Liputan6.com, Jakarta Co-parenting adalah pendekatan pengasuhan anak yang melibatkan kerjasama antara orang tua yang telah berpisah atau bercerai, dengan tujuan utama memastikan kesejahteraan dan perkembangan optimal anak. Dalam situasi di mana hubungan pernikahan tidak dapat dipertahankan, co-parenting menjadi solusi penting untuk menjaga stabilitas emosional dan psikologis anak.
Ini melibatkan komunikasi yang efektif, pengaturan waktu yang adil, dan keputusan bersama yang selalu mengutamakan kepentingan terbaik anak. Dengan menerapkan co-parenting yang baik, anak-anak dapat merasakan dukungan dari kedua orang tua mereka meskipun mereka tidak lagi tinggal bersama.
Suksesnya co-parenting tidak hanya bergantung pada niat baik, tetapi juga pada penerapan praktik-praktik tertentu yang memastikan kebutuhan anak tetap menjadi prioritas utama. Penting bagi orang tua untuk menyadari bahwa meskipun hubungan mereka mungkin telah berubah, tanggung jawab mereka terhadap anak tetap sama. Simak informasi lengkapnya, dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, Sabtu(5/10/2024).
Advertisement
1. Prioritaskan Keperluan Anak
Jika seseorang masih baru dalam menerapkan co-parenting, pastikan kebutuhan anak ditempatkan di atas kebutuhan lainnya. Meskipun hubungan pernikahan dengan pasangan telah berakhir, sebagai orangtua tetap perlu bekerja sama untuk merawat dan mendukung perkembangan anak. Untuk menciptakan kerja sama yang baik, tanyakan tiga hal ini kepada diri sendiri dan mantan pasangan.
- Apakah kepentingan anak sudah diutamakan di atas segalanya?
- Apakah sudah menjadi teladan yang baik bagi anak?
- Apakah sudah memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak?
Â
Advertisement
2. Mempertahankan Citra Positif Mantan di Depan Anak
Komunikasi yang baik tidak hanya dilakukan saat bersama-sama, tetapi juga ketika anak hanya bersama salah satu orangtuanya. Tidak boleh ada kata-kata negatif mengenai orangtua lainnya. Sebagai orangtua, kata-kata dan tindakan harus diperhatikan dengan baik dan keduanya tidak boleh egois, apalagi meminta anak untuk memilih pihak tertentu.
Â
Â
3. Membangun Komunikasi yang Baik dengan Pasangan
Peneliti dari University of Vermont menyebutkan bahwa bertengkar di depan anak dapat memberikan dampak negatif pada otak mereka, membuat mereka cenderung memproses emosi secara negatif. Usahakan untuk membangun komunikasi yang baik dengan mantan pasangan di depan anak. Meskipun sudah berpisah, nilai-nilai kebaikan dan rasa hormat harus tetap diperlihatkan saat bertemu. Semua ini dilakukan demi kebaikan perkembangan anak.
Advertisement
4. Menguasai Cara untuk Berkompromi
Kunci dari co-parenting adalah komunikasi. Co-parenting harus dilakukan dengan pemahaman yang sama tentang penjadwalan, apapun urusannya. Meskipun terdengar mudah, ini sering kali menjadi sumber perbedaan pandangan. Pastikan kedua orangtua memprioritaskan kepentingan dan kebutuhan anak di atas segalanya. Selain itu, pastikan anak memiliki waktu yang cukup untuk mendapatkan quality time bersama masing-masing orangtuanya.
5. Memberikan Kebahagiaan Bagi Anak
Tunjukkan rasa cinta dan kasih sayang yang besar kepada anak. Bantu anak untuk menyusun jalan menuju mimpinya. Jika anak bahagia dan sehat, co-parenting dapat dikatakan berhasil. Jika praktik co-parenting tidak didampingi dengan rasa kasih sayang yang besar, anak dapat menjadi agresif dan antisosial.Â
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement