Liputan6.com, Jakarta Gerakan Maori King, yang dikenal dalam bahasa Maori sebagai Kīngitanga, merupakan salah satu fenomena politik dan budaya yang paling signifikan dalam sejarah Selandia Baru. Gerakan ini muncul di kalangan suku-suku Maori di Pulau Utara pada tahun 1850-an sebagai respons terhadap kolonisasi Inggris yang semakin intensif. Tujuan utama dari gerakan Maori King adalah untuk menciptakan peran yang setara dengan monarki Inggris, sekaligus sebagai upaya untuk menghentikan alienasi tanah Maori yang semakin masif.
Baca Juga
Advertisement
Meskipun tidak memiliki kekuatan konstitusional atau yudisial dalam pemerintahan Selandia Baru, Maori King tetap memegang posisi penting sebagai kepala suku tertinggi dari beberapa iwi (suku) Maori. Pengaruh Maori King sangat luas di kalangan masyarakat Maori, meskipun gerakan ini tidak diikuti oleh beberapa suku besar seperti Tuhoe, Ngāti Porou, dan Ngāpuhi. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan Maori King memiliki signifikansi yang kompleks dalam konteks politik dan budaya Selandia Baru.
Saat ini, Maori King yang memerintah adalah Ngā Wai Hono i te Pō, yang terpilih dan dinobatkan pada September 2024. Ia merupakan monarki Maori kedelapan sejak posisi ini diciptakan, dan meneruskan dinasti yang berakar pada raja pertama, Pōtatau Te Wherowhero. Kediaman resmi Maori King berada di Tūrongo House di marae Tūrangawaewae di kota Ngāruawāhia. Keberadaan Maori King menjadi simbol penting bagi identitas dan perjuangan masyarakat Maori di era modern.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum sejarah pergerakan Gerakan Maori King dari waktu ke waktu, pada Jumat (6/9).
Sejarah Gerakan Maori King
Gerakan Maori King muncul sebagai respons terhadap tekanan yang semakin besar dari para petani pemukim Eropa yang menginginkan tanah subur di Pulau Utara Selandia Baru pada awal 1850-an. Sementara masyarakat Maori mengandalkan hutan yang luas untuk berburu dan mengumpulkan makanan, para pemukim Eropa membakar hutan dan pakis untuk memperluas lahan pertanian mereka. Situasi ini menciptakan ketegangan antara penduduk asli Maori dan para pendatang Eropa.
Pada tahun 1854, sebuah pertemuan besar yang dihadiri oleh sekitar 2000 pemimpin Maori diadakan di Manawapou, Taranaki Selatan. Dalam pertemuan ini, para pembicara mendesak untuk melakukan perlawanan terhadap penjualan tanah kepada pemukim Eropa. Ide tentang pembentukan kerajaan Maori mulai berkembang, dengan tujuan untuk menyatukan berbagai suku Maori di bawah satu pemimpin.
Wiremu Tamihana, seorang kepala suku Ngāti Hauā dari Waikato timur, mengusulkan untuk mengangkat Te Wherowhero, seorang kepala suku Waikato yang sudah lanjut usia, sebagai raja Maori. Setelah awalnya menolak, Te Wherowhero akhirnya setuju untuk menerima tahta pada September 1857 dan dinobatkan pada Juni 1858 di Ngāruawāhia, kemudian mengadopsi nama Pōtatau Te Wherowhero.
Advertisement
Perkembangan Gerakan Maori King
Setelah penobatan Pōtatau Te Wherowhero, gerakan Maori King mulai mengembangkan berbagai simbol dan institusi kenegaraan. Mereka memiliki bendera sendiri, dewan negara, kode hukum, hakim, polisi, surveyor, dan bahkan surat kabar bernama Te Hokioi. Semua ini memberikan kesan bahwa gerakan Maori King merupakan sebuah pemerintahan alternatif.
Namun, perkembangan ini dilihat dengan kecurigaan oleh pemerintah kolonial Inggris.
Gubernur Thomas Gore Browne menyatakan kekhawatirannya bahwa gerakan ini akan berakhir dengan konflik rasial. Meskipun demikian, pengakuan terhadap raja baru tidak serta-merta diterima oleh semua suku Maori. Beberapa suku di Auckland Utara dan selatan Waikato hanya memberikan sedikit pengakuan.
Ketegangan antara gerakan Maori King dan pemerintah kolonial mencapai puncaknya pada tahun 1863 ketika Gubernur George Grey mengeluarkan ultimatum kepada semua Maori yang tinggal antara Auckland dan Waikato untuk bersumpah setia kepada Ratu Victoria atau diusir ke selatan Sungai Waikato. Invasi ke wilayah Waikato terjadi tiga hari kemudian, menandai dimulainya Perang Selandia Baru.
Monarki Maori Modern
Setelah kematian Pōtatau Te Wherowhero pada tahun 1860, posisi Maori King diteruskan oleh putranya, Matutaera Tāwhiao. Sejak saat itu, posisi Maori King telah diturunkan dari generasi ke generasi. Beberapa tokoh penting dalam sejarah monarki Maori termasuk:
- Mahuta Tāwhiao (1894-1912): Dikenal karena upayanya dalam berpolitik dan mencari kompensasi atas penyitaan tanah.
- Te Rata Mahuta (1912-1933): Memimpin delegasi ke Inggris untuk mengajukan petisi kepada Raja George V.
- Korokī Mahuta (1933-1966): Menghadapi tantangan dalam menjaga King Country bebas dari lisensi minuman keras.
- Te Atairangikaahu (1966-2006): Ratu Maori pertama yang memerintah selama 40 tahun.
- Tūheitia (2006-2024): Menciptakan Sistem Penghargaan Maori dan memperkuat hubungan dengan monarki Inggris.
- Ngā Wai Hono i te Pō (2024-sekarang): Ratu Maori kedua yang baru saja dinobatkan.
Advertisement
Signifikansi dan Tantangan Kontemporer
Meskipun tidak memiliki kekuatan konstitusional dalam pemerintahan Selandia Baru, gerakan Maori King tetap memiliki pengaruh yang signifikan dalam masyarakat Maori. Beberapa aspek penting dari gerakan ini di era modern meliputi:
- Pelestarian budaya: Gerakan Maori King berperan penting dalam melestarikan tradisi dan budaya Maori.
- Advokasi hak-hak Maori: Monarki Maori sering menjadi suara yang kuat dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat Maori.
- Diplomasi: Maori King sering terlibat dalam hubungan diplomatik, termasuk dengan monarki Inggris.
- Sistem penghargaan: Penciptaan sistem penghargaan Maori oleh Raja Tūheitia menunjukkan upaya untuk mengakui prestasi dalam konteks budaya Maori.
Namun, gerakan ini juga menghadapi beberapa tantangan, termasuk:
- Legitimasi: Beberapa suku Maori tidak mengakui otoritas Maori King.
- Peran dalam politik modern: Mendefinisikan peran Maori King dalam konteks politik Selandia Baru yang modern tetap menjadi tantangan.
- Kelangsungan tradisi: Mempertahankan relevansi tradisi Maori King di tengah perubahan sosial dan budaya yang cepat.
Gerakan Maori King merupakan fenomena unik yang mencerminkan kompleksitas hubungan antara masyarakat Maori dan pemerintah Selandia Baru. Meskipun tidak memiliki kekuatan formal dalam struktur pemerintahan, Maori King tetap menjadi simbol penting bagi identitas dan perjuangan masyarakat Maori. Keberadaan gerakan ini mengingatkan kita akan pentingnya memahami dan menghormati keragaman budaya dan sejarah dalam konteks negara modern.
Saat Selandia Baru terus berkembang sebagai negara multikultural, peran dan signifikansi gerakan Maori King kemungkinan akan terus berevolusi. Tantangan ke depan akan melibatkan bagaimana gerakan ini dapat mempertahankan relevansinya sambil beradaptasi dengan realitas sosial dan politik yang berubah. Terlepas dari tantangan-tantangan ini, gerakan Maori King tetap menjadi bagian integral dari lanskap budaya dan politik Selandia Baru, menjembatani masa lalu dengan masa kini dan masa depan.