendiri, meminum obat tertentu untuk menimbulkan efek samping, atau mengarang cerita medis yang rumit untuk meyakinkan tenaga medis bahwa mereka benar-benar sakit.
Factitious Disorder Imposed on Another adalah kondisi di mana seseorang, biasanya orang tua atau pengasuh, membuat atau memalsukan gejala penyakit pada orang lain, biasanya anak-anak, untuk mendapatkan perhatian sebagai pahlawan yang merawat orang yang sakit. Ini adalah bentuk penyalahgunaan yang serius dan bisa berdampak sangat buruk pada kesehatan korban.
Advertisement
2. Penyebab dan faktor risiko
Penyebab pasti dari gangguan factitious disorder masih belum sepenuhnya dipahami. Namun, ada beberapa faktor risiko yang mungkin berperan dalam perkembangan kondisi ini:
1. Riwayat trauma atau penyalahgunaan
Banyak individu yang menderita gangguan factitious disorder memiliki latar belakang trauma, kekerasan, atau penelantaran di masa kecil. Mereka mungkin mencari perhatian atau perawatan yang tidak mereka dapatkan sebelumnya melalui perilaku ini.
2. Pengalaman dalam dunia medis
Penderita sering kali memiliki pengetahuan medis yang cukup atau pernah bekerja di lingkungan medis. Pengalaman ini memungkinkan mereka untuk meniru gejala penyakit dengan cara yang sulit dikenali sebagai palsu.
3. Gangguan kepribadian
Banyak penderita gangguan factitious disorder juga memiliki gangguan kepribadian lain, seperti borderline personality disorder, yang dapat memengaruhi cara mereka melihat diri sendiri dan dunia di sekitar mereka. Dengan memahami faktor-faktor risiko ini, kita dapat lebih baik dalam mengenali dan memberikan dukungan kepada mereka yang menderita gangguan ini.
3. Tanda-tanda factitious disorder
Mendeteksi gangguan factitious bisa menjadi tugas yang sangat sulit karena penderitanya biasanya sangat pandai menyembunyikan kebohongannya. Namun, ada beberapa tanda yang bisa diwaspadai, antara lain:
1. Riwayat medis yang tidak konsisten
Penderita gangguan factitious sering memiliki riwayat medis yang penuh dengan perawatan atau penyakit yang tidak konsisten, tidak jelas, atau sulit dijelaskan.
2. Ketergantungan pada rumah sakit
Mereka mungkin sering berpindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain atau menemui banyak dokter berbeda untuk menghindari kecurigaan.
3. Gejala yang hilang ketika tidak diawasi
Gejala yang mereka keluhkan mungkin tiba-tiba membaik ketika tidak diawasi atau saat berada di luar lingkungan medis.
4. Pengetahuan medis yang luas
Penderita sering kali memiliki pengetahuan yang luar biasa tentang kondisi medis yang mereka klaim menderita, terkadang lebih banyak daripada orang awam.
Advertisement
3. Penanganan dan pengobatan
Penanganan gangguan factitious disorder sangatlah kompleks dan sering kali memerlukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu. Terapi psikologis menjadi metode utama dalam mengatasi gangguan ini, namun sayangnya, motivasi penderita untuk terlibat dalam terapi sering kali rendah karena mereka tidak menyadari adanya masalah. Oleh karena itu, pendekatan yang penuh empati dan tidak menghakimi sangat penting untuk membangun hubungan kepercayaan dengan penderita.
Selain itu, melibatkan keluarga dan orang-orang terdekat dalam proses penyembuhan juga sangat penting. Dukungan dan pemahaman dari mereka bisa menjadi kunci untuk membantu penderita factitious disorder mengatasi gangguan ini.
Pentingnya kesadaran dan edukasi
Factitious disorder sering kali kurang mendapatkan perhatian karena kerumitannya dan sifatnya yang tersembunyi. Oleh sebab itu, kesadaran dan edukasi yang lebih luas mengenai gangguan ini sangat penting, baik di kalangan tenaga medis maupun masyarakat umum, untuk mencegah dan mengidentifikasi kasus-kasus yang mungkin terabaikan.
Memahami factitious disorder bukanlah hal yang mudah, namun dengan pengetahuan dan empati, kita bisa lebih peka terhadap tanda-tanda gangguan ini dan membantu mereka yang membutuhkan. Sahabat Fimela, jika Anda merasa mengenal seseorang yang mungkin menderita gangguan ini, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Tindakan pencegahan dan intervensi dini bisa sangat membantu dalam mengatasi masalah ini.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence