Sukses

Kisah Ratno: Kusir yang Kini Sukses Jadi Perajin Andong, Kereta Kudanya Eksis Sampai Swiss

Tanggung jawab besar sebagai kepala keluarga yang ingin memuliakan istri serta anak-anaknya, memotivasi seorang kusir bernama Ratno untuk banting setir menjadi perajin andong yang sukses.

Liputan6.com, Jakarta Pepatah bilang, roda itu berputar, yang diartikan bahwa hidup selalu berubah, tak selamanya seseorang berada di atas atau di bawah. Begitu pun dengan Ratno (58), seorang kusir yang dulunya hidup dengan penghasilan kerja pas-pasan. Namun kini dirinya dan keluarga sudah bisa hidup lebih berkecukupan sebagai perajin andong atau kereta kuda.

Saat ditemui tim redaksi Liputan6.com pada Rabu (4/9/2024), Ratno bercerita tentng latar belakang keputusannya banting setir dari kusir menjadi perajin andong.  Pasalnya, di tahun 1992, Ratno diselimuti ketakutan besar jika suatu saat dia tidak bisa menyekolahkan putrinya. Dia tak menampik bahwa penghasilan sebagai kusir sangat pas-pasan.

“Kan dulunya saya itu ngandong, kalau sehari narik paling (dapat) satu sampai dua kali (penumpang). Terus saya mikir, kalau gini (terus), kalau anak saya sudah besar, saya (takut) nggak bisa nyekolahin,” ungkap Ratno.

Keputusan Ratno untu banting setir dari seorang kusir hingga perajin kereta kuda bukan hal yang mudah. Bahkan, proses menjadi perajin kereta kuda sekaligus membuka bengkel andong dilakukan secara otodidak.

“Terus saya banting setir, andong saya bongkar sendiri, buka bengkel, sambil gambar-gambar sendiri, saya praktikkan,” sambungnya.

2 dari 8 halaman

Merintis, Bukan Mewarisi Bisnis

Sebagai perintis bisnis, ditambah belum ada satu pun di keluarganya yang menggeluti bidang ini, memang wajar jika perjuangan Ratno lebih keras untuk mempelajari segala sesuatunya sendiri. Mulai dari desain, belanja kebutuhan, pengerjaan, semua dilakukan mandiri. Belum lagi modal yang tidak sedikit juga jadi tantangan, padahal di sisi lain bahan-bahan utama seperti kayu jati, besi, alat tempa, aksesoris seperti lampu dan lain-lainnya terbilang sangat mahal.

Namun perjuangan yang pantang menyerah membuat bengkel andong Ratno di Desa Saman, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta mampu bertahan dan terus berkembang. Bahkan saat ini Ratno sudah memiliki empat karyawan yang membantu pekerjaannya.

3 dari 8 halaman

Menjangkau Berbagai Kalangan hingga Kirim Kereta ke Swiss

Salah satu tips eksistensi Ratno menjadi seorang perajin andong atau kereta kuda ialah, lantaran dia jeli memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi. Dibantu sang putri mengelola media sosial, pemesan andong Ratno semakin menjangkau berbagai kalangan seperti pengusaha hingga pejabat negara. Bahkan dirinya banyak juga pelanggan dari luar negeri yang berdatangan.

“Malah kebanyakan dari jauh-jauh (pelanggannya). Ada dari luar negeri juga. Seperti sekitar tahun 2022 lalu saya kirim kereta ke Swiss. Itu harganya mencapai Rp 250-an juta. Dia pesan buat event ulang tahun,” Ratno menceritakan.

Ratno juga menuturkan jika proses pembuatan kereta kuda tidak mudah dan membutuhkan waktu cukup lama. Bahkan, sebuah kereta kuda yang ia kirim ke Swiss membutuskan waktu pengerjaan hingga empat bulan.

“Pengerjaannya total empat bulan buat kereta di Swiss. Lebih lama dari biasanya karena kereta itu panjangnya 4,5 meter,” tambahnya.

4 dari 8 halaman

Tarif dan Proses Pengerjaan Andong

Sebagai informasi, biasanya Ratno memroduksi satu andong sekitar 3 sampai 3,5 bulan. Harganya satu andong juga bervariasi tergantung tingkat kesulitan pengerjaan dan jenisnya.

“Kalau kereta kencana dari saya jual Rp 200 juta. Kalau open cup  bisa Rp 100 juta hingga Rp 150 juta. Kan kereta itu ada model-modelannya, kalau open cup itu atapnya bisa dibuka tutup kayak becak.

Perbedaan kesulitan pengerjaan juga bisa menentukan harga. Normalnya tahap membuat andong itu mendesain, lalu membuat roda, membuat body dengan menempa-nempa besi dan lainnya, serta finising. Bahan utama adalah kayu jati.

“Desainnya itu paling cepet, paling seminggu. Roda 2 minggu, body 1 minggu. Finishing itu setengah bulan, lalu packing,” kata Ratno.

Namun untuk proses pengerjaan kereta pesanan dari Swiss bisa lebih lama karena desain dan ukurannya yang lumayan besar. 

5 dari 8 halaman

Diwarnai Cerita Suka dan Duka

Meski terkesan lebih banyak sukanya, Ratno sebenarnya pernah memiliki pengalaman kurang menyenangkan namun terbilang berkesan baginya. Yakni saat kereta kudanya ada yang rusak dalam pengiriman menuju pemesan.

“Dulu pernah ada yang beli di Manado, Pak Kapolda-nya. Pas udah dipacking semua ke peti kemas dan udah dikirim, dari sana yang nurunkan keretanya (dari kapal) kurang hati-hati. Jadi bagian belakang kereta ada yang patah, “ ujar Ratno.

“Pihak sana jemput saya buat benahi. Yang bagian atas (andong) itu kan juga belum dipasang semua soalnya ukiran di atas itu riskan patah,” ujar Ratno menambahkan.

6 dari 8 halaman

Perjuangan sebagai Kepala Keluarga

Namun apapun itu, seluruh proses perjuangan dari ringan hingga berat berhasil dilewati Ratno hingga dia saat ini menikmati jerih payahnya. Dia juga bersyukur mampu menyekolahkan dua putrinya sampai universitas sebagai motivasi terbesar hidupnya.

“Biar ayahnya kurang pendidikan tapi anak jangan. Semangat saya itu. Istri cuma SD bapaknya juga cuma SD. tapi anaknya jangan sampai (seperti itu) putus sekolah. Harapan saya cuma itu,” ujar Ratno penuh haru.

Bukti lain Ratno menikmati masa-masa tuanya adalah dia yang enggan berhenti bekerja selagi masih mampu. Bahkan di usianya yang mendekati kepala enam, Ratno juga semangat membantu pekerjaan istrinya sebagai pedagang sayur.

“Saya juga punya profesi lain bantu istri. Istri saya kan jualan sayuran di pasar.  Pagi setelah subuh itu berangkat ke (pasar) Giwangan kulak sayur terus dijual di (pasar) Prawirotaman,” cerita Ratno.

7 dari 8 halaman

Buka Reparasi Andong sebagai Dukungan untuk Para Kusir

Memahami roda hidup itu terus berputar, agaknya membuat Ratno enggan melupakan masa lalunya sebagai kusir. Ratno bahkan membuka jasa reparasi andong untuk para kusir secara sukarela. Dia tak tega mematok bayaran karena tahu perjuangan tidak mudah menjadi kusir. Terlebih saat ini dia paham suka duka menjadi kusir yang terkadang lebih sepi daripada dulu karena dihantam kemajuan zaman.

“Kalau memperbaiki becak atau andong gitu saya nggak minta bayaran. Kasianlah mereka. Kalau misal ada kayunya mau diganti ya saya ganti kayu baru, besinya juga. Banyak kok tukang becak yang ke sini saya gantiin,” tutur Ratno.

“Pokoknya kalau kayu udah saya ganti saya bilang, uangnya buat beli cat saja nanti cat sendiri,” imbuhnya.

8 dari 8 halaman

Proyek Terdekat

Sampai saat ini Ratno belum terpikirkan ambisi lain dalam kariernya seperti membuka pameran andong. Dia bahkan pernah menolak diajak ke luar negeri dari Swiss hingga China dan lebih memilih untuk menikmati segala sesuatunya dengan mengalir bersama keluarga. Terdekat Ratno dan anak bersiap menerima orderan dari Gorontalo setelah project di Tulungagung beberapa waktu lalu.