Sukses

Skema Iuran Pensiun Tambahan Wajib, Gaji Pegawai Bakal Kena Potong Lagi

Iuran pensiun tambahan wajib bagi pekerja jadi polemik di masyarakat?

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia saat ini sedang dalam proses merancang kebijakan baru, terkait sistem pensiun untuk para pekerja di Indonesia. Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat jaring pengaman sosial bagi masyarakat, khususnya dalam menghadapi masa pensiun. Rencana ini mencakup pengenalan skema iuran pensiun tambahan wajib, di mana akan diterapkan di samping program Jaminan Hari Tua (JHT) yang sudah ada dari BPJS Ketenagakerjaan.

Dengan adanya skema baru terkait iuran pensiun tambahan wajib, maka para pekerja di sektor swasta akan dihadapkan pada kewajiban tambahan, untuk menyisihkan sebagian dari penghasilan mereka ke dalam dana pensiun. Langkah ini diambil dengan pertimbangan, yang mana pemerintah memastikan kesiapan finansial yang lebih baik bagi para pekerja ketika mereka memasuki masa pensiun.

Saat ini, proses perancangan regulasi terkait program pensiun wajib ini masih dalam tahap pengembangan. Pemerintah sedang menggodok Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menjadi landasan hukum, bagi implementasi program tersebut. Dalam masa transisi ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memainkan peran penting sebagai badan pengawas dalam pelaksanaan program pensiun, yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Dengan memperkenalkan skema iuran pensiun tambahan wajib, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem yang lebih berkelanjutan, dan mampu memberikan perlindungan finansial memadai bagi para pekerja di masa pensiun mereka. Berikut ini skema dan jenis iuran bagi para pekerja yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (17/9/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bagaimana Skema Iuran Pensiun Tambahan Wajib?

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang batas gaji pekerja yang akan dikenakan kewajiban, untuk mengikuti program iuran pensiun tambahan. Program ini diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), namun detail mengenai batasan gaji tersebut belum diatur secara spesifik, karena PP yang menjadi dasar hukumnya belum diterbitkan oleh pemerintah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menekankan bahwa pihaknya saat ini hanya berfungsi sebagai pengawas dalam pelaksanaan program pensiun, dan belum memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan lebih lanjut terkait program iuran pensiun tambahan tersebut. Hal ini disebabkan karena OJK masih menunggu regulasi yang lebih spesifik dari pemerintah.

"Kami dalam hal ini masih menunggu bentuk dari PP terkait Program Pensiun. Kami menunggu kewenangan yang ada dari pemerintah. Kami belum bisa bertindak lebih lanjut sebelum PP diterbitkan," ujar Ogi dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (8/9/2024) dilansir dari kanal bisnis Liputan6.

Ogi menjelaskan lebih lanjut bahwa UU PPSK yang diundangkan pada Januari 2023 memang bertujuan untuk memperkuat dan mengharmonisasikan berbagai program pensiun yang ada di Indonesia. Secara khusus, UU tersebut menekankan pada perlunya peningkatan perlindungan hari tua untuk semua pekerja formal, baik itu Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI dan Polri, maupun pekerja di sektor swasta. Bagian 4 dari UU PPSK, terutama Pasal 189, mengamanatkan pentingnya penguatan program pensiun dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pada masa tua.

"Kalau berdasarkan data yang ada, manfaat pensiun yang diterima para pensiunan relatif sangat kecil, hanya sekitar 10-15% dari penghasilan terakhir yang diterima saat masih bekerja. Padahal, menurut standar Organisasi Buruh Internasional (ILO), idealnya manfaat pensiun harus mencapai sekitar 40% dari penghasilan terakhir," lanjut Ogi.

UU PPSK juga mencakup pengaturan program pensiun yang bersifat wajib, termasuk program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun yang menjadi bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional. Program-program ini dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, dan Asabri, yang bertanggung jawab untuk memberikan jaminan sosial kepada pekerja formal di Indonesia. Lebih lanjut, Ogi menjelaskan bahwa di dalam Pasal 189 ayat 4 UU PPSK, pemerintah diberi kewenangan untuk menetapkan program pensiun tambahan yang bersifat wajib dengan kriteria tertentu. Namun, pelaksanaannya memerlukan peraturan lebih lanjut yang diatur melalui PP, dan ketentuan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Selain itu, cakupan proteksi yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan juga akan diperluas, termasuk dalam program JHT dan Jaminan Pensiun. Saat ini, cakupan perlindungan yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam program JHT dan Jaminan Pensiun baru mencapai 8,7% dari penghasilan terakhir. Pemerintah berencana untuk terus meningkatkan angka tersebut guna memberikan perlindungan yang lebih baik kepada para pekerja di masa tua mereka.  Sekadar mengingatkan, pekerja kelas menengah dihadapkan munculnya potongan gaji untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan rencana asuransi wajib kendaraan bermotor. Skema Tapera mengharuskan adanya kontribusi dari kelas pekerja melalui potongan penghasilan sebesar 2,5% dan dari pemberi kerja sebesar 0,5%. Meski demikian, penerima manfaat pembiayaan perumahan dari Tapera adalah masyarakat yang tergolong pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

 

3 dari 4 halaman

Jenis-Jenis Potongan Gaji Bagi Para Pekerja

Di Indonesia, terdapat setidaknya enam jenis iuran wajib yang harus dibayarkan oleh karyawan dari penghasilannya. Iuran-iuran ini ditujukan untuk mendukung berbagai program jaminan sosial, kesehatan, serta perpajakan yang diberlakukan pemerintah. Meski demikian, keenam iuran ini belum termasuk wacana iuran pensiun tambahan yang sedang dalam tahap penggodokan. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai masing-masing iuran tersebut:

1. BPJS Kesehatan

Berdasarkan Pasal 16B ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013, karyawan di Indonesia, termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI dan Polri, pejabat negara, serta pegawai pemerintah non-PNS, diwajibkan membayar 5 persen dari gaji bulanan mereka untuk BPJS Kesehatan. Pembagian kontribusi antara karyawan dan perusahaan adalah sebesar 4 persen ditanggung oleh perusahaan, sementara 1 persen dibebankan kepada karyawan. Program BPJS Kesehatan ini bertujuan untuk memberikan jaminan perlindungan kesehatan bagi karyawan beserta keluarganya, mencakup biaya rawat inap, pengobatan, hingga layanan medis lainnya. Kewajiban ini memastikan bahwa seluruh pekerja formal di Indonesia memiliki akses terhadap layanan kesehatan.

2. BPJS Ketenagakerjaan

BPJS Ketenagakerjaan juga mencakup berbagai program lain, seperti Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Program JKM memberikan manfaat berupa uang tunai kepada ahli waris jika karyawan meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja. Sementara itu, JKK memberikan perlindungan finansial apabila karyawan mengalami kecelakaan di tempat kerja yang menyebabkan cacat atau kematian. Besaran iuran untuk JKK bervariasi antara 0,24 persen hingga 1,74 persen dari gaji, tergantung pada tingkat risiko pekerjaan yang dijalani. Seluruh biaya ini ditanggung oleh perusahaan. Adapun iuran untuk JKM sebesar 0,3 persen dari upah, juga sepenuhnya dibayar oleh perusahaan. Program ini memastikan bahwa ahli waris karyawan mendapatkan perlindungan finansial jika karyawan meninggal dunia akibat kecelakaan kerja atau sebab-sebab lain.

3. BPJS Ketenagakerjaan: Jaminan Hari Tua (JHT)

Program Jaminan Hari Tua (JHT) adalah program yang memberikan perlindungan jangka panjang kepada karyawan yang sudah memasuki masa pensiun atau mengalami kehilangan pekerjaan. Dalam hal ini, iuran sebesar 5,7 persen dari gaji bulanan karyawan dibagi antara karyawan dan perusahaan. Karyawan diwajibkan membayar 2 persen, sedangkan sisanya sebesar 3,7 persen ditanggung oleh perusahaan. Program JHT ini tidak hanya berlaku bagi karyawan formal, tetapi juga pekerja non-formal atau pekerja yang bukan penerima upah. Untuk kategori ini, iuran JHT ditetapkan sebesar 2 persen dari gaji yang dilaporkan setiap bulan. Dengan adanya program JHT, karyawan memiliki tabungan yang bisa digunakan setelah pensiun atau dalam kondisi kehilangan pekerjaan, memberikan jaminan kesejahteraan di masa depan.

4 dari 4 halaman

4. BPJS Ketenagakerjaan: Jaminan Pensiun (JP)

Jaminan Pensiun (JP) dari BPJS Ketenagakerjaan bertujuan untuk menjaga standar hidup layak bagi karyawan yang sudah pensiun, atau mengalami cacat total tetap sehingga tidak mampu bekerja. Iuran yang dikenakan untuk program ini adalah sebesar 3 persen dari upah bulanan, di mana 2 persen ditanggung oleh perusahaan dan 1 persen oleh karyawan. Program ini memastikan bahwa setiap karyawan yang memasuki masa pensiun tetap memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dengan sistem ini, pemerintah ingin mendorong karyawan untuk memiliki cadangan dana yang cukup setelah tidak lagi bekerja.

5. Pajak Penghasilan (PPh 21)

Pajak Penghasilan (PPh 21) merupakan potongan gaji yang diterapkan kepada karyawan dengan penghasilan melebihi Penghasilan Kena Pajak (PKP). Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023, pajak ini dikenakan kepada karyawan yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 60 juta per tahun atau Rp 5 juta per bulan. Tarif pajak yang dikenakan bervariasi tergantung pada besarnya penghasilan karyawan, mulai dari 5 persen hingga 35 persen. Berikut rincian tarif pajak yang berlaku:

- Penghasilan tahunan mulai Rp 60 juta: 5 persen.

- Penghasilan antara Rp 60 juta hingga Rp 250 juta: 15 persen.

- Penghasilan antara Rp 250 juta hingga Rp 500 juta: 25 persen.

- Penghasilan antara Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar: 30 persen.

- Penghasilan lebih dari Rp 5 miliar: 35 persen.

PPh 21 ini digunakan oleh negara untuk mendanai berbagai program dan layanan publik, termasuk infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan, yang juga memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

6. Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)

Tapera merupakan program tabungan yang bertujuan untuk membantu karyawan memiliki rumah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024, karyawan di berbagai sektor, termasuk PNS, CPNS, ASN, anggota TNI dan Polri, serta karyawan swasta, wajib membayar iuran sebesar 3 persen dari gaji bulanan mereka. Rincian potongan untuk Tapera adalah 0,5 persen ditanggung oleh perusahaan dan 2,5 persen oleh karyawan. Iuran ini wajib disetorkan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya, dan dana yang terkumpul nantinya akan dimanfaatkan untuk membantu karyawan mendapatkan akses perumahan. Program Tapera merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan akses kepemilikan rumah bagi masyarakat pekerja, khususnya bagi mereka yang belum memiliki tempat tinggal tetap.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.