Sukses

Mengenal Natasha Tontey, Pencipta di Balik Karya Primate Visions di Museum Macan

Pada pameran tunggal pertamanya di Museum MACAN, Jakarta, Tontey memamerkan karya besar yang berjudul Primate Visions: Macaque Macabre.

Liputan6.com, Jakarta Natasha Tontey adalah seorang seniman asal Minahasa yang bekerja di Jakarta dan Yogyakarta. Karya-karyanya dikenal karena mengeksplorasi tema-tema ketakutan buatan dan mitos, serta bagaimana perasaan tersebut terbentuk dalam masyarakat.

Dalam pameran tunggal perdananya di Museum MACAN, Jakarta, Tontey mempersembahkan karya monumental berjudul Primate Visions: Macaque Macabre. Pameran ini tidak hanya menjadi pameran tunggal terbesar dalam karirnya, tetapi juga menandai kolaborasi pertama Natasha dengan Audemars Piguet Contemporary.

Natasha Tontey sering kali terinspirasi oleh interaksi antara manusia dan alam, terutama dalam konteks budaya leluhur. Seperti yang terlihat dalam karyanya yang dipamerkan di Museum Macan, Karya Primate Visions: Macaque Macabre menggambarkan hubungan kompleks antara masyarakat Minahasa Selatan dan monyet jambul hitam Sulawesi atau Yaki.

Melalui eksplorasi ini, Natasha berusaha mengungkap dinamika sosial dan ekologis yang sering kali bertentangan namun tetap menyatu dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut. Dalam Primate Visions: Macaque Macabre, Tontey menggabungkan berbagai elemen artistik seperti estetika video game, video musik, dan fiksi fantasi untuk menciptakan dunia yang unik, dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa(17/9/2024).

2 dari 3 halaman

Visi Primata: Menggabungkan Fiksi dan Realitas

Proyek terbesar Natasha Tontey hingga saat ini, Primate Visions: Macaque Macabre, berhasil menggabungkan berbagai bentuk seni dalam satu instalasi. Dalam pameran ini, Natasha menampilkan proyeksi multi-layar yang menggabungkan elemen video game, video musik, dan fiksi fantasi. Pendekatan ini memberikan pengalaman yang sangat imersif bagi para pengunjung, seolah-olah mereka diajak masuk ke dalam dunia fiksi spekulatif yang diciptakan oleh Natasha.

Natasha menggunakan karyanya untuk menghubungkan dua dunia yang tampaknya berbeda: budaya mistik masyarakat adat dan budaya anak muda yang futuristik. Dengan memanfaatkan estetika kontemporer, Natasha mengangkat isu-isu ekologi dan sosial yang dihadapi masyarakat Minahasa Selatan. Karya ini juga mengeksplorasi hubungan kekuasaan antara manusia dan hewan dari perspektif budaya Minahasa.

Selain menyajikan visual yang memukau, Primate Visions: Macaque Macabre juga mengajak pengunjung untuk merenungkan bagaimana hubungan antara manusia dan alam dapat dipahami dari berbagai sudut pandang. Natasha ingin menunjukkan bahwa seni bisa menjadi medium yang efektif untuk mengkomunikasikan isu-isu lingkungan dan sosial, sambil tetap mempertahankan elemen estetis dan naratif yang kuat.

 

 

3 dari 3 halaman

Kerja Sama Seni dengan Audemars Piguet Contemporary

Pameran Primate Visions: Macaque Macabre adalah hasil kerjasama antara Natasha Tontey dan Audemars Piguet Contemporary, sebuah program yang mendukung seniman dalam menciptakan karya seni modern. Audemars Piguet Contemporary terkenal dengan program-programnya yang memungkinkan seniman untuk bereksplorasi dengan berbagai media dan skala, dan Natasha adalah salah satu seniman yang terpilih untuk berpartisipasi dalam program ini.

Kolaborasi ini tidak hanya memberi Natasha kesempatan untuk memperluas karyanya, tetapi juga mempertemukan berbagai pemikiran dan perspektif dari kurator serta institusi seni. Pameran ini, yang berlangsung di Museum MACAN dari 16 November 2024 hingga 6 April 2025, menjadi momen penting dalam perjalanan karir Natasha Tontey sebagai seniman kontemporer. Dukungan dari Audemars Piguet Contemporary memungkinkan Natasha untuk mewujudkan visi kreatifnya dalam skala yang lebih besar dan kompleks.

Melalui kolaborasi ini, Audemars Piguet Contemporary berharap dapat memperluas pemahaman masyarakat tentang hubungan antara seni, budaya, dan lingkungan. Natasha Tontey, dengan pendekatan artistiknya yang unik, berhasil menyajikan karya yang tidak hanya menarik secara visual tetapi juga penuh makna dan relevansi. Pameran ini menjadi bukti bahwa seni bisa menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas, serta menjadi medium untuk membahas isu-isu penting dalam masyarakat.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence