Liputan6.com, Jakarta Joko Widodo, atau yang akrab disapa Jokowi, telah menjadi sosok sentral dalam politik Indonesia selama satu dekade terakhir. Sebagai presiden ke-7 Republik Indonesia, Jokowi telah memimpin negeri ini sejak tahun 2014, membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari latar belakangnya sebagai pengusaha mebel hingga menjadi orang nomor satu di Indonesia, perjalanan Jokowi penuh dengan cerita inspiratif dan prestasi yang patut diapresiasi.
Baca Juga
Advertisement
Dalam masa kepemimpinannya, presiden ke-7 ini telah menggagas dan mengimplementasikan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk memajukan Indonesia. Mulai dari pembangunan infrastruktur besar-besaran, reformasi birokrasi, hingga hilirisasi industri, Jokowi berusaha membawa Indonesia menuju era baru yang lebih maju dan sejahtera. Namun, seperti halnya pemimpin lain, kepemimpinan Jokowi juga tak luput dari kritik dan kontroversi, terutama menjelang akhir masa jabatannya.
Artikel ini akan mengulas secara komprehensif tentang Joko Widodo sebagai presiden ke-7 Indonesia. Kita akan menelusuri perjalanan hidupnya, kebijakan-kebijakan utama yang ia terapkan, serta dampak kepemimpinannya terhadap Indonesia. Secara khusus, kita juga akan membahas berbagai kontroversi yang muncul di akhir masa jabatannya, yang menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan di berbagai kalangan, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (24/9/2024).
Latar Belakang Joko Widodo
Joko Widodo lahir di Surakarta, Jawa Tengah, pada 21 Juni 1961. Pria yang akrab disapa Jokowi ini memulai karirnya sebagai pengusaha mebel sebelum akhirnya terjun ke dunia politik. Perjalanan politik Jokowi dimulai ketika ia terpilih sebagai Wali Kota Surakarta pada 2005. Kesuksesannya memimpin kota Solo kemudian mengantarkannya menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2012.
Kepemimpinan Jokowi yang dinilai berhasil di Jakarta akhirnya membawanya ke panggung politik nasional. Pada 2014, Jokowi terpilih sebagai presiden ke-7 Republik Indonesia, mengalahkan Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden. Lima tahun kemudian, pada 2019, ia kembali terpilih untuk periode keduanya, kali ini berpasangan dengan K.H. Ma'ruf Amin sebagai wakil presiden.
Advertisement
Visi dan Misi Presiden ke-7
Sebagai presiden ke-7, Jokowi membawa visi untuk membangun Indonesia dari pinggiran, memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Ia juga berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan, serta melakukan revolusi karakter bangsa.
Dalam menjalankan visinya, Jokowi menetapkan beberapa misi utama, di antaranya:
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah dan menopang kemandirian ekonomi.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Kebijakan Utama Presiden ke-7
1. Pembangunan Infrastruktur
Salah satu fokus utama kepemimpinan Jokowi sebagai presiden ke-7 adalah pembangunan infrastruktur besar-besaran. Ia meyakini bahwa infrastruktur yang baik akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Beberapa proyek infrastruktur besar yang diinisiasi di era Jokowi antara lain:
- Pembangunan jalan tol trans Jawa dan trans Sumatera
- Pembangunan bandara baru di berbagai daerah
- Pembangunan pelabuhan dan revitalisasi pelabuhan existing
- Pembangunan waduk dan bendungan untuk ketahanan air dan energi
- Pembangunan pembangkit listrik untuk meningkatkan rasio elektrifikasi
2. Hilirisasi Industri
Kebijakan hilirisasi industri menjadi salah satu program unggulan presiden ke-7 ini, terutama di masa jabatan keduanya. Jokowi mendorong pengolahan bahan mentah menjadi produk bernilai tambah tinggi di dalam negeri, alih-alih mengekspor bahan mentah. Beberapa langkah yang diambil antara lain:
- Larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020
- Larangan ekspor bauksit sejak 11 Juni 2023
- Rencana larangan ekspor tembaga mentah
- Pembangunan smelter di berbagai daerah
Hasil dari kebijakan hilirisasi ini cukup signifikan. Nilai ekspor nikel, misalnya, meningkat drastis dari Rp 45 triliun pada 2015 menjadi Rp 520 triliun pada 2022.
3. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Selain infrastruktur fisik, Jokowi juga memberikan perhatian besar pada pengembangan sumber daya manusia. Beberapa program yang dijalankan antara lain:
- Peningkatan anggaran pendidikan
- Program Kartu Indonesia Pintar untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu
- Peningkatan kualitas pendidikan vokasi
- Program pelatihan dan sertifikasi untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja
4. Reformasi Birokrasi
Sebagai presiden ke-7, Jokowi juga gencar melakukan reformasi birokrasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Beberapa langkah yang diambil antara lain:
- Penyederhanaan perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS)
- Penghapusan dan penggabungan lembaga-lembaga yang dianggap tumpang tindih
- Penerapan e-government untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
5. Pemindahan Ibu Kota
Salah satu kebijakan kontroversial presiden ke-7 adalah rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Jokowi berargumen bahwa pemindahan ini diperlukan untuk mengurangi beban Jakarta dan memeratakan pembangunan ke luar Jawa.
Advertisement
Kontroversi di Akhir Masa Jabatan
Menjelang akhir masa jabatannya sebagai presiden ke-7, Jokowi dihadapkan pada berbagai kontroversi yang memicu perdebatan publik. Beberapa isu kontroversial tersebut antara lain:
1. Revisi UU TNI dan Polri
Salah satu kontroversi yang muncul adalah terkait revisi Undang-Undang TNI dan Polri. Beberapa poin dalam revisi tersebut dianggap berpotensi mengurangi independensi kedua institusi dan memberikan kekuasaan yang berlebihan kepada pimpinannya. Kritik datang dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan aktivis hak asasi manusia, yang khawatir bahwa perubahan ini bisa menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan dan merusak prinsip demokrasi serta penegakan hukum yang adil.
2. Revisi UU Penyiaran
Revisi Undang-Undang Penyiaran juga menuai kontroversi karena dianggap dapat mengancam kebebasan pers di Indonesia. Beberapa pasal dalam revisi tersebut dinilai terlalu mengikat dan memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada pemerintah untuk mengatur isi siaran. Hal ini dikhawatirkan bisa mengarah pada kontrol yang lebih ketat terhadap media dan mengurangi kebebasan berekspresi.
3. Penurunan Usia Calon Gubernur
Kontroversi yang paling menyita perhatian publik adalah terkait penurunan usia minimal calon gubernur. Perubahan ini dianggap berkaitan dengan pencalonan Kaesang Pangarep, putra Jokowi, dalam Pilkada mendatang. Keputusan Mahkamah Agung yang mengubah ketentuan usia calon gubernur dari minimal 30 tahun saat mendaftar menjadi 30 tahun saat dilantik menuai kritik karena dianggap sebagai upaya untuk membuka jalan bagi keluarga presiden dalam dunia politik.
4. Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)
Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) juga menuai kontroversi. Meskipun program ini bertujuan untuk membantu pembiayaan rumah bagi rakyat Indonesia, implementasinya dianggap membebani pekerja dan pengusaha dengan kewajiban iuran tambahan. Kritik muncul karena program ini dinilai kurang matang dan dilaksanakan tergesa-gesa tanpa konsultasi yang memadai dengan pihak-pihak terkait.
5. Isu Dinasti Politik
Menjelang akhir masa jabatannya, Jokowi juga menghadapi kritik terkait isu dinasti politik. Pencalonan putranya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024 memicu perdebatan tentang netralitas Jokowi sebagai presiden dan potensi abuse of power dalam proses pencalonan tersebut.
Dampak Kepemimpinan Presiden ke-7
Terlepas dari berbagai kritik dan kontroversi, kepemimpinan Jokowi sebagai presiden ke-7 telah membawa dampak signifikan bagi Indonesia:
1. Peningkatan konektivitas: Pembangunan infrastruktur telah meningkatkan konektivitas antar daerah, yang berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Peningkatan investasi: Reformasi birokrasi dan perbaikan iklim investasi telah meningkatkan minat investor, baik dalam maupun luar negeri.
3. Peningkatan nilai tambah industri: Kebijakan hilirisasi telah meningkatkan nilai ekspor Indonesia dan menciptakan lapangan kerja baru.
4. Pemerataan pembangunan: Fokus pembangunan di luar Jawa telah membantu mengurangi kesenjangan antar daerah.
Tantangan dan Kritik
Meski banyak kebijakan Jokowi yang mendapat apresiasi, kepemimpinan presiden ke-7 ini juga menghadapi berbagai tantangan dan kritik:
1. Peningkatan utang negara: Utang pemerintah meningkat signifikan selama era Jokowi, dari sekitar Rp 2.600 triliun di awal pemerintahannya menjadi Rp 7.879 triliun per Maret 2023.
2. Isu lingkungan: Kebijakan pembangunan infrastruktur dan hilirisasi industri dianggap oleh sebagian pihak kurang memperhatikan aspek lingkungan.
3. Isu HAM: Beberapa kebijakan Jokowi, seperti pendekatan keamanan di Papua, mendapat kritik dari aktivis HAM.
4. Kontroversi di akhir masa jabatan: Berbagai kebijakan dan isu yang muncul di akhir masa jabatan Jokowi menuai kontroversi dan kritik dari berbagai kalangan.
Joko Widodo, sebagai presiden ke-7 Republik Indonesia, telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari pembangunan infrastruktur hingga hilirisasi industri, kebijakan-kebijakannya telah mengubah wajah Indonesia selama satu dekade terakhir.
Meski tak lepas dari kritik, kontroversi, dan tantangan, langkah-langkah yang diambil presiden ke-7 ini telah meletakkan dasar bagi transformasi Indonesia menuju negara maju. Kontroversi yang muncul di akhir masa jabatannya menjadi catatan penting dalam sejarah kepemimpinannya dan mungkin akan mempengaruhi bagaimana warisan kepemimpinannya akan dinilai di masa depan.
Ke depan, tantangan bagi pemerintah selanjutnya adalah melanjutkan dan menyempurnakan berbagai kebijakan positif ini, sambil terus meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan integritas demokrasi. Pengalaman dari kontroversi di akhir masa jabatan Jokowi juga bisa menjadi pelajaran berharga untuk pemerintahan mendatang dalam mengelola transisi kekuasaan dan menjaga kepercayaan publik.
Sebagai presiden ke-7, Jokowi telah menorehkan sejarahnya sendiri dalam kepemimpinan Indonesia, dengan segala prestasi dan kontroversinya. Kini, tinggal bagaimana generasi selanjutnya melanjutkan dan mengembangkan warisan positif dari era kepemimpinannya, sambil belajar dari berbagai tantangan dan kontroversi yang muncul, untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik di masa depan.
Advertisement