Sukses

Stunting Adalah Gangguan Pertumbuhan pada Anak, Ketahui Cara Mencegahnya

Stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai.

Liputan6.com, Jakarta Stunting, menurut World Health Organization (WHO), didefinisikan sebagai kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) mengartikan stunting sebagai gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Sedangkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan stunting sebagai kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan tinggi badan anak lebih pendek dibandingkan standar usianya.

Berdasarkan data terbaru dari Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dirilis oleh pemerintah pada tahun 2022, angka stunting di Indonesia tercatat sebesar 21,6 persen. Meskipun angka ini menunjukkan penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia. Pemerintah Indonesia terus berupaya menurunkan prevalensi stunting dengan target mencapai 14 persen pada tahun 2024.

Tanda-tanda stunting yang dapat dikenali antara lain pertumbuhan yang terhambat, di mana tinggi badan anak berada di bawah standar untuk usianya. Anak dengan stunting juga mungkin memiliki wajah yang lebih muda dari usianya, dengan tubuh yang pendek dan kecil dibandingkan anak-anak seusianya. Selain itu, stunting dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak.

Agar lebih paham, berikut ini Liputan6.com ulas mengenai pengertian stunting, gejala, penyebab, dan cara mencegahnya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Kamis (3/10/2024).

2 dari 7 halaman

Stunting Adalah

Menurut WHO, stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Anak-anak didefinisikan terhambat gizinya jika tinggi badan mereka terhadap usia lebih dari dua deviasi standar di bawah median standar pertumbuhan anak WHO. Namun pada definisi yang terbaru dikeluarkan WHO pada tahun 2020, stunting adalah pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang / tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang / kronis yang terjadi dalam 1000 HPK.

Stunting bisa dimulai sejak janin masih dalam kandungan, yang disebabkan oleh asupan makanan ibu yang kurang bergizi selama kehamilan. Akibatnya, pertumbuhan bayi bisa terhambat yang bisa terus berlanjut setelah kelahiran.

Selain itu, pemenuhan gizi yang tidak memadai selama 1000 hari pertama kelahiran juga bisa menyebabkan anak mengalami stunting. Hal itu bisa terjadi bila ibu tidak memberikan bayi ASI eksklusif atau makanan pendamping ASI (MPASI) dengan kandungan nutrisi yang rendah, sehingga anak tidak mendapatkan gizi yang dibutuhkan.

3 dari 7 halaman

Tanda-Tanda Stunting

Menurut Kemenkes RI, balita bisa diketahui stunting bila sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal. Seorang anak termasuk dalam stunting atau tidak, tergantung dari hasil pengukuran tersebut. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran. Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga gejala lainnya yakni:

  1. Pertumbuhan melambat.
  2. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya.
  3. Pertumbuhan gigi terlambat.
  4. Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya.
  5. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya.
  6. Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
  7. Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).
  8. Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
4 dari 7 halaman

Penyebab Stunting pada Anak

Berikut ini ada beberapa penyebab stunting adalah:

1. Pengetahuan ibu yang kurang memadai

Sejak di dalam kandungan, bayi sudah membutuhkan berbagai nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk mencapai ini, ibu harus berada dalam keadaan sehat dan bergizi baik. Jika ibu tidak memiliki pengetahuan akan asupan nutrisi yang baik untuknya dan janin, hal ini akan sulit didapatkan.

Begitu pula setelah lahir, 1000 hari pertama kehiduan (0-2 tahun) adalah waktu yang sangat krusial untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa ini, bayi membutuhkan ASI eksklusif selama 6 bulan dan tambahan makanan pendamping ASI (MPASI) yang berkualitas setelahnya. Oleh karena itu, ibu harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai gizi anak.

Faktor lainnya yang juga dapat memicu stunting adalah jika anak terlahir dengan kondisi sindrom alkohol janin (fetus alcohol syndrome). Kondisi ini disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan saat hamil yang kemungkinan diawali ketidaktahuan ibu akan larangan terhadap hal ini.

2. Lingkungan tidak mendukung 

Kelalaian atau ketidakhadiran pengasuh dapat menyebabkan kebutuhan makan anak tidak maksimal dan kesempatan bagi anak untuk bermain dan belajar menjadi lebih sedikit, keduanya berpotensi menghambat pertumbuhan dan perkembangan si kecil. Selain itu, ketika akses untuk mendapatkan makanan yang berkualitas terbatas atau bahkan terhambat sama sekali. Karena alasan ekonomi, anak jadi tidak mendapat gizi yang seharusnya sumber hewani seperti produk susu, telur dan daging.

3. Infeksi 

Selanjutnya, penyebab stunting adalah karena terserang infeksi. Penyakit diare dan penyakit pernapasan diketahui berdampak buruk pada pertumbuhan anak. Stunting terjadi ketika tinggi badan anak tergolong rendah untuk berat badan mereka. Ini dapat memiliki konsekuensi jangka panjang pada pertumbuhan linier, terutama ketika tidak didukung dengan asupan makanan yang sehat.

4. Terbatasnya layanan kesehatan

Kenyataannya, masih ada daerah tertinggal di Indonesia yang kekurangan layanan kesehatan. Padahal, selain untuk memberikan perawatan pada anak atau ibu hamil yang sakit, tenaga kesehatan juga dibutuhkan untuk memberi pengetahuan mengenai gizi untuk ibu hamil dan anak di masa awal kehidupannya.

5. Infeksi berulang atau kronis

Selanjutnya, penyebab stunting adalah infeksi yang berulang. Tubuh mendapatkan energi dari asupan makanan. Penyakit infeksi berulang yang dialami sejak bayi menyebabkan tubuh anak selalu membutuhkan energi lebih untuk melawan penyakit. Jika kebutuhan ini tidak diimbangi dengan asupan yang cukup, anak akan mengalami kekurangan gizi dan akhirnya berujung dengan stunting. Terjadinya infeksi sangat erat kaitannya dengan pengetahuan ibu dalam cara menyiapkan makan untuk anak dan sanitasi di tempat tinggal.

6. Sanitasi yang buruk

Berikutnya, penyebab stunting adalah sanitasi yang buruk. Sulitnya air bersih dan sanitasi yang buruk dapat menyebabkan stunting pada anak. Penggunaan air sumur yang tidak bersih untuk masak atau minum disertai kurangnya ketersediaan kakus merupakan penyebab terbanyak terjadinya infeksi. Kedua hal ini bisa meninggikan risiko anak berulang-ulang menderita diare dan infeksi cacing usus (cacingan).

5 dari 7 halaman

Cara Pencegahan Stunting

Berikut ini terdapat beberapa cara pencegahan stunting menurut IDAI, yaitu:

1. Upaya tindakan pencegahan stunting dimulai dari masa kehamilan

Bagi ibu hamil, upaya yang dapat dilakukan pencegahan stunting adalah melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, menghindari asap rokok dan memenuhi nutrisi yang baik selama masa kehamilan antara lain dengan menu sehat seimbang, asupan zat besi, asam folat, yodium yang cukup.

2. Melakukan kunjungan secara teratur ke dokter atau pusat pelayanan kesehatan lainnya untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu:

  1. Setiap bulan ketika anak anda berusia 0 sampai 12 bulan.
  2. Setiap 3 bulan ketika anak anda berusia 1 sampai 3 tahun.
  3. Setiap 6 bulan ketika anak anda berusia 3 sampai 6 tahun.
  4. Setiap tahun ketika anak anda berusia 6 sampai 18 tahun.

3. Memberikan ASI eksklusif sampai anak anda berusia 6 bulan dan pemberian MPASI yang memadai.

4. Mengikuti program imunisasi terutama imunisasi dasar.

6 dari 7 halaman

Apakah Semua Balita Pendek itu Terkena Stunting?

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atau Kemenkes RI, tidak semua anak balita dengan postur tubuh pendek termasuk dalam kategori stunting. Hal ini disebabkan karena perawakan yang pendek juga dapat diakibatkan oleh faktor keturunan atau adanya gangguan pada hormon pertumbuhan. Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa setiap anak yang mengalami stunting pasti memiliki tubuh yang pendek, namun tidak berlaku sebaliknya.

Stunting didefinisikan sebagai kondisi di mana seorang anak mengalami hambatan dalam pertumbuhan fisiknya. Permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak dengan stunting tidak hanya terbatas pada postur tubuh yang pendek, tetapi juga meliputi berbagai aspek kekurangan gizi yang dapat mempengaruhi perkembangan keseluruhan. Kondisi ini dapat berdampak pada berbagai aspek kesehatan anak, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Anak-anak yang mengalami stunting berisiko mengalami perkembangan otak yang tidak optimal, yang dapat mengakibatkan keterlambatan dalam berbagai aspek perkembangan dibandingkan dengan anak-anak seusianya yang tumbuh normal. Selain itu, stunting juga dapat meningkatkan kerentanan anak terhadap berbagai gangguan kesehatan lainnya di masa depan. Beberapa contoh risiko kesehatan yang mungkin dihadapi termasuk peningkatan kemungkinan terkena penyakit diabetes, gangguan fungsi jantung, serta potensi penurunan kemampuan kognitif dan produktivitas saat dewasa.

7 dari 7 halaman

Pengobatan Stunting

Bagi yang sudah didiagnosis stunting, tenaga kesehatan akan memberikan pengobatan yang harus dilakukan pasien. Pengobatan stunting tersebut dapat meliputi pengobatan penyakit penyebabnya, perbaikan nutrisi, pemberian suplemen, serta penerapan pola hidup bersih dan sehat. Berikut ini yang bisa dilakukan, adalah:

  1. Mengobati penyakit yang mendasari, misalnya memberikan obat-obatan antituberkulosis bila anak menderita TBC.
  2. Melakukan terapi awal seperti pemberian makanan bernutrisi dan bergizi.
  3. Memberikan imunisasi dasar dan tambahan untuk membangun sistem imun tubuh, sehingga terhindar dari berbagai penyakit.
  4. Memberikan nutrisi tambahan, berupa makanan yang kaya protein hewani, lemak, dan kalori.
  5. Memberikan suplemen, berupa vitamin A, zinc, zat besi, kalsium dan yodium.
  6. Menyarankan keluarga untuk memperbaiki sanitasi dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), guna mencapai keluarga yang sehat.