Sukses

Tangan Emas Kamto, Pengrajin Caping Kalo Terakhir di Kudus Kota Kretek

Sosok Kamto sebagai generasi keempat pengrajin caping kalo yang masih tersisa hingga saat ini di Kabupaten Kudus.

Liputan6.com, Jakarta Di tengah hiruk-pikuk perayaan ulang tahun ke-475 Kota Kudus, sosok Pak Kamto menjadi sorotan publik. Tangannya dengan lincah merajut helai demi helai daun sulo dan bambu. Ia adalah saksi hidup dari sebuah warisan budaya yang nyaris punah yakni caping kalo sebagai penutup kepala pada baju adat Kudus. Sebagai pengrajin terakhir di Kota Kretek ini, Pak Kamto menjadi generasi keempat yang masih menjaga ikon budaya yang telah menjadi identitas Kudus selama berabad-abad. 

Serangkaian acara memeriahkan ulang tahun Kota Kudus, dimulai pada 25 Agustus dan berlangsung hingga 29 September 2024 mendatang. Di antara berbagai kegiatan yang digelar, satu acara menarik perhatian khusus yakni Fashion Week bertema "The Icon of Caping Kalo" yang telah digelar pada 19-20 September 2024 lalu. Event ini bukan hanya sekadar peragaan busana biasa, melainkan sebuah upaya nyata untuk melestarikan caping kalo sebagai mahkota kebudayaan Kota Kretek yang tak lekang oleh waktu.

Namun di balik kemeriahan perayaan, ada kisah yang lebih dalam tentang perjuangan dan dedikasi. Kamto, dengan keterampilannya yang langka, menjadi pusat perhatian. Tangan emasnya menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang caping kalo dari nenek moyangnya hingga saat ini, berawal hanya sebuah kebutuhan sehari-hari menjadi simbol kebanggaan kota.

Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Senin (23/9/2024).

2 dari 3 halaman

Sosok Kamto, Jadi Penerus Generasi Keempat Pengrajin Caping Kalo

Di sebuah sudut Desa Gulang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, Kamto yang berusia 55 tahun tinggal. Ia bukan hanya sekedar penduduk biasa, melainkan sosok penting yang menyandang gelar sebagai pengrajin caping kalo terakhir di Kudus.

Saat Liputan6.com mendatangi rumah yang juga tempat pembuatan kerajinan Caping Kalo, tuan rumah sedang mengerjakan pesanan caping kalo untuk acara Fashion Week Kudus sebagai rangkaian acara Hari Jadi Kota Kudus. Kamto menjelaskan rangkaian proses pembuatan caping kalo.

“Dimulai dengan membuat rangkepan, menghaluskan daun rembutung atau sulo dan ijuk atau duk, serta ada bagian yang dianyam halus sebagai yang paling atas. Setelah semuanya ada, lalu saya rangkai. Kemudian yang bagian akhir adalah dijahit agar terlihat rapi.” ucap Kamto, Kamis (19/9/2024).

Sebagai generasi keempat, pria 55 tahun itu mewarisi keterampilan langka tersebut dari sang ayah, meneruskan tradisi keluarga yang telah berlangsung selama beberapa generasi. Perjalanan caping kalo di Kudus mengalami pasang surut yang dramatis.

Pada tahun 1976, Desa Gulang masih dihiasi oleh banyak pengrajin caping kalo, menciptakan pemandangan yang khas dengan aktivitas pembuatan kerajinan ini. Namun, seiring berjalannya waktu, minat terhadap caping kalo mulai meredup. Kini, produksi caping kalo menjadi hal yang langka, hanya dibuat berdasarkan pesanan untuk acara-acara tertentu saja.

Ironisnya, banyak generasi muda Kudus yang bahkan tidak mengenal caping kalo sebagai identitas kota mereka sendiri. Selain itu, tidak ada lagi orang yang mau jadi pengrajin caping kalo.

“Baik orang dewasa maupun anak milenial sekarang ini bisa dibilang enggan untuk belajar, karena kerajinan ini tidak bisa cepat menghasilkan uang. Butuh proses lama untuk menghasilkan satu buah caping kalo. Sehingga penghasilan yang didapat juga tidak pasti. Bahkan anak saya saja belum mau untuk belajar dan menekuni caping kalo ini,” terangnya.

Namun, ada secercah harapan ketika PT Nojorono Tobacco Internasional mematenkan caping kalo pada tahun 2022. Kamto mengatakan pada tahun 2022 PT Nojorono Tobacco Internasional mematenkan caping kalo sebagai identitas dan icon budaya milik Kota Kudus. Ia juga berterima kasih atas upaya tersebut.

“Saya berterima kasih kepada PT Nojorono yang sudah mempatenkan caping kalo milik Kudus dan juga mempromosikan caping kalo disetiap event di seluruh Indonesia agar tetap lestari,” ucapnya.

Sejak saat itu, minat terhadap kerajinan caping kalo kembali tumbuh. Bahkan caping kalo buatan Kamto telah melintasi batas Kudus, mencapai kota-kota seperti Bekasi, Yogyakarta, Malang, hingga Bangka Belitung.

Dukungan dari tokoh-tokoh seni seperti Didik Nini Thowok dan Kinanti Sekar Rahina, yang ikut melestarikan dan mengenalkan caping kalo ke luar Kudus, menjadi angin segar bagi Kamto untuk terus menjaga warisan budaya ini.

Kamto berharap kepada masyarakat terutama anak muda agar mau melestarikan identitas budaya Kota Kudus tersebut.

“Saya sangat berharap ada yang mau untuk belajar membuat caping kalo ini. Nanti amal saya jika sudah besar akan saya suruh untuk belajar membuat caping kalo ini. Agar tidak punah,” tegasnya.

3 dari 3 halaman

Antara Tradisi dan Modernitas, Peragaan Busana yang Berkolaborasi dengan Caping Kalo

Lebih lanjut, Direktur PT Nojorono Arief Goenadibrata, dalam sambutannya menyampaikan bahwa acara Fashion Week Kudus sebagai rangkaian hari jadi Kudus yang ke-475 yang diselenggarakan pada 19-20 September 2024, menjadi momentum penting untuk memaksimalkan potensi Kudus. Sebab ia merasa prihatin atas kondisi caping kalo saat ini.

"Caping kalo adalah sebuah warisan budaya khas Kudus, sayangnya keberadaan caping kalo kurang populer di kota Kudus," ujarnya.

Fakta bahwa hanya tersisa dua pengrajin caping kalo menjadi alarm yang membangunkan kesadaran akan pentingnya pelestarian warisan ini. Namun, PT Nojorono tidak berhenti pada sekadar kepedulian. Mereka mengambil langkah nyata dengan melakukan kaderisasi dalam proses pembuatan caping kalo.

"Upaya kami dalam pelestarian caping kalo ini tidak berhenti saja dalam pembuatan buku, namun kami juga membuat kaderisasi dalam proses pembuatannya," jelasnya.

Kolaborasi menjadi kunci dalam upaya pelestarian ini. PT Nojorono bermitra dengan Dinas Pariwisata untuk mengintegrasikan caping kalo ke dalam berbagai bentuk seni.

"Kami juga terlibat dalam kolaborasi dengan Dinas Pariwisata dengan mengkombinasikan caping kalo sebagai penutup kepala wanita yang berkolaborasi dengan musik, lukisan, tarian, dan lain sebagainya," tambah Arief.

Momentum perayaan hari jadi Kota Kudus yang ke-475 menjadi panggung besar bagi caping kalo. PT Nojorono dan Pemerintah Daerah berkolaborasi menghadirkan fashion show bertema The Icon of Caping Kalo.

"PT Nojorono dan Pemda berkolaborasi untuk mengusung tema fashion show tahun ini yakni The Icon of Caping Kalo, di mana caping kalo akan menjadi tuan rumah di kotanya sendiri," jelas Arief dengan antusias.

Namun, ambisi Arief dan PT Nojorono tidak berhenti di sini. Mereka memiliki visi yang jauh lebih besar sebagai bentuk ikhtiar mengenalkan caping kalo ke seluruh penjuru dunia.

"Saya ingin membawa caping kalo ini sampai ke New York fashion show. Dua bulan lalu sempat berkunjung ke kedutaan Yunani di Jakarta, dan kami sempat berdiskusi dan beliau tertarik dengan caping kalo," tambahnya.

Sementara itu, Pj Bupati Kudus, Muhamad Hasan Chabibie berharap, melalui perpaduan kreatif antara tradisi dan fashion, caping kalo dapat mendunia dan mengangkat potensi budaya Kudus. 

“Jangan pernah ragu untuk terus mengembangkan tradisi luar biasa ini,” pesannya.

Menurutnya, perjalanan caping kalo dari Kudus ke panggung fashion internasional mungkin masih panjang, namun langkah pertama berupa pelatihan dan pendampingan pengrajin caping kalo telah diambil sebagai bentuk pelestarian yang nyata.