Liputan6.com, Jakarta Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan keragaman budaya yang memukau, telah lama menjadi subjek diskusi global mengenai statusnya sebagai negara berkembang atau maju.
Indonesia negara maju atau berkembang? Perjalanan ekonomi Indonesia yang dinamis sejak kemerdekaannya telah menunjukkan kemajuan yang signifikan, meskipun masih menghadapi berbagai tantangan dalam upayanya mencapai status negara maju yang sepenuhnya.
Indonesia negara maju atau berkembang? Dalam konteks ini, keputusan Amerika Serikat untuk mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menjadi titik penting, dalam narasi perkembangan ekonomi negara ini.
Advertisement
Adapun keputusan ini didasarkan pada berbagai indikator ekonomi, termasuk pertumbuhan PDB, peningkatan pendapatan per kapita dan kontribusi Indonesia dalam perdagangan global. Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa perubahan status ini spesifik dalam konteks WTO dan tidak serta-merta mengubah klasifikasi Indonesia di forum internasional lainnya, atau mengubah realitas sosio-ekonomi di lapangan.
Implikasi dari perubahan status ini terutama berkaitan dengan aturan perdagangan di WTO, khususnya mengenai ambang batas de minimis subsidi impor. Ini berarti Indonesia mungkin akan menghadapi batasan yang lebih ketat dalam memberikan subsidi kepada industri lokalnya, sesuai dengan aturan yang berlaku bagi negara maju.
Berikut ini perspektif status Indonesia sebagai negara maju atau berkembang di mata dunia yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (19/9/2024).
Indonesia Jadi Negara Maju Menurut WTO
Amerika Serikat (AS) secara resmi telah mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sekaligus memberikan status negara maju kepada Indonesia. Keputusan ini juga diikuti oleh beberapa negara lain yang mengalami perubahan status serupa, termasuk Albania, Argentina, Brasil, China, India, Singapura, Thailand, Ukraina dan Vietnam. Alasan di balik langkah AS ini salah satunya adalah karena Indonesia telah memiliki pangsa pasar sebesar 0,5 persen atau lebih dari total perdagangan global. Selain itu, Indonesia juga menjadi bagian dari kelompok negara G20, sebuah forum ekonomi global yang terdiri dari negara-negara dengan perekonomian besar. Menurut Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR), keanggotaan dalam G20 merupakan salah satu indikasi bahwa negara tersebut sudah dianggap sebagai negara maju.
Pencoretan Indonesia dari daftar negara berkembang dilakukan berdasarkan aturan dalam Undang-undang Bea Masuk Tambahan, atau yang dikenal dengan Countervailing Duty Laws. USTR, dalam hal ini memiliki kewenangan untuk menentukan, memasukkan, atau mengeluarkan suatu negara dari kategori negara berkembang. Dalam konteks perdagangan internasional, status negara berkembang memberikan sejumlah keuntungan, salah satunya adalah perlakuan khusus dalam hal pemberian subsidi impor. Hal ini diatur dalam Perjanjian tentang Subsidi dan Tindakan Imbalan (Agreement on Subsidies and Countervailing Measures/SCM), yang memberikan hak kepada negara-negara berkembang untuk mendapatkan de minimis threshold, atau ambang batas minimal dalam subsidi impor.
Namun, perubahan status Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju di WTO tidak berdampak pada semua aspek perdagangan internasional. Perubahan ini hanya mempengaruhi aturan thresholds de minimis terkait subsidi impor, sementara fasilitas perdagangan lain seperti sistem tarif preferensial umum (Generalized System of Preferences/GSP), yang memberikan keringanan bea masuk dari AS, tidak terpengaruh oleh perubahan status ini. Artinya, Indonesia masih dapat memanfaatkan beberapa keuntungan perdagangan yang sebelumnya dinikmati sebagai negara berkembang, meskipun statusnya sudah berubah.
Perubahan status ini dapat dilihat dari dua sisi. Di satu sisi, peningkatan status Indonesia menjadi negara maju diakui sebagai prestasi yang patut dibanggakan. Ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia dinilai positif oleh negara-negara besar seperti AS. Pengakuan ini mencerminkan bahwa Indonesia telah menunjukkan kemajuan ekonomi yang signifikan dan memiliki peran yang semakin penting dalam perdagangan global. Namun, di sisi lain, terdapat sejumlah konsekuensi yang harus dihadapi. Sebagai negara maju, Indonesia kemungkinan besar akan kehilangan beberapa fasilitas dan kemudahan perdagangan internasional yang selama ini diberikan kepada negara-negara berkembang.
Advertisement
Indonesia Jadi Negara Berkembang Menurut Produk Domestik Bruto
Meskipun secara resmi Indonesia telah dikategorikan sebagai negara maju oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), status ini belum sepenuhnya menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia dari perspektif lain, seperti Produk Domestik Bruto (PDB). Jika dilihat dari PDB, Indonesia masih sering disebut sebagai negara berkembang. Pada tahun 2020, Indonesia memiliki PDB yang mencapai sekitar Rp15,73 kuadriliun atau setara dengan $1,06 triliun. Namun, angka PDB ini perlu dilihat dalam konteks jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar, yaitu sekitar 273,52 juta jiwa. Dengan populasi yang besar ini, PDB per kapita Indonesia berada di angka Rp57,43 juta, yang menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Indonesia masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara yang benar-benar maju.
Selain PDB, Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia juga menjadi indikator penting, dalam menentukan status perkembangan suatu negara. Di Indonesia, HDI berada di angka 0,718, yang mengukur beberapa aspek seperti usia harapan hidup, pendapatan rata-rata, serta tingkat pendidikan masyarakat. Sebagian besar negara maju memiliki HDI di atas 0,8, yang menempatkan Indonesia masih dalam kategori negara berkembang berdasarkan standar HDI ini. Meskipun Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam berbagai sektor ekonomi dan pembangunan, perbedaan ini menjadi salah satu alasan mengapa negara ini masih dianggap berkembang dalam banyak indikator global.
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) juga memberikan perspektif lain, mengenai posisi Indonesia di kancah internasional. OECD merupakan organisasi internasional yang didirikan melalui Konvensi Paris pada tahun 1960 dan berbasis di Paris, Perancis. Tujuan utama dari OECD adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan standar hidup di antara negara-negara anggotanya. Saat ini, Indonesia telah menjadi salah satu dari key partners OECD bersama negara-negara seperti Brasil, Tiongkok, India, dan Afrika Selatan. Meskipun belum menjadi anggota penuh, status ini menunjukkan pentingnya peran Indonesia di kawasan global sebagai negara yang sedang berkembang pesat.
Saat ini, OECD memiliki 38 anggota yang sebagian besar adalah negara-negara maju dengan standar hidup yang tinggi. Rata-rata PDB per kapita negara anggota OECD pada tahun 2022 mencapai USD43,260.7 menurut data dari Bank Dunia. Dari 38 anggota tersebut, terdapat dua negara yang masih diklasifikasikan sebagai negara berpendapatan menengah-atas, yaitu Kolombia dengan PDB per kapita sebesar USD6,630.3 dan Kosta Rika dengan USD13,198.8 per kapita. Mayoritas negara anggota OECD lainnya dikategorikan sebagai negara berpendapatan tinggi. Indonesia sendiri, pada tahun 2022, berada dalam kategori negara berpendapatan menengah-atas (upper-middle income country) dengan PDB per kapita sebesar USD4,580. Walaupun Indonesia belum mencapai tingkat pendapatan tinggi, tren pertumbuhan ekonomi yang stabil membuatnya menjadi salah satu negara dengan potensi besar di kawasan Asia.