Liputan6.com, Jakarta Pola asuh orangtua memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan emosional dan mental anak. Meskipun setiap orangtua pasti memiliki niat baik dalam mendidik anak-anak mereka, terkadang tanpa disadari, pola asuh tertentu justru bisa melukai perasaan anak.
Jangan remehkan dampak dari pola asuh yang bisa menyakiti hati anak. Sekali saja orangtua melakukan tindakan yang menyakitkan, anak akan mengingatnya hingga dewasa. Perilaku yang dilakukan berulang kali dapat memengaruhi cara anak melihat diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia di sekitarnya.
Berikut ini adalah beberapa pola asuh yang berpotensi melukai perasaan anak dan dampak jangka panjang yang mungkin ditimbulkannya, sebagaimana dilansir dari berbagai sumber oleh Liputan6.com pada Rabu (11/9/2024).
Advertisement
1. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter ditandai oleh aturan yang sangat ketat dengan sedikit ruang untuk diskusi atau kompromi. Orangtua yang menerapkan pola asuh ini menuntut ketaatan mutlak dari anak-anak mereka tanpa memberikan penjelasan mengenai alasan di balik aturan tersebut.
Dalam pola asuh ini, orangtua sering kali memberikan hukuman ketika aturan dilanggar, namun jarang memberikan dukungan emosional atau pujian kepada anak-anak mereka.
Advertisement
2. Membandingkan anak dengan anak lain
Membandingkan anak dengan teman, saudara, atau orang lain adalah pola asuh yang sangat menyakitkan bagi mereka. Tindakan ini bisa merusak rasa percaya diri anak dan membuat mereka merasa tidak berharga. Anak-anak yang sering dibandingkan mungkin tumbuh dengan perasaan bahwa mereka tidak pernah cukup baik.
3. Terlalu banyak kritik
Kritik yang berlebihan, apalagi jika disampaikan dengan nada kasar atau mengejek, bisa sangat merusak harga diri anak. Orangtua yang terlalu kritis sering kali hanya fokus pada kesalahan anak tanpa menghargai usaha atau pencapaian mereka. Akibatnya, anak merasa bahwa seberapa keras pun mereka mencoba, usaha mereka tidak akan pernah cukup.
Advertisement
4. Minimnya dukungan emosional
Anak-anak sangat membutuhkan dukungan emosional dari orangtua, seperti cinta, empati, dan pemahaman. Ketika orangtua mengabaikan kebutuhan emosional anak atau bersikap dingin dan tidak peduli, anak akan merasa kesepian dan terabaikan. Mereka mungkin mulai belajar untuk menekan emosi mereka karena merasa tidak ada tempat yang aman untuk mengekspresikan perasaan mereka.
5. Overprotective
Orangtua yang terlalu protektif, meskipun berniat baik, dapat menghalangi kebebasan dan kemandirian anak. Anak-anak yang selalu diawasi dan dibatasi ruang geraknya sering kali kehilangan kesempatan untuk belajar dari kesalahan mereka sendiri. Hal ini bisa menghambat perkembangan keterampilan mereka dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang bijak.
Advertisement
6. Ekspektasi yang terlalu tinggi
Memiliki harapan dan standar yang tinggi untuk anak adalah sesuatu yang wajar. Namun, jika ekspektasi tersebut tidak realistis atau terlalu berat, hal ini bisa menimbulkan tekanan bagi anak. Anak-anak yang dibebani ekspektasi berlebihan sering kali merasa cemas dan takut tidak bisa memenuhi harapan orangtua mereka.
7. Mengabaikan pendapat anak
Mengabaikan pendapat atau perasaan anak bisa membuat mereka merasa tidak dihargai dan seolah-olah tidak penting. Ketika orangtua sering kali mengesampingkan atau meremehkan pandangan anak, hal ini memberikan kesan bahwa apa yang dirasakan atau dipikirkan oleh anak tidak memiliki nilai yang berarti.
Advertisement
8. Sikap tidak konsisten
Ketidakjelasan dalam aturan dan ekspektasi dapat membuat anak merasa bingung. Orangtua yang menerapkan pola asuh tidak konsisten, misalnya dengan bergantian antara tegas dan longgar, akan mempersulit anak untuk memahami apa yang sebenarnya diharapkan dari mereka. Akibatnya, anak bisa mengalami kebingungan dan ketidakstabilan emosional.
9. Tidak menjadi teladan yang baik
Anak-anak menyerap pelajaran dari apa yang mereka lihat, dan orangtua adalah contoh utama dalam kehidupan mereka. Ketika orangtua mengatakan satu hal tetapi bertindak sebaliknya, anak akan menerima pesan yang membingungkan. Misalnya, orangtua yang mengajarkan pentingnya kejujuran tetapi sering berbohong di depan anak dapat menciptakan dilema moral bagi sang anak.
Setiap orangtua tentu menginginkan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Namun, penting untuk diingat bahwa pola asuh yang kurang tepat dapat melukai perasaan dan mempengaruhi perkembangan emosional anak.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement