Sukses

Berada di Tengah Kota Roma, Bagaimana Vatikan Bisa Jadi Negara Sendiri?

Dengan luas hanya 44 hektar, Vatikan dibatasi oleh tembok tinggi yang memisahkannya dari kota Roma.

Liputan6.com, Jakarta Vatikan, negara terkecil di dunia berdiri kokoh di tengah-tengah hiruk-pikuk ibu kota Roma, Italia. Meskipun hanya seluas 44 hektar atau sekitar 0,44 kilometer persegi, Vatikan bukan sekadar negara kecil. Negara ini menjadi pusat kepemimpinan Gereja Katolik seluruh dunia, tempat tinggal Paus sebagai kepala negara sekaligus pemimpin rohani tertinggi bagi umat Katolik di seluruh dunia. 

Saat ini, posisi kepala nagara Vatikan dipegang oleh Paus Fransiskus. Dikenal sebagai negara dalam negara, Vatikan merupakan entitas yang unik. Vatikan atau Tahta Suci (Santa Sede/The Holy See) diakui sebagai badan politik yang menjamin kedaulatan dan independensi Gereja Katolik

Keberadaannya di tengah kota Roma menimbulkan pertanyaan mengapa negara ini menjadi entitas terpisah. Pembentukan Vatikan sebagai negara independen terkait erat dengan sejarah panjang Gereja Katolik dan relasinya dengan Italia. Berikut ulasan lebih lanjut tentang negara Vatikan yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (4/9/2024).

2 dari 5 halaman

Berada di Tengah Ibu Kota Roma

Negara Kota Vatikan berdiri sebagai negara terkecil di dunia di tengah-tengah Kota Roma, tepatnya di bagian barat kota tersebut. Dengan luas hanya 44 hektar, Vatikan dibatasi oleh tembok tinggi yang memisahkannya dari kota Roma. 

Meskipun wilayah intinya sangat kecil, ada juga wilayah-wilayah ekstrateritorial yang dimiliki Vatikan di dalam Italia, seperti beberapa gereja, basilika, dan bangunan lain yang menjadi bagian integral dari Negara Kota Vatikan. Wilayah ekstrateritorial ini memiliki luas sekitar 700 ribu meter persegi dan diatur secara khusus melalui perjanjian internasional.

Sejarah berdirinya Vatikan sebagai negara merdeka terkait erat dengan Perjanjian Lateran yang ditandatangani pada tahun 1929 antara Takhta Suci dan Pemerintah Italia. Perjanjian ini mengakhiri konflik panjang antara kedua pihak yang dimulai sejak penyatuan Italia pada tahun 1870, yang membuat Negara Gereja kehilangan wilayahnya yang luas di semenanjung Italia. 

Perjanjian Lateran mengakui kedaulatan Vatikan sebagai entitas independen dan memastikan kemerdekaannya, meskipun secara geografis dikelilingi sepenuhnya oleh Italia. Dalam perjanjian tersebut, Italia juga mengakui kewarganegaraan Vatikan bagi penduduknya, yang umumnya adalah para pekerja dan pejabat yang menetap di Vatikan karena jabatan mereka.

Penduduk Vatikan sangat terbatas, sekitar 1.000 orang, yang mayoritasnya adalah warga negara Italia. Mereka memperoleh kewarganegaraan Vatikan berdasarkan "permanent residence" yang diatur dalam Perjanjian Lateran. Selain itu, sesuai perjanjian dengan Pemerintah Italia, mata uang Euro yang berlaku di Italia juga berlaku di Vatikan sejak tahun 2002, meskipun Vatikan memiliki kebijakan khusus untuk mencetak mata uang logam sebagai cenderamata. 

Bahasa yang digunakan sehari-hari di Vatikan adalah bahasa Italia, namun untuk urusan resmi, bahasa Latin, Inggris, dan Prancis juga digunakan, khususnya dalam korespondensi diplomatik.

3 dari 5 halaman

Sejarah Terbentuknya Vatikan Sebagai Negara Berdaulat

Pembentukan Negara Kota Vatikan sebagai negara merdeka di tengah ibu kota Roma, Italia, memiliki sejarah panjang yang penuh dengan dinamika politik dan agama. Asal-usulnya berakar pada pertengahan abad ke-8 ketika Negara Kepausan (Stato Pontificio) terbentuk dengan wilayah yang luas mencakup seluruh kota Roma dan bentangan wilayah antara pesisir barat dan timur Italia. 

Negara Kepausan ini diperintah oleh Paus dan merupakan pusat kekuasaan rohani dan temporal Gereja Katolik selama lebih dari seribu tahun. Namun, proses penyatuan kerajaan-kerajaan Italia pada abad ke-19 mengakibatkan Negara Kepausan beberapa kali terlibat dalam konflik politik dan perang wilayah. 

Pada tahun 1870, Roma direbut oleh pasukan Giuseppe Garibaldi, dan kekuasaan diserahkan kepada Raja Vittorio Emanuele II, mengakhiri eksistensi Negara Kepausan. Akibatnya, Paus Pius IX meninggalkan Istana Lateran yang merupakan tempat kediaman resmi para Paus sejak abad ke-4. Paus Pius IX kemudian pindah ke Istana Vatikan, di mana ia memilih untuk mengisolasi diri sebagai bentuk protes terhadap penyatuan Italia.

Upaya untuk menyelesaikan perselisihan antara Gereja Katolik dan pemerintah Italia berlanjut selama beberapa dekade. Pada tahun 1871, Raja Vittorio Emanuele II mengeluarkan undang-undang yang menjamin kedudukan Paus di Istana Lateran dan Castel Gandolfo, namun tawaran ini ditolak oleh Paus.

Pada 1919, Pemerintah Italia kembali mencoba menyelesaikan masalah dengan mengeluarkan “Law of Guarantee” yang mengakui kedaulatan Paus atas wilayah tertentu dan memberikan hak untuk menggunakan beberapa gedung di Roma. Namun, tindakan ini juga ditolak oleh Paus Benediktus XV, yang menganggapnya sebagai intervensi sepihak.

Jalan tengah dicapai melalui perundingan yang menghasilkan Traktat Lateran pada tanggal 11 Februari 1929. Traktat ini ditandatangani oleh Kardinal Pietro Gaspari, Wakil Perdana Menteri Vatikan, dan Benito Mussolini, Perdana Menteri Kerajaan Italia. Traktat Lateran ini mengakui Negara Kota Vatikan sebagai entitas politik dan yuridis yang merdeka dan berdaulat, dengan wilayah yang dikelilingi tembok di dalam Kota Roma. 

Selain itu, traktat ini juga mengatur hak milik Vatikan atas berbagai properti di luar wilayah utama yang disebut sebagai "wilayah ekstrateritorial," termasuk beberapa basilika penting, kantor gereja, universitas, dan bangunan lainnya di Roma serta Castel Gandolfo di luar Roma sebagai tempat peristirahatan musim panas Paus.

Pada saat yang sama dengan penandatanganan Traktat Lateran, juga ditandatangani sebuah konkordat yang menjamin kedudukan Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik yang mengatur umat Katolik di seluruh dunia. Dalam konteks hukum internasional, Negara Kota Vatikan diakui sebagai negara berdaulat penuh, dengan hak untuk menjalankan urusan dalam negeri dan luar negeri secara independen.

4 dari 5 halaman

Paus Sebagai Kepala Negara Vatikan

Negara Kota Vatikan memiliki struktur pemerintahan yang unik dengan kepala negara yang tidak seperti kebanyakan negara lain di dunia. Kepala negara Vatikan adalah Paus (the Holy Father), yang juga dikenal sebagai Bapa Suci. Paus memegang peran ganda, yaitu sebagai Kepala Negara Kota Vatikan dan sebagai Kepala Pemerintahan Takhta Suci. Paus saat ini adalah Benediktus XVI, yang diangkat pada tanggal 19 April 2005. Sebelum menjadi Paus, ia dikenal sebagai Kardinal Joseph Ratzinger, berasal dari Jerman, dan sebelumnya menjabat sebagai pemimpin Kongregasi untuk Doktrin Keimanan.

Sifat Monarki Absolut, Teokratis, dan Patrimonial

Kepala negara Vatikan, yaitu Paus, memegang kekuasaan tertinggi yang bersifat monarki yang dipilih secara absolut, teokratis, dan patrimonial. Kekuasaan ini mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dengan demikian, Paus memiliki kewenangan penuh dalam mengatur negara, tanpa adanya pembagian kekuasaan seperti di kebanyakan negara demokratis. 

Dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari, Paus dibantu oleh Komisi Kepausan Negara Kota Vatikan, yang berfungsi untuk mewakili Paus dalam menjalankan pemerintahan sipil di Vatikan sesuai dengan mandat khusus dari Paus. Dalam hubungan antar bangsa, Paus diperlakukan sebagai seorang Kepala Negara penuh dengan gelar kehormatan ‘His Holiness’. 

Sebagai kepala negara, Paus memiliki hak untuk mengangkat dan mengutus duta-dutanya ke gereja-gereja lokal, negara-negara, dan penguasa-penguasa publik, yang semuanya bertindak sebagai perwakilan pribadi Paus. Hingga saat ini, Takhta Suci memiliki perwakilan diplomatik di 176 negara dan organisasi internasional.

Terdapat dua hirarki utama yang melibatkan peran Paus di Vatikan. Pertama, adalah hirarki keagamaan, di mana Vatikan berperan sebagai pusat agama Katolik sedunia. Menurut Kitab Hukum Kanonik, Paus adalah Uskup Gereja Roma yang mewarisi tugas yang secara istimewa diberikan kepada Santo Petrus, salah satu murid Yesus. Paus dianggap sebagai Wakil Yesus di dunia, gembala Gereja Universal, dan Kepala Dewan Uskup. 

Kedua, adalah hirarki pemerintahan Takhta Suci sebagai Negara, yang mengatur seluruh roda pemerintahan baik yang bersifat ke luar maupun ke dalam. Kedua hirarki ini saling melengkapi dan berperan penting dalam menjalankan misi Vatikan yang meliputi keagamaan, kemanusiaan, hak asasi manusia, dialog antaragama, perdamaian, dan kesejahteraan dunia.

5 dari 5 halaman

Struktur Pemerintahan Vatikan

Pemerintahan di Vatikan diorganisasikan dalam struktur yang disebut Curia Romana. Curia Romana dibentuk oleh Paus Sixtus V pada tahun 1588 dan sering kali diperbaharui oleh para Paus selanjutnya. Curia ini terdiri dari berbagai lembaga seperti Sekretariat Negara, Kongregasi-Kongregasi, Pengadilan-Pengadilan, Dewan-Dewan Kepausan, dan lembaga-lembaga lain yang mendukung pemerintahan dan administrasi Vatikan.

  1. Sekretariat Negara: Bertindak sebagai penggerak utama pemerintahan sehari-hari Vatikan dan dipimpin oleh seorang Kardinal yang dalam keprotokolan disetarakan dengan Perdana Menteri.
  2. Kongregasi-Kongregasi: Merupakan badan yang membantu Paus dalam tugas-tugas keagamaan dan pemerintahan.
  3. Pengadilan-Pengadilan (Tribunals): Mengurus urusan hukum dan administrasi keadilan Gereja Katolik.
  4. Dewan Kepausan (Pontifical Councils): Terdapat 11 Dewan Kepausan yang menangani berbagai isu, termasuk kesatuan Kristen, dialog antaragama, komunikasi sosial, keadilan dan perdamaian, keluarga, dan kebudayaan.

Paus juga dibantu oleh Dewan Kardinal (Collegio Cardinalizio) dan Dewan Uskup (Synod of Bishops). Dewan Kardinal berwenang menyelenggarakan pemilihan Paus dalam sidang ‘Conclave’. Sementara itu, Dewan Uskup terdiri dari para uskup dari berbagai kawasan dunia yang bertemu setiap lima tahun di Vatikan untuk membahas masalah-masalah yang menyangkut kehidupan Gereja.

Selain itu, Vatikan memiliki berbagai lembaga lain yang berkaitan dengan Takhta Suci, seperti arsip, perpustakaan, percetakan, stasiun radio dan televisi, serta fasilitas lain seperti supermarket, stasiun kereta api, dan layanan kesehatan. Semua ini menunjukkan bahwa Vatikan, meskipun kecil, memiliki struktur pemerintahan dan administrasi yang komprehensif untuk mendukung fungsi-fungsinya sebagai pusat agama Katolik dan entitas diplomatik internasional.