Liputan6.com, Jakarta Musim hujan merupakan momen yang dinantikan oleh sebagian besar penduduk Indonesia, terutama setelah melewati periode kemarau yang panjang. Kehadiran hujan tak hanya menjadi penyejuk di tengah teriknya cuaca, tetapi juga penting bagi kehidupan agraris yang sangat bergantung pada air hujan. Namun, pada tahun 2024, awal musim hujan diprediksi tidak akan datang secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.
Berdasarkan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), beberapa wilayah di Indonesia sudah mulai merasakan hujan sejak Agustus 2024, sementara wilayah lainnya baru akan mengalami musim hujan di bulan-bulan berikutnya, seperti September hingga November. Prediksi ini memberikan gambaran bahwa pola kedatangan musim hujan berbeda-beda, tergantung zona musim dan karakteristik geografis setiap daerah.
Advertisement
Baca Juga
BMKG Jateng juga telah memetakan kapan musim hujan akan mulai berlangsung di wilayah Jawa tengah dan DIY. Menarik untuk menyimak prediksi BMKG Jateng mengenai awal musim hujan di wilayah ini, yang diperkirakan akan dimulai sekitar bulan Oktober dan November. Bagi masyarakat setempat, informasi ini sangat penting untuk berbagai sektor, terutama pertanian, guna mengantisipasi datangnya hujan dan mempersiapkan kegiatan yang optimal selama musim penghujan.
Berikut ulasan lebih lanjut tentang prediksi BMKG Jateng tentang awal musim hujan di wilayah Jawa Tengah dan DIY yang Liputan6.com lansir dari berbagai sumber, Rabu (25/9/2024).
Penjelasan BMKG Jateng Tentang Awal Musim Hujan di Jawa Tengah dan DIY
BMKG Jawa Tengah (Jateng) telah merilis prediksi tentang awal musim hujan di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan informasi dari Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Jateng, Sukasno, musim hujan di Jateng diperkirakan akan dimulai pada akhir September hingga Oktober 2024. Ini berarti sebagian wilayah akan mulai mengalami curah hujan sejak akhir September, namun secara umum, hujan akan turun lebih konsisten pada bulan Oktober 2024.
Sukasno juga mengungkapkan bahwa puncak musim hujan di Jateng dan DIY diprediksi akan terjadi pada Februari 2025. Durasi musim hujan tahun ini diperkirakan cukup panjang, berlangsung selama enam hingga sembilan bulan, dengan rata-rata antara enam hingga delapan bulan. Dengan durasi yang panjang, masyarakat perlu mempersiapkan diri menghadapi berbagai dampak dari curah hujan yang tinggi.
Selain itu, Sukasno mengingatkan agar masyarakat waspada terhadap potensi cuaca ekstrem selama masa transisi dari kemarau ke musim hujan. Fenomena cuaca seperti petir, angin kencang, puting beliung, dan hujan lebat dalam waktu singkat dapat memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor, terutama di daerah-daerah rawan.
Imbauan khusus juga ditujukan kepada pemerintah daerah untuk mempersiapkan langkah-langkah mitigasi menghadapi musim hujan. Beberapa tindakan yang disarankan adalah memperbaiki saluran air, memperkuat tanah di area rawan longsor, serta melakukan reboisasi di daerah dataran tinggi yang gundul atau minim vegetasi. Dengan adanya upaya pencegahan yang tepat, dampak dari musim hujan yang panjang di Jateng dan DIY diharapkan bisa diminimalisir.
Advertisement
Himbauan Potensi Cuaca Ekstrem
BMKG telah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat Jawa Tengah untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem pada tanggal 23-25 September 2024. Berdasarkan informasi dari Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang, cuaca ekstrem ini dapat memicu terjadinya bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, pohon tumbang, dan sambaran petir.
Potensi cuaca ekstrem ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah suhu permukaan air laut yang hangat di Laut Jawa bagian utara, yang memicu peningkatan massa uap air. Ini meningkatkan kemungkinan terbentuknya awan konvektif yang dapat menimbulkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, petir, dan angin kencang. Selain itu, kondisi labilitas udara yang tinggi dan kelembapan udara yang cenderung basah mendukung pertumbuhan awan cumulonimbus yang menjulang ke lapisan atas, memperbesar risiko terjadinya cuaca ekstrem.
Wilayah yang diprediksi akan terkena dampak paling signifikan dari cuaca ekstrem ini termasuk Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga, Tegal, Cilacap, Temanggung, Wonosobo, dan sekitarnya, dengan peringatan berlaku pada 23-25 September 2024. BMKG mengimbau masyarakat di wilayah-wilayah ini untuk bersiap menghadapi potensi bencana, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah rawan banjir dan longsor.
Musim Hujan Tidak Serentak
Musim hujan di Indonesia pada tahun 2024 diprediksi akan terjadi secara tidak serentak di berbagai wilayah, menunjukkan kompleksitas iklim yang dialami oleh negara kepulauan ini. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), beberapa daerah sudah merasakan hujan sejak bulan Agustus, sedangkan wilayah lainnya baru akan memasuki musim hujan pada bulan-bulan berikutnya.
Pada bulan September 2024, sebanyak 75 zona musim, atau sekitar 10,7% dari total 699 zona, diperkirakan akan mulai memasuki musim hujan. Wilayah yang termasuk dalam kategori ini mencakup pesisir timur perairan Sumatra Utara, Riau bagian selatan, Jambi, sebagian Bengkulu, serta beberapa daerah di Sumatra Selatan, Kalimantan, dan Papua. Ini menandai awal dari periode hujan yang lebih luas di Indonesia.
Masuk ke bulan Oktober, 210 zona musim—sekitar 30,04%—dijadwalkan untuk mulai musim hujan. Ini akan meliputi sebagian besar Sumatera Selatan, hampir seluruh Pulau Jawa, dan sebagian besar Pulau Kalimantan. Wilayah pesisir barat Sulawesi Selatan dan pesisir utara Sulawesi Utara juga akan merasakan dampak musim hujan yang lebih merata.
Bulan November menjadi waktu di mana 181 zona musim, atau 25,9%, diprediksi baru akan memasuki musim hujan. Daerah yang terpengaruh mencakup Lampung bagian selatan, Pulau Jawa bagian timur, dan sebagian besar Pulau Sulawesi, Bali, serta Nusa Tenggara Barat dan Timur.
Menariknya, 113 zona musim lainnya, yang berjumlah sekitar 16,2%, akan mengalami pola musim hujan sepanjang tahun, menunjukkan bahwa beberapa wilayah hanya mengalami satu musim saja.
Kepala BMKG, Dwikorita, menjelaskan bahwa 38% wilayah Indonesia akan mengalami awal musim hujan yang lebih cepat dibandingkan dengan rata-rata klimatologis tahun 1991 hingga 2020. Wilayah tersebut mencakup sebagian besar Pulau Sumatera, pesisir utara Pulau Jawa termasuk Jakarta, serta beberapa area di Pulau Sulawesi, Bali, dan Papua.
Di sisi lain, ada 190 zona musim (27%) yang akan memulai musim hujan sesuai dengan pola sebelumnya. Namun, 96 zona musim, atau 14%, diperkirakan akan mengalami awal musim hujan yang mundur, datang lebih lambat dari biasanya, terutama di beberapa bagian Pulau Jawa, Sulawesi, dan wilayah timur Indonesia seperti Maluku dan Papua.
Advertisement