Sukses

Sosok Yorgos Lanthimos, Sutradara Film Poor Things yang Raih 11 Nominasi Oscar

Yorgos Lanthimos adalah sutradara yang mendapatkan pengakuan luas di festival-festival film internasional.

Liputan6.com, Jakarta Yorgos Lanthimos adalah seorang sutradara dan pembuat film yang saat ini menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh dalam dunia perfilman kontemporer. Perjalanan kreatifnya dimulai di tanah kelahirannya, di mana ia menempuh pendidikan di Sekolah Film Stavrakos, mengasah keahliannya dalam penyutradaraan Film dan Televisi. 

Pada dekade 1990-an, Yorgos Lanthimos mulai mengembangkan bakatnya dengan menyutradarai serangkaian video untuk perusahaan tari teater Yunani. Pengalaman ini tidak hanya memperluas cakrawala kreatifnya, tetapi juga memperkenalkannya pada dunia pertunjukan yang nantinya akan mempengaruhi gaya penyutradaraannya yang khas.

Perpaduan antara gerakan, narasi visual dan ekspresi artistik dalam proyek-proyek awalnya ini, menjadi batu pijakan bagi karya-karya inovatifnya di masa depan. Sejak tahun 1995, Yorgos Lanthimos memperdalam pengetahuan dan pengalamannya dalam berbagai bentuk media. Ia terjun ke dunia periklanan, menyutradarai sejumlah besar iklan TV komersial yang mempertajam kemampuannya, dalam menyampaikan pesan secara singkat namun kuat. 

Paralel dengan karirnya di dunia film dan televisi, Lanthimos juga aktif di panggung teater, menggarap permainan panggung eksperimental. Pengalaman di dunia teater ini memberikan dimensi tambahan pada kemampuan penyutradaraannya, terutama dalam hal pengarahan aktor dan penciptaan atmosfer yang intens. Berikut ini awal kehidupan dan karier Yorgos Lanthimos yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (23/9/2024). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kehidupan Yorgos Lanthimos

Yorgos Lanthimos adalah pria kelahiran Athena, merupakan seorang sutradara dan penulis skenario yang terkenal karena gaya sinematik unik dan penuh dengan elemen surealisme. Lanthimos dikenal menggabungkan skenario yang absurd dengan desain set yang mencolok, serta narasi yang mengandung wawasan psikologis mendalam. Gaya khas ini telah menjadikannya sebagai salah satu sineas paling berpengaruh dalam sinema kontemporer. Sebelum meraih kesuksesan di dunia perfilman, Lanthimos memulai kariernya sebagai sutradara untuk iklan televisi dan video musik di Yunani, yang menjadi dasar penting dalam mengasah kemampuannya bercerita secara visual. Beberapa film yang ia sutradarai telah menerima pengakuan internasional, termasuk The Favourite (2018) dan Poor Things (2023). Kedua film ini tidak hanya berhasil dinominasikan untuk kategori Film Terbaik di Academy Awards, tetapi juga membawa Lanthimos ke dalam nominasi Sutradara Terbaik, sebuah prestasi luar biasa yang mengukuhkan posisinya di kancah perfilman global.

Latar belakang keluarga Lanthimos juga turut memberikan warna dalam perjalanan hidupnya. Ayahnya adalah seorang atlet profesional yang bermain basket untuk tim nasional Yunani, sementara ibunya mengelola sebuah toko peralatan. Ketika Lanthimos masih sangat muda, kedua orang tuanya bercerai dan ia pun dibesarkan oleh ibunya. Namun, pada usia 17 tahun, Lanthimos harus menghadapi kenyataan pahit kehilangan ibunya yang meninggal dunia. Peristiwa ini memaksanya untuk mandiri sejak usia dini, mengurus dirinya sendiri, sambil tetap melanjutkan pendidikan dan bekerja. Dalam berbagai wawancara, Lanthimos kerap meremehkan dampak dari tragedi ini, menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang harus "terus maju" dengan fokus pada belajar, mencari pekerjaan, dan membayar sewa. Meski kini dikenal sebagai salah satu sutradara besar, Lanthimos mengakui bahwa ia bukanlah seorang penggemar film pada masa kecilnya. Namun, ia menikmati karya-karya dari sutradara seperti John Hughes dan Steven Spielberg, serta mengidolakan bintang laga bela diri Bruce Lee.

Awalnya, Lanthimos tidak langsung terjun ke dunia sinema. Ia sempat mengambil jurusan administrasi bisnis di perguruan tinggi, sebelum akhirnya pada usia 19 tahun memutuskan untuk beralih ke studi film di Sekolah Sinema dan Televisi Hellenic Stavrakos di Athena. Keputusan ini menjadi awal dari perjalanan panjangnya di dunia perfilman. Di sekolah film, Lanthimos mulai tertarik pada karya-karya sutradara besar seperti Andrey Tarkovsky, John Cassavetes, dan Robert Bresson. Para sutradara ini memiliki pengaruh besar dalam membentuk gaya naratif dan visual Lanthimos di kemudian hari. Selain itu, ia juga dipengaruhi oleh berbagai seniman dari disiplin lain, termasuk penulis Franz Kafka dan Samuel Beckett, serta fotografer Diane Arbus yang karyanya sering mengeksplorasi sisi gelap kehidupan manusia. Lanthimos juga mendapatkan inspirasi dari Sarah Kane, seorang penulis drama Inggris yang dikenal dengan karyanya yang penuh kekerasan dan adaptasi radikal dari drama klasik, serta Pina Bausch, seorang koreografer dan penari asal Jerman yang menjadi tokoh penting dalam tari neoekspresionis

3 dari 4 halaman

Proyek Film Pertama

Proyek film pertama Yorgos Lanthimos dimulai dari pengalamannya sebagai sutradara iklan. Pada tahun 2024, ia berbagi pengalamannya dalam sebuah wawancara di podcast BBC This Cultural Life, di mana ia menjelaskan bahwa pekerjaan awalnya sebagai sutradara iklan memberinya keahlian teknis yang sangat berharga. Ia belajar menguasai aspek-aspek praktis dari pembuatan film, seperti penataan kamera, pengaturan pencahayaan dan pengeditan, yang membentuk dasar bagi keterampilannya di kemudian hari. Lebih dari sekadar kemampuan teknis, pekerjaan ini juga memberikan Lanthimos kepercayaan diri untuk bereksperimen dengan elemen kreatif dan imajinatif dalam pembuatan film. Dalam dunia periklanan yang serba cepat dan kompetitif, Lanthimos mengasah insting visualnya, yang kemudian ia bawa ke dunia perfilman layar lebar.

Selain aspek teknis, dunia iklan juga memberi Lanthimos stabilitas finansial yang sangat ia perlukan untuk beristirahat dari pekerjaan komersial dan fokus pada proyek film yang lebih artistik. Selama periode ini, ia bertemu dengan Efthymis Filippou, seorang copywriter yang ia temui melalui salah satu biro iklan tempatnya bekerja. Pertemuan ini menjadi titik penting dalam kariernya, karena Filippou kemudian menjadi mitra penulisan skenario jangka panjang Lanthimos. Keduanya memiliki pemahaman kreatif yang mendalam, dan kerja sama mereka menghasilkan beberapa film yang kemudian mendapat pengakuan internasional. Pada tahun 2001, Lanthimos menggarap film layar lebar pertamanya, sebuah komedi berjudul O kalyteros mou filos (Sahabatku). Dalam proyek ini, ia bekerja sama dengan Lakis Lazopoulos, seorang aktor dan penulis naskah Yunani terkenal, yang menulis sekaligus membintangi film tersebut. O kalyteros mou filos menandai langkah awal Lanthimos di dunia sinema, di mana ia mulai mengeksplorasi gaya penyutradaraan yang akan menjadi ciri khasnya di masa depan. Meski film ini belum sepenuhnya menunjukkan ciri khas surealisme yang kemudian dikenal dari karyanya, proyek ini menjadi batu loncatan penting dalam karier Lanthimos.

Tahun berikutnya, pada 2002, Lanthimos menyutradarai dan menulis bersama sebuah film pendek berjudul Uranisco Disco bersama Maria Skaftoura. Proyek ini meski tidak mendapat sorotan besar, tetap menjadi bagian penting dari pengembangan kreativitas Lanthimos. Dengan film pendek ini, ia mulai menarik perhatian kalangan sineas Yunani yang menghargai keberanian dan keunikan pendekatannya terhadap narasi dan visual. Namun, titik balik dalam karier Lanthimos datang pada tahun 2005 dengan dirilisnya Kinetta. Film ini adalah sebuah drama avant-garde yang ia tulis bersama Yorgos Kakanakis dan direkam dengan kamera genggam. Kinetta adalah karya yang lebih eksperimental, memperlihatkan keberanian Lanthimos dalam menciptakan karya yang mengaburkan batas antara realitas dan fiksi. Film ini menampilkan estetika yang lebih minimalis namun penuh dengan nuansa psikologis, menyoroti obsesi dan keterasingan manusia. Dengan pendekatan visual yang berbeda dari film-film konvensional, Kinetta membawa Lanthimos keluar dari lingkup sineas lokal dan mulai mendapat perhatian lebih luas. Film ini bahkan dinominasikan untuk Penghargaan Alexander Emas di Festival Film Thessaloniki, sebuah pencapaian yang penting dalam memperkenalkan Lanthimos ke kancah internasional.

4 dari 4 halaman

Yorgos Lanthimos Raih Penghargaan

Pada 2023, Lanthimos meluncurkan proyek besar lainnya, Poor Things, sebuah drama komedi fantasi yang diadaptasi dari novel Alasdair Gray tahun 1992 dengan judul yang sama. Film ini menjadi salah satu karya paling ambisius Lanthimos, menampilkan Emma Stone sebagai Victoria Blessington, seorang wanita muda yang bunuh diri saat hamil. Karakter Stone kemudian dihidupkan kembali oleh seorang ilmuwan eksentrik, Godwin Baxter, yang diperankan oleh Willem Dafoe. Dalam twist yang mengingatkan pada kisah Frankenstein, Baxter menggantikan otak Victoria dengan otak anak yang belum lahirnya, mengubah namanya menjadi Bella. Seiring berjalannya waktu, Bella mengalami pertumbuhan otak yang mempercepat perkembangan intelektual dan emosionalnya. Film ini mengeksplorasi pencarian Bella akan pemenuhan seksual, intelektual, serta kemandirian yang radikal, menghadirkan perjalanan hidup yang penuh tantangan dan pertanyaan filosofis.

Poor Things menonjol tidak hanya karena ceritanya yang kompleks dan mendalam, tetapi juga karena desain produksi yang luar biasa. Lanthimos membawa penonton ke dunia steampunk yang penuh dengan detail visual rumit, mulai dari set yang bergaya hingga kostum yang dirancang dengan teliti. Film ini menuai pujian kritis, terutama untuk penampilan Emma Stone sebagai Bella dan Mark Ruffalo yang berperan sebagai Duncan Wedderburn, seorang badut flamboyan yang menemani Bella dalam berbagai petualangan. Di Festival Film Venesia, Poor Things dianugerahi Golden Lion Award, penghargaan tertinggi untuk film terbaik, dan kemudian meraih Golden Globe Award untuk Film Musikal atau Komedi Terbaik. Tak hanya itu, film ini juga berhasil mendapatkan 11 nominasi Oscar, termasuk untuk kategori Film Terbaik dan Sutradara Terbaik, memperkuat reputasi Lanthimos sebagai salah satu pembuat film paling inovatif di industri saat ini.

Kesuksesan Poor Things segera diikuti oleh proyek film berikutnya, Kinds of Kindness yang dirilis pada tahun 2024. Film ini merupakan trilogi cerita yang mengeksplorasi tema-tema kompleks seperti kekejaman, kebaikan, dominasi, dan kebebasan kehendak. Ditulis oleh kolaborator jangka panjang Lanthimos, Efthymis Filippou, film ini dibintangi oleh beberapa aktor ternama seperti Emma Stone, Willem Dafoe, Jesse Plemons, dan Margaret Qualley. Penampilan Jesse Plemons dalam film ini mendapat pujian luas, dan bahkan membuatnya memenangkan penghargaan Aktor Terbaik di Festival Film Cannes. Dengan Kinds of Kindness, Lanthimos sekali lagi menunjukkan kemampuan luar biasanya dalam menggali kedalaman psikologis karakternya sambil tetap mempertahankan gaya visual yang unik dan memukau. Selain kariernya dalam dunia film, Lanthimos juga dikenal karena keterlibatannya dalam dunia seni pertunjukan. Pada 2004, ia menjadi bagian dari tim kreatif yang bertanggung jawab untuk merancang upacara pembukaan dan penutupan Olimpiade Athena, sebuah proyek besar yang memperlihatkan kemampuannya dalam menggabungkan elemen visual, musik, dan teater dalam skala besar. Selain itu, ia pernah menyutradarai beberapa drama panggung, menambah dimensi lain dalam karier seninya. Pada tahun 2011, Lanthimos terlibat dalam produksi film Attenberg karya Athina Rachel Tsangari, di mana ia juga berperan sebagai aktor.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.