Liputan6.com, Jakarta - Pemilik Blue Bird pertama kali adalah Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, seorang wanita visioner yang memulai bisnis taksi dari modal berdagang telur dan batik. Ibu Djoko, demikian ia akrab disapa, lahir di Malang pada 17 Oktober 1921 dan merintis Blue Bird pada tahun 1972 dengan 25 armada taksi Holden Torana.
Baca Juga
Advertisement
Kegigihannya dalam menghadapi berbagai tantangan hidup menjadikan Blue Bird sebagai perusahaan taksi terkemuka di Indonesia.
Sosok Ibu Djoko dikenal sebagai pengusaha yang ulet dan pantang menyerah. Meski terlahir dari keluarga berkecukupan, ia mengalami masa sulit saat orang tuanya bangkrut ketika ia berusia 5 tahun. Pengalaman hidup yang berat ini justru membentuk karakternya menjadi pribadi yang tangguh dan kreatif dalam mencari peluang usaha.
Sejarah pemilik Blue Bird pertama kali menarik untuk diketahui karena menggambarkan perjalanan seorang wanita dalam membangun bisnis besar dari nol. Kisah Ibu Djoko membuktikan bahwa kesuksesan dapat diraih melalui kerja keras, inovasi, dan kegigihan tanpa mengenal gender.
Perjuangannya dalam membangun Blue Bird menjadi inspirasi bagi banyak pengusaha, terutama wanita, untuk berani memulai dan mengembangkan bisnis mereka sendiri. Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya melansir dari laman website resmi Blue Bird Group dan sumber lainnya, Selasa (1/10/2024).
Sosok Pemilik Blue Bird Pertama Kali
Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, yang lebih dikenal sebagai Ibu Djoko, adalah pemilik Blue Bird pertama kali yang memulai bisnis taksinya pada tahun 1972. Lahir di Malang pada 17 Oktober 1921, Ibu Djoko mengalami masa kecil yang penuh tantangan ketika keluarganya jatuh bangkrut saat ia berusia 5 tahun.
Pengalaman hidup yang sulit ini tidak mematahkan semangatnya, justru membentuk karakternya menjadi seorang yang tangguh dan pantang menyerah. Tekadnya untuk terus bersekolah membuahkan hasil dengan kelulusannya dari Sekolah Guru Belanda atau Eropese Kweekschool pada tahun 1930-an, yang kemudian dilanjutkan dengan menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Perjalanan Ibu Djoko sebagai pemilik Blue Bird pertama kali dimulai dari usaha-usaha kecil untuk menopang ekonomi keluarga. Setelah menikah dengan Djokosoetono, seorang dosen yang juga pendiri Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Ibu Djoko menghadapi tantangan ekonomi pada tahun 1950-an saat Indonesia mengalami krisis. Tidak menyerah pada keadaan, ia memulai usaha berjualan batik dari rumah ke rumah pada tahun 1960-an.
Keberhasilannya dalam bisnis batik mendorong Ibu Djoko untuk merambah ke bisnis telur, yang saat itu merupakan komoditas eksklusif. Ketekunannya dalam menjalankan kedua bisnis ini menjadi modal awal yang penting dalam membangun usaha taksi rumahan yang kelak menjadi cikal bakal Blue Bird.
Pada tahun 1965, Ibu Djoko bersama dua anaknya, Chandra Suharto dan Purnomo Prawiro, mulai mengoperasikan taksi tanpa argo dengan nama "Chandra Taxi" dari rumahnya di Jalan Cokroaminoto No. 107. Tujuh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1972, Blue Bird resmi diluncurkan dengan 25 armada Holden Torana yang beroperasi di Jakarta. Inovasi Ibu Djoko sebagai pemilik Blue Bird pertama kali terlihat dari keputusannya untuk menggunakan sistem tarif berdasarkan argometer, yang menjadikan Blue Bird sebagai pelopor taksi berargometer di Indonesia.
Advertisement
Inspirasi Nama Blue Bird
Nama "Blue Bird" sendiri terinspirasi dari dongeng Eropa "Bird of Happiness" atau Burung Pembawa Kebahagiaan, mencerminkan harapan Ibu Djoko agar bisnisnya dapat membawa kebahagiaan bagi banyak orang.
Visi Ibu Djoko sebagai pemilik Blue Bird pertama kali tidak hanya terbatas pada bisnis taksi. Ia membangun Blue Bird dengan hati dan dukungan anak-anaknya, menciptakan budaya perusahaan yang kuat dan berorientasi pada pelayanan pelanggan. Kisah perjuangan dan keteladanan Ibu Djoko memberikan pengaruh besar dalam perkembangan Blue Bird, membentuk fondasi yang kokoh bagi perusahaan untuk terus berkembang dan melayani masyarakat Indonesia.
Komitmennya terhadap kualitas dan inovasi tercermin dalam setiap langkah perkembangan Blue Bird, mulai dari penggunaan sistem radio untuk penyebaran order hingga penerapan teknologi terkini dalam operasional taksi.
Warisan Ibu Djoko sebagai pemilik Blue Bird pertama kali terus hidup melalui generasi penerusnya. Kini, Blue Bird telah berkembang menjadi perusahaan transportasi terkemuka yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak November 2014. Di bawah kepemimpinan generasi ketiga keluarga Djokosoetono, Blue Bird terus berinovasi mengikuti perkembangan zaman digital, memperluas layanan tidak hanya di bidang transportasi penumpang tetapi juga merambah ke logistik, industri pembuatan bus, properti, dan teknologi informasi.
Keberhasilan Blue Bird dalam bertransformasi dan beradaptasi dengan perubahan zaman membuktikan kuatnya fondasi yang dibangun oleh Ibu Djoko, menjadikan perusahaan ini sebagai salah satu kisah sukses bisnis keluarga di Indonesia.
Sejarah Berdirinya Blue Bird hingga Sekarang
Cikal Bakal Blue Bird (1965-1972)
Tahun 1965: Ibu Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono bersama dua anaknya, Chandra Suharto dan Purnomo Prawiro, memulai usaha taksi tanpa argo dengan nama "Chandra Taxi" dari rumah mereka di Jalan Cokroaminoto No. 107, Jakarta.
Modal awal berasal dari hasil usaha berdagang telur dan batik yang dirintis Ibu Djoko sebelumnya.
Periode ini menjadi masa persiapan dan pembelajaran dalam bisnis transportasi.
Kelahiran Resmi Blue Bird (1972)
Tahun 1972: Blue Bird resmi diluncurkan dengan 25 armada Holden Torana yang beroperasi di Jakarta.
Blue Bird menjadi pelopor taksi dengan sistem tarif berdasarkan argometer di Indonesia.
Nama "Blue Bird" terinspirasi dari dongeng Eropa "Bird of Happiness", mencerminkan harapan membawa kebahagiaan bagi pelanggan.
Era Ekspansi dan Inovasi (1980-an - 1990-an)
1981: Armada Blue Bird dilengkapi dengan AC untuk meningkatkan kenyamanan penumpang.
1992: Pengemudi Blue Bird dipercaya menjadi pengemudi resmi KTT Non-Blok.
1993: Peluncuran taksi eksekutif Silver Bird di Balai Kota DKI Jakarta.
1994: Implementasi sistem komputerisasi untuk call center, meningkatkan efisiensi pemesanan.
Transformasi Digital dan Go Public (2000-an - 2014)
2004: Penerapan aplikasi Radio Mobile Data Terminal untuk penyebaran order ke setiap taksi.
2011: Peluncuran aplikasi Taxi Mobile Reservation, aplikasi pemesanan taksi pertama di dunia untuk Blackberry.
2014: Blue Bird melakukan Initial Public Offering (IPO) dan resmi terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham BIRD.
Era Diversifikasi dan Kolaborasi (2015 - Sekarang)
2015-2016: Peluncuran Blue Bird MPV dan in-taxi entertainment, serta relaunching aplikasi My Blue Bird dengan fitur pembayaran non-tunai.
2017-2018: Kolaborasi dengan Go-Jek dan Traveloka, serta rebranding logo Blue Bird.
2019: Akuisisi Cititrans, peluncuran armada taksi listrik, dan pengangkatan Noni Sri Ayati Purnomo sebagai Direktur Utama.
2020-2022: Peluncuran layanan BirdKirim, kerjasama dengan berbagai mitra strategis seperti Garuda Indonesia dan BCA, serta implementasi visi keberlanjutan.
Sejarah berdirinya Blue Bird menunjukkan perjalanan panjang dari sebuah usaha keluarga menjadi perusahaan transportasi terkemuka di Indonesia. Pemilik Blue Bird pertama kali, Ibu Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, meletakkan fondasi yang kuat bagi perusahaan untuk terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman.
Komitmen terhadap kualitas layanan, inovasi teknologi, dan diversifikasi usaha menjadi kunci keberhasilan Blue Bird dalam mempertahankan posisinya sebagai pemimpin industri transportasi di Indonesia selama lebih dari lima dekade.
Advertisement