Sukses

Apa Itu Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir? Ketahui Cara Kerja dan Kerugiannya

Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) adalah fasilitas yang menggunakan energi nuklir untuk menghasilkan listrik dalam skala besar.

Liputan6.com, Jakarta Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) adalah fasilitas yang menggunakan energi nuklir untuk menghasilkan listrik dalam skala besar. Secara umum, PLTN memanfaatkan panas yang dihasilkan dari reaksi fisi nuklir untuk mengubah air menjadi uap, yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin generator listrik. Proses ini melibatkan penggunaan bahan bakar nuklir, seperti uranium yang diperkaya, dalam reaktor nuklir yang dirancang khusus untuk mengontrol reaksi fisi berantai dan menghasilkan energi panas secara berkelanjutan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pembangkit listrik tenaga nuklir didefinisikan sebagai pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar nuklir. Definisi ini, meskipun singkat, mencakup esensi dasar dari PLTN yaitu penggunaan bahan bakar nuklir sebagai sumber energi utama. KBBI juga menyebutkan bahwa PLTN termasuk dalam kategori pembangkit listrik, yang berarti fasilitas ini dirancang khusus untuk tujuan menghasilkan energi listrik.

Dalam konteks yang lebih luas, PLTN sering dianggap sebagai sumber energi alternatif yang berpotensi mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menurunkan emisi gas rumah kaca. Namun, penggunaan PLTN juga menimbulkan perdebatan terkait keamanan, pengelolaan limbah radioaktif, dan potensi dampak lingkungan jangka panjang.

Agar lebih paham, berikut ini Liputan6.com ulas mengenai pengertian pembangkit listrik tenaga nuklir beserta cara kerja dan kerugiannya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (4/9/2024).

2 dari 4 halaman

Apa Itu Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Dikutip dari laman Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) didefinisikan sebagai fasilitas pembangkit energi termal yang memanfaatkan satu atau lebih reaktor nuklir sebagai sumber utama panasnya. Dalam proses ini, energi panas yang dihasilkan dari reaksi fisi nuklir dikonversi menjadi energi listrik melalui serangkaian proses termodinamika kompleks. BAPETEN, sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengawasan keselamatan nuklir di Indonesia, menekankan pentingnya pemahaman mendalam tentang prinsip kerja PLTN untuk memastikan operasi yang aman dan efisien.

Sejalan dengan definisi tersebut, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga memberikan penjelasan serupa namun lebih ringkas. KBBI mendefinisikan PLTN sebagai instalasi pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar nuklir sebagai sumber energi utamanya. Definisi ini, meskipun singkat, mencerminkan esensi dasar dari teknologi PLTN dan menekankan peran krusial bahan bakar nuklir dalam proses pembangkitan listrik. Penting untuk dicatat bahwa penggunaan bahan bakar nuklir ini membedakan PLTN dari jenis pembangkit listrik konvensional lainnya.

Mekanisme operasional PLTN memiliki kemiripan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), di mana keduanya menggunakan uap bertekanan tinggi untuk menggerakkan turbin generator. Namun, perbedaan mendasar terletak pada sumber panas yang digunakan.

Sementara PLTU umumnya menggunakan bahan bakar fosil seperti batubara atau gas alam, PLTN memanfaatkan reaksi fisi nuklir dari bahan bakar uranium yang diperkaya. Proses fisi ini menghasilkan panas dalam jumlah besar yang kemudian digunakan untuk mengubah air menjadi uap bertekanan tinggi. Uap ini selanjutnya dialirkan untuk memutar turbin yang terhubung dengan generator, menghasilkan energi listrik melalui prinsip induksi elektromagnetik.

PLTN dikategorikan sebagai pembangkit listrik beban dasar (base load power plant), yang berarti dapat beroperasi secara efisien dan stabil pada daya keluaran yang relatif konstan selama periode waktu yang panjang. Karakteristik ini membuat PLTN ideal untuk memenuhi kebutuhan listrik dasar yang konsisten. Meskipun demikian, beberapa jenis reaktor, seperti reaktor air didih (boiling water reactor), memiliki fleksibilitas untuk menurunkan daya hingga setengah kapasitasnya pada malam hari saat permintaan listrik berkurang.

Kapasitas daya yang dihasilkan oleh unit PLTN bervariasi secara signifikan, mulai dari 12 MWe hingga 1400 MWe per unit pembangkit. Perkembangan teknologi terkini memungkinkan pembangunan unit-unit PLTN baru dengan kapasitas yang lebih besar dan efisien. Sebagai contoh, proyek-proyek PLTN yang sedang dibangun pada tahun 2019 dirancang untuk menghasilkan daya dalam rentang 29 MWe hingga 1400 MWe, menunjukkan adanya peningkatan kapasitas dan efisiensi dalam desain PLTN modern.

3 dari 4 halaman

Cara Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Dalam jantung Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), terdapat reaktor nuklir yang berperan krusial sebagai pengendali proses fisi nuklir. Reaktor ini memanfaatkan uranium, sebuah elemen radioaktif, sebagai bahan bakar utamanya. Uranium dipilih karena karakteristik uniknya yang memungkinkan reaksi fisi berantai yang terkendali, menghasilkan energi panas dalam jumlah besar secara konsisten.

Sebelum digunakan dalam reaktor, uranium menjalani serangkaian proses pengolahan yang kompleks. Dimulai dari penambangan, uranium kemudian melalui tahap pemurnian dan pengayaan untuk meningkatkan konsentrasi isotop uranium-235 yang fissil. Hasil akhir dari proses ini adalah uranium yang telah diperkaya, yang selanjutnya dibentuk menjadi pelet keramik berukuran kecil, masing-masing dengan diameter sekitar satu sentimeter.

Pelet-pelet ini kemudian disusun dan dimasukkan ke dalam tabung logam khusus yang tahan korosi dan suhu tinggi, biasanya terbuat dari paduan zirkonium. Tabung-tabung ini, yang dikenal sebagai batang bahan bakar, disegel dengan sangat rapat untuk mencegah kebocoran material radioaktif.

Dalam konfigurasi reaktor tipikal, lebih dari 200 batang bahan bakar ini digabungkan untuk membentuk satu rakitan bahan bakar. Jumlah rakitan bahan bakar dalam inti reaktor bervariasi tergantung pada desain dan kapasitas daya yang diinginkan. Reaktor berukuran besar untuk pembangkit listrik komersial bisa memiliki ratusan rakitan bahan bakar, sementara reaktor penelitian atau reaktor kecil mungkin hanya memerlukan beberapa rakitan saja.

Batang-batang bahan bakar ini ditempatkan dalam bejana reaktor yang berisi air bertekanan tinggi. Air dalam sistem ini memiliki dua fungsi penting: sebagai moderator neutron dan sebagai pendingin. Sebagai moderator, air membantu memperlambat neutron cepat yang dihasilkan selama proses fisi.

Perlambatan ini sangat penting karena neutron yang lebih lambat (neutron termal) memiliki probabilitas lebih tinggi untuk memicu fisi uranium-235 selanjutnya, mempertahankan reaksi berantai. Sementara itu, fungsinya sebagai pendingin adalah untuk menyerap dan mentransfer panas yang dihasilkan oleh reaksi fisi, mencegah kelebihan panas yang bisa merusak bahan bakar atau komponen reaktor lainnya.

Untuk mengontrol laju reaksi fisi, reaktor dilengkapi dengan sistem batang kendali. Batang-batang ini, yang terbuat dari material penyerap neutron seperti boron atau kadmium, dapat dimasukkan atau ditarik dari inti reaktor. Ketika dimasukkan, batang kendali menyerap sebagian neutron, mengurangi laju reaksi fisi dan dengan demikian menurunkan daya reaktor. Sebaliknya, penarikan batang kendali meningkatkan laju reaksi dan daya reaktor.

Panas intensif yang dihasilkan dari proses fisi ini mengubah air dalam sistem primer reaktor menjadi uap bertekanan tinggi. Dalam desain reaktor air didih (BWR), uap ini langsung digunakan untuk memutar turbin generator. Sementara dalam reaktor air tekan (PWR), panas dari sistem primer ditransfer ke sistem sekunder melalui generator uap, di mana air dalam sistem sekunder diubah menjadi uap untuk menggerakkan turbin.

Putaran turbin ini kemudian menggerakkan generator listrik, menghasilkan energi listrik melalui prinsip induksi elektromagnetik. Keseluruhan proses ini menghasilkan listrik tanpa emisi karbon langsung, menjadikan PLTN sebagai salah satu opsi dalam upaya mitigasi perubahan iklim global.

4 dari 4 halaman

Kerugian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

1. Risiko kecelakaan nuklir

Meskipun jarang terjadi, kecelakaan di PLTN dapat memiliki konsekuensi yang sangat serius. Insiden seperti yang terjadi di Chernobyl (1986) dan Fukushima (2011) menunjukkan potensi dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Kecelakaan dapat disebabkan oleh kesalahan manusia, kegagalan peralatan, atau bencana alam.

2. Pengelolaan limbah radioaktif

PLTN menghasilkan limbah radioaktif yang memerlukan penanganan khusus dan penyimpanan jangka panjang. Beberapa jenis limbah nuklir tetap berbahaya selama ribuan tahun. Menemukan lokasi penyimpanan yang aman dan terjamin untuk jangka waktu yang sangat panjang merupakan tantangan teknis dan politik yang signifikan.

3. Biaya pembangunan dan perawatan yang tinggi

Membangun PLTN membutuhkan investasi awal yang sangat besar. Selain itu, biaya operasional dan perawatan juga cukup tinggi karena kebutuhan akan sistem keamanan yang kompleks dan tenaga kerja yang sangat terlatih. Proses dekomisioning (pembongkaran) PLTN di akhir masa pakainya juga memerlukan biaya yang substansial.

4. Ketergantungan pada bahan bakar uranium

Meskipun uranium relatif melimpah, sumber daya ini tetap terbatas. Ketergantungan pada uranium dapat menimbulkan masalah geopolitik dan ekonomi di masa depan, terutama jika permintaan meningkat secara signifikan.

5. Potensi proliferasi nuklir

Teknologi dan bahan bakar yang digunakan dalam PLTN berpotensi disalahgunakan untuk pembuatan senjata nuklir. Ini menimbulkan kekhawatiran terkait keamanan global dan memerlukan pengawasan ketat terhadap program nuklir sipil.

6. Waktu pembangunan yang lama

Proses perencanaan, perizinan, dan pembangunan PLTN dapat memakan waktu bertahun-tahun hingga satu dekade atau lebih. Ini dapat menghambat kemampuan untuk merespons cepat terhadap kebutuhan energi yang mendesak.

7. Keterbatasan lokasi

PLTN memerlukan lokasi khusus dengan akses ke sumber air yang besar untuk pendinginan dan area yang stabil secara geologis. Ini dapat membatasi pilihan lokasi yang tersedia, terutama di negara-negara dengan kondisi geografis tertentu.

8. Persepsi publik yang negatif

Kekhawatiran tentang keselamatan nuklir sering kali menimbulkan penolakan publik terhadap pembangunan atau pengoperasian PLTN. Ini dapat menyebabkan hambatan politik dan sosial dalam pengembangan energi nuklir.

9. Dampak termal pada ekosistem

Penggunaan air dalam jumlah besar untuk pendinginan dapat mempengaruhi ekosistem air setempat. Air yang dikembalikan ke sumber asalnya seringkali memiliki suhu yang lebih tinggi, yang dapat mempengaruhi kehidupan akuatik.

10. Ketergantungan pada teknologi dan keahlian asing

Bagi banyak negara, terutama yang baru mengembangkan program nuklir, ada ketergantungan pada teknologi dan keahlian dari negara-negara yang lebih maju dalam bidang nuklir. Ini dapat menimbulkan masalah kemandirian energi dan transfer teknologi.