Sukses

Patriarki Adalah: Fenomena di Indonesia, Penyebab, dan Cara Bertahan

Patriarki adalah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama.

Liputan6.com, Jakarta - Patriarki adalah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti. Pemahaman tentang patriarki penting untuk menciptakan kesetaraan gender dan keadilan sosial.

Setiap orang, terutama pembuat kebijakan, aktivis gender, dan masyarakat umum perlu memahami konsep ini untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.

Sistem patriarki telah mengakar kuat dalam budaya Indonesia selama berabad-abad. Fenomena ini mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, mulai dari struktur keluarga hingga kebijakan publik. Patriarki adalah salah satu faktor utama yang berkontribusi pada ketidaksetaraan gender yang masih terjadi di Indonesia saat ini.

Memahami patriarki adalah langkah penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi ketidakadilan gender. Dengan mengenali akar penyebab dan manifestasi patriarki, kita dapat mengembangkan strategi yang efektif untuk mempromosikan kesetaraan dan memberdayakan perempuan di semua sektor masyarakat.

Patriarki bukanlah konsep yang statis, melainkan terus berevolusi seiring waktu dan perubahan sosial. Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Rabu (9/10/2024).

2 dari 5 halaman

Patriarki Adalah Budaya Apa?

Patriarki adalah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam berbagai aspek kehidupan. Melansir dari buku "Pengantar Gender dan Feminisme" oleh Alfian Rokhmansyah, dalam masyarakat patriarki, laki-laki dianggap memiliki kekuatan lebih dibandingkan perempuan. Di semua lini kehidupan, masyarakat memandang perempuan sebagai sosok yang lemah dan tidak berdaya.

Di Indonesia, budaya patriarki telah mengakar kuat selama berabad-abad dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sistem ini tercermin dalam struktur keluarga tradisional, di mana ayah atau laki-laki dianggap sebagai kepala keluarga dan pengambil keputusan utama.

Patriarki juga mempengaruhi pembagian peran gender dalam masyarakat, dengan perempuan sering dibatasi pada peran domestik dan pengasuhan anak.

Meskipun Indonesia telah mengalami modernisasi dan kemajuan dalam hal kesetaraan gender, pengaruh patriarki masih terasa dalam berbagai aspek. Misalnya, dalam dunia kerja, perempuan masih menghadapi diskriminasi dan kesenjangan upah. Dalam politik, representasi perempuan di posisi kepemimpinan dan pengambilan keputusan masih relatif rendah dibandingkan laki-laki.

Patriarki di Indonesia juga tercermin dalam beberapa praktik budaya dan interpretasi agama yang cenderung membatasi peran dan hak perempuan. Misalnya, beberapa interpretasi hukum adat dan agama masih memposisikan perempuan sebagai subordinat laki-laki dalam hal warisan, perkawinan, dan perceraian.

Namun, penting untuk dicatat bahwa kesadaran akan kesetaraan gender di Indonesia terus meningkat. Gerakan feminis dan aktivis hak-hak perempuan telah bekerja keras untuk menantang norma-norma patriarki dan memperjuangkan hak-hak perempuan.

Beberapa kemajuan telah dicapai, seperti pengesahan undang-undang tentang kekerasan dalam rumah tangga dan peningkatan partisipasi perempuan dalam pendidikan tinggi.

3 dari 5 halaman

Penyebab Patriarki dan Penjelasannya

Berikut adalah beberapa penyebab utama patriarki:

1. Perbedaan Biologis

Melansir dari buku "Sexual Politics" karya Kate Millet, perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan sering dianggap sebagai penyebab utama patriarki. Masyarakat memandang perbedaan fisik ini sebagai dasar untuk memberikan status dan peran yang berbeda kepada laki-laki dan perempuan. Misalnya, kekuatan fisik laki-laki yang umumnya lebih besar dijadikan alasan untuk menempatkan mereka pada posisi dominan.

2. Sosialisasi dalam Keluarga

Keluarga berperan besar dalam menanamkan dan memperkuat ideologi patriarki. Anak-anak sejak dini diperkenalkan pada peran gender tradisional, di mana laki-laki diajarkan untuk menjadi pemimpin dan pencari nafkah, sementara perempuan diarahkan pada peran pengasuhan dan pekerjaan domestik.

3. Sistem Ekonomi

Sistem ekonomi yang memberikan nilai lebih pada pekerjaan yang secara tradisional dilakukan laki-laki turut memperkuat patriarki. Pekerjaan domestik dan pengasuhan yang sering dilakukan perempuan cenderung kurang dihargai secara ekonomi.

4. Interpretasi Agama dan Budaya

Beberapa interpretasi agama dan praktik budaya yang bias gender turut memperkuat sistem patriarki. Interpretasi-interpretasi ini sering digunakan untuk membenarkan dominasi laki-laki dan membatasi peran perempuan dalam masyarakat.

5. Struktur Kekuasaan Politik

Sistem politik yang didominasi laki-laki cenderung menghasilkan kebijakan dan hukum yang mempertahankan status quo patriarki. Representasi perempuan yang rendah dalam pengambilan keputusan politik memperlambat perubahan menuju kesetaraan gender.

 

4 dari 5 halaman

Contoh Budaya Patriarki

  1. Kepala keluarga selalu laki-laki
  2. Perempuan diharapkan mengambil nama suami setelah menikah
  3. Warisan yang lebih besar untuk anak laki-laki
  4. Stereotip bahwa laki-laki lebih rasional dan perempuan lebih emosional
  5. Ekspektasi bahwa perempuan harus mengurus rumah tangga
  6. Pembatasan akses pendidikan bagi perempuan
  7. Posisi kepemimpinan yang didominasi laki-laki
  8. Upah yang lebih rendah untuk pekerja perempuan
  9. Objectifikasi tubuh perempuan dalam media
  10. Pembatasan kebebasan berpakaian bagi perempuan
  11. Praktik poligami yang hanya memperbolehkan laki-laki beristri lebih dari satu
  12. Mitos bahwa perempuan tidak cocok untuk pekerjaan teknis atau sains
  13. Pengambilan keputusan keluarga yang didominasi suami
  14. Anak laki-laki lebih diharapkan daripada anak perempuan
  15. Perempuan diharapkan untuk selalu tampil cantik dan menarik
  16. Pembatasan mobilitas perempuan di malam hari
  17. Perempuan dianggap tidak pantas menjadi pemimpin agama
  18. Laki-laki dianggap lebih layak menjadi pemimpin politik
  19. Stereotip bahwa perempuan adalah penggoda dan sumber fitnah
  20. Perempuan diharapkan untuk mengalah dan mengutamakan keluarga daripada karier
  21. Mitos bahwa perempuan tidak bisa menyetir dengan baik
  22. Laki-laki dianggap lebih pantas menjadi tentara atau polisi
  23. Perempuan dianggap tidak pantas tinggal sendiri
  24. Ekspektasi bahwa perempuan harus menikah dan punya anak
  25. Mitos bahwa perempuan tidak bisa menjadi atlet hebat
  26. Perempuan diharapkan untuk selalu lemah lembut dan mengalah
  27. Laki-laki dianggap lebih pantas menjadi eksekutif perusahaan
  28. Perempuan dianggap tidak pantas merokok atau minum alkohol
  29. Mitos bahwa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin yang tegas
  30. Perempuan diharapkan untuk mengorbankan karier demi keluarga
5 dari 5 halaman

Cara Bertahan di Tengah Patriarki

Berikut beberapa cara untuk bertahan dan melawan patriarki:

1. Pendidikan dan Kesadaran Kritis

Meningkatkan pemahaman tentang konsep gender, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Pendidikan membantu individu mengenali dan menantang asumsi-asumsi patriarki yang selama ini dianggap normal.

2. Pemberdayaan Ekonomi

Mendorong kemandirian ekonomi perempuan melalui pendidikan, pelatihan keterampilan, dan akses ke pekerjaan yang layak. Kemandirian ekonomi dapat mengurangi ketergantungan perempuan pada laki-laki.

3. Partisipasi Politik

Meningkatkan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan politik di semua tingkatan. Representasi yang lebih besar dapat membantu menghasilkan kebijakan yang lebih sensitif gender.

4. Membangun Jaringan dan Solidaritas

Bergabung dengan organisasi atau kelompok yang memperjuangkan kesetaraan gender. Solidaritas dapat memberikan dukungan emosional dan praktis dalam menghadapi tantangan patriarki.

5. Menantang Stereotip Gender

Secara aktif menantang dan menolak stereotip gender yang membatasi potensi individu. Ini bisa dimulai dari lingkungan terdekat seperti keluarga dan tempat kerja.

Patriarki adalah sistem sosial yang telah lama mengakar, namun bukan berarti tidak bisa diubah. Adanya pemahaman yang tepat dan upaya kolektif, siapa saja dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara bagi semua gender.

Â