Liputan6.com, Jakarta Loji merupakan karya arsitektur peninggalan kolonial Belanda yang masih dapat ditemukan berdiri kokoh di beberapa kota di Indonesia. Keberadaan loji ini bukan sekadar menjadi saksi bisu sejarah kolonialisme, tetapi juga menjadi bagian penting dalam industri pariwisata di Indonesia saat ini.
Loji yang pada awalnya berfungsi sebagai pusat administrasi kolonial dan tempat tinggal para pejabat, kini mengalami pergeseran fungsi yang signifikan akibat pengaruh konstruksi sosial dan program pemerintah.
Transformasi ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat dan dinamika industri pariwisata yang terus berkembang. Berikut ulasan lebih lanjut tentang loji yang menjadi saksi bisu kolonialisme di Indonesia dan peralihan fungsinya pasca kolonial yang Liputan6.com rangkum dari Jurnal Socia Akademika Volume 5, No. 1, edisi 20 Mei 2019, Jumat (13/9/2024).
Advertisement
Apa Itu Loji dan Bagaimana Peralihan Fungsinya Dulu dan Sekarang
Loji atau dalam bahasa Belanda disebut "lodge", adalah sebutan yang digunakan oleh masyarakat Jawa untuk merujuk pada bangunan-bangunan khas kolonial Belanda yang didirikan sebagai pusat administrasi, pertemuan, atau tempat tinggal pejabat kolonial. Dalam konteks sejarah, keberadaan loji di Indonesia merupakan bagian dari strategi pemerintah kolonial Belanda dalam memperkuat kontrol atas wilayah-wilayah strategis yang mereka kuasai.
Banguan ini berfungsi sebagai pendukung kelangsungan pemerintahan dan kegiatan sosial Hindia-Belanda. Loji biasanya dibangun dengan desain arsitektur Eropa modern yang mencerminkan martabat dan kekuatan kolonial. Keberadaan loji menjadi penanda penting perkembangan sosio-struktural di sebuah kota.
Loji sebagai Saksi Kolonialisme di Indonesia
Loji merupakan saksi bisu dari era kolonialisme yang pernah terjadi di negeri ini. Bangunan loji merefleksikan dinamika sejarah kolonialisme, dominasi budaya, serta perubahan sosial yang terjadi selama dan setelah masa penjajahan Belanda. Berbagai bangunan loji yang berdiri megah di sebuah kota, memainkan peran penting dalam tata ruang kota kolonial serta menjadi bukti nyata atas kehadiran kolonialisme di Indonesia.
Meskipun fungsinya telah banyak berubah seiring dengan perkembangan zaman, loji tetap menyimpan narasi panjang mengenai kolonialisme dan dampaknya terhadap masyarakat lokal. Gaya arsitektur kolonial Belanda menjadi salah satu yang mencerminkan keanggunan dan kekuasaan penjajah.
Advertisement
Fungsi Loji Masa Kolonial
Pada masa kolonial, bangunan loji memiliki fungsi yang erat kaitannya dengan kepentingan pemerintahan kolonial dan pengaruh sosial mereka. Sebagai contoh, Gedung Sociteit Concordia yang terletak di sebelah utara alun-alun Kota Malang berfungsi sebagai tempat perkumpulan (club) untuk pejabat kolonial Belanda. Gedung ini digunakan untuk berbagai kegiatan seperti bersantai bersama, olahraga, pesta dansa, dan acara sosial lainnya. Bentuk dan tata letaknya dirancang untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup kolonial yang lebih cenderung ke suasana kebarat-baratan (western).
Selain gedung Sociteit Concordia, bangunan loji lainnya seperti penjara yang terletak di sebelah timur alun-alun juga memainkan peran penting dalam tata kelola pemerintahan kolonial. Penjara ini dibangun dengan dinding yang tinggi dan tebal, mencerminkan keamanan yang ketat dan sifat yang kaku. Penempatan bangunan ini di pusat kota menunjukkan bahwa kawasan alun-alun Malang menjadi pusat administrasi pemerintahan kolonial pada masa itu.
Perubahan Fungsi Loji Pasca Kolonial
Seiring dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia setelah masa kolonial, fungsi dan tata letak bangunan loji mengalami perubahan yang cukup signifikan. Bangunan loji yang dahulu digunakan untuk kepentingan pemerintahan dan sosial kolonial telah berubah menjadi bangunan komersial dan pusat perbelanjaan.
Contohnya adalah Gedung Sociteit Concordia yang telah mengalami tiga kali perubahan fisik dan satu kali perubahan fungsi, dan kini dikenal sebagai pusat perbelanjaan modern bernama "Sarinah". Sementara itu, bangunan penjara kolonial juga mengalami perubahan menjadi penjara khusus wanita, sebelum akhirnya dibongkar dan digantikan oleh "Ramayana Department Store".
Perubahan ini menunjukkan adanya pergeseran dari fungsi bangunan yang formal dan anggun menjadi lebih profan atau sekuler. Gedung-gedung yang dahulu hanya memiliki satu fungsi masif kini telah berubah menjadi multi-fungsi, mengikuti perkembangan tata kota dan kebutuhan masyarakat. Menurut Claire Holt, perubahan budaya dalam perjalanan waktu adalah hal yang wajar dan perubahan fungsi ini tidak berarti punahnya unsur-unsur lama, melainkan bisa hidup berdampingan atau bercampur sesuai dengan perkembangan zaman.
Perubahan fungsi loji juga dipengaruhi oleh konstruksi sosial yang melibatkan berbagai institusi budaya dan pemerintah. Institusi budaya seperti Dinas Pariwisata dan Cagar Budaya memainkan peran penting dalam menentukan arah perubahan fungsi bangunan loji. Karena letaknya yang strategis di pusat keramaian kota dan perkembangan sistem kehidupan masyarakat dari zaman kolonial hingga sekarang, banyak bangunan loji yang diubah menjadi ruang komersial seperti pertokoan, kafe, dan hotel, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Menurut J. Marquet, produk seni arsitektur bisa dikelompokkan dalam dua kategori: seni yang diciptakan untuk masyarakat pemilik karya itu sendiri (art by destination) seperti pemerintah kolonial Belanda yang membangun pusat pemerintahan mereka, dan seni yang diciptakan untuk masyarakat luar atau masyarakat asing (art by metamorphosis) seperti pengembangan kawasan pertokoan dan hotel di sekitar alun-alun Kota Malang yang ditujukan untuk wisatawan dan masyarakat lokal.
Advertisement