Liputan6.com, Jakarta Media sosial kini telah menjadi kebutuhan esensial dan bagian integral dari kehidupan anda. Platform-platform seperti Instagram, Facebook, dan TikTok telah memungkinkan anda untuk terhubung dengan seluruh dunia, berbagi momen, ide, dan informasi secara instan. Media sosial menawarkan berbagai inovasi yang memberikan warna baru bagi setiap individu.
Perubahan media sosial telah membawa solusi praktis untuk berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat saat ini. Mulai dari memudahkan akses informasi, komunikasi, dan layanan publik, hingga mendorong inovasi dan kreativitas. Namun, di balik kemudahan konektivitas ini, terdapat ancaman terhadap kesehatan mental anda yang seringkali diabaikan.
Baca Juga
Penggunaan media sosial yang berlebihan dan tidak sehat dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Menurut verywellmind.com, penelitian telah menunjukkan adanya korelasi antara penggunaan media sosial dengan kesehatan mental.
Advertisement
Tanpa disadari, penggunaan media sosial yang intensif sulit dihindari dan dapat meningkatkan risiko gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan tidur, dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis(12/9/2024).
Pengaruh Media Sosial pada Kesehatan Mental
1. Depresi
Walaupun teknologi media sosial bertujuan untuk menghubungkan orang, kenyataannya sering kali memberikan efek sebaliknya, terutama saat terjadi konflik online. Media sosial sering dikaitkan dengan depresi, kecemasan, dan perasaan kesepian. Penggunaan media sosial dapat membuat seseorang merasa terisolasi dan sendirian. Sebuah penelitian pada tahun 2017 menemukan bahwa remaja yang menghabiskan lebih dari dua jam per hari di media sosial cenderung menilai kesehatan mental mereka lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang jarang menggunakan media sosial.
2. FOMO (Fear of Missing Out)
Fenomena ini menciptakan keinginan yang kuat untuk selalu terhubung dan mengikuti kegiatan sosial teman sebaya. Kondisi ini dapat menyebabkan stres berkepanjangan dan kecemasan yang signifikan. Fenomena FOMO juga berpotensi mengganggu kualitas tidur, produktivitas, serta merusak hubungan interpersonal karena tingginya tingkat kecemasan.
3. Mekanisme Koping yang Tidak Sehat
Menggunakan media sosial sebagai pelarian adalah suatu yang tidak sehat dan dapat memperburuk kondisi emosional seseorang. Kebiasaan membuka media sosial saat mengalami emosi negatif, seperti kesedihan atau kebosanan, justru dapat memperkuat perasaan tersebut. Alih-alih memberikan ketenangan, interaksi dengan media sosial seringkali memicu perasaan yang lebih negatif.
Beberapa faktor dapat memperparah dampak-dampak tersebut. Desain algoritma media sosial yang bertujuan memaksimalkan waktu penggunaan, ditambah dengan notifikasi yang terus-menerus, telah menciptakan lingkungan digital yang sangat adiktif. Dorongan untuk terus mengecek ponsel demi mendapatkan validasi sosial, seperti jumlah likes atau komentar, dan berbagai tindakan yang dapat memicu kecemasan.
Advertisement
Penting Menjaga Kesehatan Mental saat Aktif di Media Sosial
Kesehatan mental di era digital sangat dipengaruhi oleh cara seseorang mengelola penggunaan media sosial. Melakukan detoks digital, membatasi waktu penggunaan, dan memilih konten yang positif adalah langkah-langkah penting untuk mengurangi dampak negatif dari media sosial. Selain itu, meningkatkan kesadaran terhadap pola penggunaan dan membangun interaksi sosial yang lebih dalam dapat membantu menjaga keseimbangan emosional.
Jika merasa kesulitan mengatasi masalah kesehatan mental yang terkait dengan media sosial, sangat penting untuk mencari bantuan profesional. Terapis atau konselor dapat memberikan dukungan dan strategi coping yang efektif.
Media sosial memang memiliki banyak manfaat, namun penggunaan yang bijak harus menjadi penyeimbang agar manfaat tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik. Penggunaan yang berlebihan dan tidak sehat dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Dengan memahami dampak-dampak tersebut dan menerapkan upaya yang tepat, seseorang dapat menggunakan media sosial tanpa mengorbankan kesehatan mentalnya.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence