Liputan6.com, Jakarta Deflasi dan inflasi merupakan dua fenomena ekonomi yang saling berkebalikan namun sama-sama memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian suatu negara. Deflasi mengacu pada penurunan tingkat harga barang dan jasa secara umum dalam suatu periode waktu tertentu. Sementara itu, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu.
Perbedaan utama antara deflasi dan inflasi terletak pada arah pergerakan harga dan daya beli mata uang. Dalam kondisi deflasi, harga-harga cenderung turun dan nilai mata uang meningkat, sehingga daya beli masyarakat secara teoretis meningkat. Sebaliknya, inflasi ditandai dengan kenaikan harga-harga yang menyebabkan penurunan daya beli mata uang, di mana jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli dengan sejumlah uang tertentu menjadi lebih sedikit.
Baca Juga
Penyebab deflasi dan inflasi dapat beragam dan kompleks. Deflasi sering disebabkan oleh penurunan permintaan agregat, overproduktion, atau kebijakan moneter yang terlalu ketat. Di sisi lain, inflasi dapat dipicu oleh peningkatan jumlah uang beredar, kenaikan biaya produksi, atau peningkatan permintaan yang tidak diimbangi dengan peningkatan pasokan barang dan jasa.
Advertisement
Agar lebih paham, berikut ini Liputan6.com ulas mengenai perbedaan deflasi dan inflasi yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Minggu (6/10/2024).
Perbedaan Deflasi dan Inflasi
1. Pengertian Deflasi dan Inflasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, pengertian deflasi adalah penambahan nilai mata uang, antara lain dengan pengurangan jumlah uang kertas yang beredar dengan tujuan mengembalikan daya beli yang yang nilainya turun. Deflasi merupakan fenomena penurunan harga yang ada di dalam suatu wilayah. Deflasi terjadi karena kekurangan jumlah uang beredar yang menyebabkan daya beli masyarakat menjadi turun.
Hal Ini berarti daya beli uang meningkat, karena dengan jumlah uang yang sama, konsumen dapat membeli lebih banyak barang dan jasa. Meskipun sekilas terlihat menguntungkan bagi konsumen, deflasi sebenarnya dapat menimbulkan berbagai masalah ekonomi yang serius.
Deflasi sering diukur dengan indeks harga konsumen (IHK) atau indeks harga produsen (IHP). Ketika indeks ini menunjukkan penurunan yang konsisten, maka dapat dikatakan bahwa ekonomi sedang mengalami deflasi. Fenomena ini biasanya terjadi ketika ada penurunan permintaan agregat atau peningkatan pasokan barang dan jasa yang tidak diimbangi dengan peningkatan permintaan.
Sedangkan, inflasi merupakan kebalikan dari deflasi. Inflasi terjadi karena beredarnya sejumlah uang yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, pengertian inflasi adalah kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang. Dengan kata lain inflasi adalah menurunnya nilai mata uang karena beberapa faktor. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa inflasi adalah keadaan perekonomian negara di mana ada kecenderungan kenaikan harga-harga dan jasa dalam waktu panjang. Meskipun hampir seluruh jenis barang maupun jasa mengalami kenaikan, tetapi inflasi biasanya lebih terasa pada bahan-bahan pokok yang harganya meningkat. Hal tersebut membuat inflasi dianggap sebagai masalah ekonomi yang berusaha untuk dihindari.
2. Penyebab Deflasi dan Inflasi
Beberapa penyebab terjadinya deflasi antara lain, penurunan jumlah uang beredar di masyarakat karena cenderung menyimpan uangnya di bank, berkurangnya permintaan barang sementara produksi akan barang terus meningkat atau tidak bisa dikurangi dan masyarakat tidak lagi mengkonsumsi barang tersebut karena bosan atau membatasi pembelian, serta perlambatan kegiatan ekonomi sehingga banyak pekerja yang terdampak karena berkurannya pengahsilan sehingga jumlah uang beredar di masyarakat pun menjadi berkurang.
Sedangkan penyebab dari terjadinya inflasi adalah pertumbuhan ekonomi yang kuat, peningkatan pengeluaran pemerintah, atau kebijakan moneter yang longgar, serta tekanan dari sisi penawaran atau peningkatan biaya produksi.
Advertisement
3. Dampak Deflasi dan Inflasi
Deflasi dapat mengakibatkan perlambatan ekonomi yang serius. Ketika harga-harga turun, konsumen cenderung menunda pembelian dengan harapan harga akan turun lebih rendah di masa depan, yang pada gilirannya mengurangi permintaan dan produksi. Hal ini dapat menyebabkan perusahaan mengurangi produksi, melakukan PHK, atau bahkan bangkrut, yang berujung pada peningkatan pengangguran. Deflasi juga dapat meningkatkan beban utang riil, karena nilai uang meningkat sementara jumlah utang tetap sama, membuat pembayaran utang menjadi lebih sulit bagi individu dan perusahaan. Dalam jangka panjang, deflasi berkepanjangan dapat menyebabkan spiral deflasi yang sulit diatasi, di mana penurunan harga, penurunan produksi, dan peningkatan pengangguran saling memperkuat satu sama lain.
Sedangkan dampak inflasi, terutama jika tinggi dan tidak terkendali, dapat menimbulkan berbagai masalah ekonomi. Kenaikan harga yang terus-menerus mengurangi daya beli masyarakat, terutama bagi mereka dengan pendapatan tetap, yang dapat menurunkan standar hidup. Inflasi juga menciptakan ketidakpastian dalam perencanaan keuangan jangka panjang, karena nilai uang di masa depan menjadi kurang pasti. Bagi bisnis, inflasi dapat meningkatkan biaya produksi dan mengurangi margin keuntungan, yang dapat menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Dari sisi makroekonomi, inflasi tinggi dapat mengurangi daya saing ekspor suatu negara di pasar global. Namun, inflasi ringan (sekitar 2-3% per tahun) sering dianggap normal dan bahkan bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi, karena dapat mendorong konsumsi dan investasi.
Indonesia Mengalami Deflasi Parah pada 2024
Berdasarkan data yag dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik atau BPS melaporkan bahwa negara ini mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut hingga September 2024.
Menurut Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa (1/10/2024), mengungkapkan bahwa pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12% secara bulanan. Angka ini menunjukkan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024.
"Pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024," kata Plt Kepala BPS Amalia yang dikutip pada Minggu, (6/10/2024).
Deflasi ini bahkan lebih dalam dibandingkan dengan bulan sebelumnya, menandakan tren penurunan harga yang semakin signifikan.
Secara tahunan atau year-on-year (yoy), Indonesia mencatat tingkat inflasi sebesar 1,84%, menunjukkan penurunan dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat 2,12% yoy. Sementara itu, inflasi tahun kalender atau year-to-date (ytd) terhitung sebesar 0,74%. Angka-angka ini mengindikasikan bahwa meskipun secara tahunan masih terjadi kenaikan harga, tren deflasi bulanan yang konsisten telah memberikan pengaruh signifikan terhadap dinamika perekonomian nasional.
Kelompok pengeluaran yang menjadi kontributor utama terhadap fenomena deflasi adalah sektor makanan, minuman, dan tembakau. Sektor ini mengalami penurunan harga sebesar 0,59% dan memberikan kontribusi deflasi sebesar 0,17%. Amalia menggarisbawahi bahwa deflasi pada kelompok ini merupakan yang paling dalam sejak tahun 2020, menandakan perubahan signifikan dalam pola konsumsi dan produksi.
Beberapa komoditas yang memberikan andil besar dalam penurunan harga ini meliputi cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, berbagai jenis daging, dan tomat. Penurunan harga pada komoditas-komoditas ini dapat dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk peningkatan produksi, perbaikan rantai pasokan, atau perubahan pola konsumsi masyarakat sebagai respons terhadap kondisi ekonomi terkini.
Advertisement