Sukses

Uskup Roma yang Pernah ke Indonesia, Terbaru Paus Fransiskus Setelah 35 Tahun Berlalu

Setiap kunjungan Uskup Roma ke Indonesia juga mencerminkan perkembangan hubungan diplomatik dan kerohanian antara kedua negara.

Liputan6.com, Jakarta Kunjungan pemimpin tertinggi Gereja Katolik ke Indonesia selalu menjadi peristiwa yang dinantikan dan memiliki makna mendalam, tidak hanya bagi umat Katolik tetapi juga bagi seluruh masyarakat. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia namun juga memiliki keragaman agama yang kaya, Indonesia menjadi tempat yang unik dan penting dalam konteks dialog antaragama.

Siapa saja Uskup Roma yang pernah ke Indonesia? Sejarah mencatat, Paus Paulus VI menjadi Paus pertama yang mengunjungi Indonesia pada tahun 1970. Kunjungan bersejarah ini membuka jalan bagi hubungan yang lebih erat antara Vatikan dan Indonesia, sekaligus menegaskan pentingnya peran Indonesia dalam peta geopolitik dan keagamaan dunia.

Uskup Roma yang pernah ke Indonesia ini menjadi tonggak penting dalam sejarah Gereja Katolik, di mana memberikan semangat baru bagi umat yang menjadi minoritas di negeri ini. Bahkan setelah jeda yang cukup panjang, wacana tentang kunjungan Paus ke Indonesia kembali mencuat dengan rencana kunjungan Paus Fransiskus dalam rangka perjalanan Apostolik.

Setiap kunjungan Uskup Roma ke Indonesia juga mencerminkan perkembangan hubungan diplomatik dan kerohanian antara kedua negara. Selain memperkuat ikatan spiritual dengan umat Katolik, kunjungan ini juga menegaskan posisi Indonesia sebagai negara yang menghargai keberagaman dan kebebasan beragama. Berikut ini sejarah panjang tentang Uskup Roma yang pernah ke Indonesia dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (3/9/2024). 

2 dari 4 halaman

Kunjungan Paus Fransiskus ke Kawasan Asia Pasifik

Paus Fransiskus akan melakukan perjalanan Apostolik yang sangat dinantikan ke kawasan Asia Pasifik dari tanggal 2 hingga 13 September 2024. Perjalanan ini akan mencakup kunjungan ke empat negara, yaitu Indonesia, Timor Leste, Papua Nugini dan Singapura.

Indonesia menjadi negara pertama yang akan dikunjungi oleh Paus Fransiskus dalam rangkaian lawatan ini. Dijadwalkan tiba di Jakarta pada hari Selasa, 3 September 2024, kunjungan ini akan menjadi momen bersejarah, mengingat ini adalah kunjungan pertama Pemimpin Umat Katolik dunia ke Indonesia setelah 35 tahun.

Perjalanan Apostolik ke Asia Pasifik ini menandai salah satu perjalanan terpanjang dalam masa kepausan Paus Fransiskus yang telah berlangsung selama 11 tahun. Dengan usia 87 tahun, Paus Fransiskus akan menjalani perjalanan yang bahkan lebih lama dari lawatan sebelumnya ke Amerika pada awal masa kepausannya. Kunjungan ini mencerminkan komitmen kuat Paus Fransiskus dalam menjalin dialog antar agama, dan mempererat hubungan dengan negara-negara di kawasan ini.

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan keragaman agama yang kaya, memiliki arti khusus dalam kunjungan ini. Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada September 2024 menjadi momen yang sangat dinantikan oleh berbagai kalangan, bukan hanya oleh umat Katolik, tetapi juga oleh masyarakat Indonesia secara luas. Selama empat hari kunjungan, dari tanggal 3 hingga 6 September 2024, berbagai kegiatan telah dijadwalkan untuk mempererat hubungan antara komunitas Katolik dan masyarakat Indonesia yang beragam.

 

3 dari 4 halaman

Uskup Roma yang Pernah ke Indonesia

1. 1970 - Paus Paulus VI

Pada tahun 1970, ketika Vatikan dipimpin oleh Paus Paulus VI, beliau melakukan kunjungan ke Indonesia dalam rangka perjalanan menuju Konferensi Uskup-uskup Pan-Asia di Manila, Filipina, serta Konferensi Uskup-uskup Australia dan Oceania di Sydney, Australia.

Kunjungan ini menjadi momen bersejarah, karena menandai persinggahan seorang Paus di Indonesia. Dalam perjalanannya menuju kedua konferensi tersebut, Paus Paulus VI memutuskan untuk beristirahat satu malam di Jakarta, Indonesia. Meskipun kunjungan ini tidak direncanakan sebagai kunjungan resmi kenegaraan, pemerintah Indonesia yang saat itu dipimpin oleh Presiden Soeharto, menyambut kedatangan Paus Paulus VI dengan hangat dan penuh penghormatan.

Pada bulan September 1970, Presiden Soeharto bersama Ibu Negara secara pribadi menjemput Paus Paulus VI di Lapangan Terbang Kemayoran, Jakarta. Kedatangan Paus Paulus VI disambut dengan penuh rasa hormat, meskipun tanpa upacara kenegaraan resmi.

Setelah tiba, Paus Paulus VI langsung menuju Kedutaan Besar Takhta Suci Vatikan di Jakarta, di mana beliau mengadakan pembicaraan dengan Presiden Soeharto dan sejumlah pejabat penting lainnya. Dalam pertemuan tersebut, Paus Paulus VI menyampaikan niatnya untuk kembali mengunjungi Indonesia. Janji ini kemudian terealisasi pada tanggal 3-4 Desember 1970, ketika Paus Paulus VI kembali ke Indonesia dalam kunjungan resmi yang menjadi yang pertama kalinya oleh seorang Paus ke negeri ini.

2.  1989 - Kunjungan Paus Yohanes Paulus II

Kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia pada tahun 1989 adalah peristiwa bersejarah yang sangat penting, tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Pada saat itu, Paus Yohanes Paulus II, yang dikenal sebagai "Paus Musafir" karena seringnya melakukan perjalanan apostolik ke berbagai negara, mengunjungi Indonesia dalam rangkaian kunjungan pastoral yang panjang dan penuh makna.

Paus Yohanes Paulus II adalah pemimpin Vatikan yang sangat aktif dalam menjalankan tugas-tugas kepausan di seluruh dunia. Dalam bukunya yang berjudul Paus Yohanes Paulus II, Musafir Dari Polandia, Trias Kuncahyono menyebutkan bahwa tidak ada dalam sejarah Gereja maupun kepausan seorang Paus yang melakukan perjalanan baik di dalam maupun luar negeri sebanyak Paus Yohanes Paulus II.

Selama masa kepausannya, ia telah melakukan 104 perjalanan pastoral ke luar negeri dan melakukan lebih dari 146 perjalanan di Italia, mengunjungi 301 paroki. Jarak yang ditempuhnya selama perjalanan-perjalanan tersebut setara dengan mengelilingi bumi sebanyak 31 kali atau melakukan tiga setengah kali perjalanan dari bumi ke bulan.

Pada tahun 1989, Paus Yohanes Paulus II memutuskan untuk mengunjungi Indonesia. Namun, sebelum kunjungan tersebut terlaksana, Paus sempat mempertimbangkan untuk menunda kunjungannya karena kekhawatiran mengenai pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur, yang pada saat itu sedang menjadi isu panas akibat pengiriman tentara Indonesia untuk meredam gerakan kemerdekaan di wilayah tersebut.

Meskipun situasi tersebut cukup serius, pemerintah Indonesia, melalui Menteri Pertahanan dan Keamanan L.B. Moerdani, berhasil melakukan dialog dengan Vatikan, yang akhirnya membuahkan hasil positif. Sebagai bagian dari kesepakatan antara Vatikan dan Indonesia, Keuskupan Timor Timur ditempatkan langsung di bawah yurisdiksi Vatikan, menggantikan posisi sebelumnya di bawah Keuskupan Portugal. Keputusan ini juga dianggap sebagai pengakuan de facto atas integrasi Timor Timur ke Indonesia.

Setelah kesepakatan ini tercapai, Paus Yohanes Paulus II melanjutkan rencananya untuk mengunjungi Indonesia. Pada 9 Oktober 1989, Sri Paus tiba di Indonesia untuk melakukan kunjungan yang berbeda dari pendahulunya, Paus Paulus VI, yang lebih bersifat informal. Kunjungan Paus Yohanes Paulus II di Indonesia pada tahun 1989 dilakukan dengan status ganda, yakni sebagai Pemimpin Tertinggi Umat Katolik Sedunia dan sebagai Kepala Negara Vatikan, sehingga agendanya lebih padat dan mencakup berbagai kegiatan penting.

Selama kunjungannya, Paus Yohanes Paulus II tidak hanya bertemu dengan sejumlah pejabat pemerintahan Indonesia, tetapi juga menyempatkan diri untuk bertemu dengan rohaniwan dan rohaniwati Katolik di Indonesia. Salah satu momen penting dalam kunjungannya adalah perayaan misa di Stadion Utama Senayan, Jakarta, yang dihadiri lebih dari 100.000 umat Katolik dari seluruh penjuru Indonesia. Dalam perayaan Ekaristi tersebut, Paus Yohanes Paulus II didampingi oleh tokoh-tokoh gereja seperti Mgr. Leo Soekoto, Mgr. Julius Darmoatmodjo, Kardinal Casaroli, dan Kardinal Tomko dari Vatikan.

4 dari 4 halaman

3. 2024 - Paus Fransiskus

Pada tahun 2024, Indonesia kembali menjadi saksi sejarah dengan kedatangan Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik Dunia, untuk ketiga kalinya. Indonesia akan menjadi tujuan pertama dalam rangkaian kunjungan tersebut, dengan Paus Fransiskus dijadwalkan berada di Jakarta mulai 3 hingga 6 September 2024. 

Dalam kunjungan ini, Paus Fransiskus hanya akan mengunjungi Jakarta, di mana ia akan melaksanakan tugasnya dalam dua kapasitas yang berbeda. Pertama, sebagai Pemimpin Gereja Katolik, ia datang untuk menyapa dan memperkuat umat Katolik di Indonesia dalam perannya sebagai seorang gembala rohani. Kedua, sebagai Kepala Negara Vatikan, kunjungan ini juga mencerminkan hubungan diplomatik dan kerja sama antara Vatikan dan Indonesia.

Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan, Michael Trias Kuncahyono, menegaskan bahwa kunjungan Paus ini memiliki arti yang sangat penting baik dari segi keagamaan maupun kenegaraan. Kehadiran Paus di Indonesia diharapkan dapat memperkuat ikatan antarumat beragama, serta menunjukkan peran Indonesia di panggung internasional sebagai negara yang menjunjung tinggi dialog antaragama.

Bahkan Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, menyatakan rasa syukur dan kebahagiaan yang mendalam atas kunjungan ini. Sebagai bentuk persiapan, KWI bekerja sama dengan Nunsius Apostolik Tahta Suci Vatikan di Indonesia, telah membentuk panitia khusus pada April 2024. Panitia ini terdiri dari 56 anggota inti dan 107 relawan yang bekerja keras untuk memastikan semua persiapan berjalan lancar.

Setelah menyelesaikan kunjungannya di Indonesia, Paus Fransiskus akan melanjutkan perjalanan apostoliknya ke Port Moresby dan Vanimo di Papua Nugini dari tanggal 6 hingga 9 September 2024. Kemudian, ia akan berkunjung ke Dili, Timor Leste, dari 9 hingga 11 September 2024.

Rangkaian perjalanan ini akan ditutup dengan kunjungan Paus ke Singapura dari 11 hingga 13 September 2024. Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia tidak hanya menjadi peristiwa bersejarah bagi umat Katolik di Indonesia, tetapi juga bagi seluruh bangsa yang menyambutnya dengan penuh sukacita. Ini adalah momen yang menunjukkan betapa pentingnya Indonesia dalam peta global, khususnya dalam hal dialog dan kerja sama antarumat beragama.