Sukses

Penelitian, BPA dalam Air Galon Tidak Membahayakan Kesehatan Manusia

Ahli menyatakan bahwa BPA dalam air galon tidak terbukti menimbulkan gangguan kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta BPA (Bisphenol-A) banyak ditemukan pada berbagai barang di sekitar kita dan sering berkontak dengan kita. Tidak hanya pada kemasan makanan, tetapi juga pada barang-barang lain seperti kertas thermal yang digunakan pada kertas ATM/struk belanja, CD, peralatan olahraga, hingga peralatan medis seperti selang kateter dan tambalan gigi.

Sayangnya, akhir-akhir ini, BPA sering dianggap sebagai salah satu risiko masalah kesehatan. Hal ini disebabkan oleh sifat BPA sebagai pengganggu endokrin, yang dapat meniru hormon estrogen, memicu pubertas dini pada anak perempuan, dan mempengaruhi kelenjar prostat.

Namun, apakah benar demikian? Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.T.P., DEA - Guru Besar dalam bidang ilmu Rekayasa Proses Pengemasan Pangan, Teknologi Pangan IPB, yang juga ahli polimer menyampaikan bahwa BPA diproses dengan bahan lain untuk menjadi polikarbonat. Setelah menjadi polikarbonat, material tersebut menjadi sangat kuat. Kandungan BPA-nya hampir tidak ada lagi, dan yang tersisa pun tidak mudah terurai.

Lebih lanjut, Prof. Nugraha menjelaskan, sisa BPA yang ada pada kemasan polikarbonat atau epoksi baru dapat berpotensi bermigrasi hanya pada kondisi ekstrim.

“Polikarbonat itu sangat tahan panas; titik lelehnya 200 derajat Celcius. Proses distribusi, misalnya terkena panas dan sinar matahari selama perjalanan, tidak akan lebih dari 50 derajat. Jadi risiko migrasi sangat kecil sebenarnya,” jelas Prof. Nugraha dalam Diskusi Pakar Bersama Jurnalis Kesehatan: Forum NGOBRAS di Jakarta yang dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis(12/9/2024).

2 dari 2 halaman

Bukti Ilmiah Bahaya BPA bagi Kesehatan Belum Terbukti

Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono, Sp.PD-KEMD, dan Prof. Nugraha menjelaskan bahwa dalam kedokteran, bukti ilmiah yang paling kuat adalah studi meta-analisis. Namun, mengenai Bisphenol A (BPA), tidak ada bukti ilmiah yang kuat pada manusia yang menunjukkan bahwa BPA menyebabkan diabetes, kanker, atau masalah kesehatan lainnya.

Menurut Dr. Aswin, studi meta-analisis menunjukkan bahwa BPA tidak termasuk dalam panduan kesehatan utama karena penelitian di laboratorium pada hewan coba tidak selalu relevan untuk manusia. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada bukti konsisten bahwa BPA menyebabkan penyakit seperti diabetes atau kanker pada manusia.

Prof. Nugraha menambahkan bahwa studi di Makassar menunjukkan kadar BPA pada kemasan pangan jauh di bawah batas aman yang ditetapkan BPOM, dan penelitian dari ITB menunjukkan BPA tidak terdeteksi pada galon dari merek yang banyak dikonsumsi di Indonesia.

Tolerable Daily Intake (TDI) untuk BPA adalah 4 mg/kg berat badan, dan bahkan jika air minum mengandung BPA, kadar tersebut sangat kecil dan tidak berbahaya. Tubuh manusia juga dapat memetabolisme BPA dengan baik, dan zat tersebut tidak terakumulasi dalam tubuh.

Dr. Aswin mengingatkan bahwa klaim tentang BPA yang menyebabkan berbagai penyakit adalah mitos. Penyakit seperti diabetes lebih disebabkan oleh faktor gaya hidup dan usia, bukan BPA.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence