Sukses

4 Dampak dari Pernikahan Dini, Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental

Ada banyak dampak dari pernikahan dini, mulai dari melahirkan anak stunting hingga bisa mempengaruhi kesehatan mental.

Liputan6.com, Jakarta Pernikahan merupakan salah satu momen paling penting dalam kehidupan seseorang, membawa serta serangkaian tanggung jawab dan konsekuensi yang tidak dapat diabaikan. Di antara berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, usia calon pengantin menjadi salah satu aspek penting yang sering kali menjadi perdebatan. Terlalu muda usia saat menikah tidak hanya membawa risiko fisik seperti melahirkan anak yang stunting, tetapi juga dapat berdampak serius pada kesehatan mental pasangan, mengingat beban tanggung jawab yang harus dipikul dalam membina rumah tangga. 

Dalam konteks masyarakat modern, di mana kesadaran akan hak anak dan pentingnya pendidikan semakin meningkat, diskusi mengenai batas minimal usia pernikahan menjadi semakin relevan dan mendesak. Debat ini tidak hanya menyangkut aspek hukum dan sosial, tetapi juga melibatkan pertimbangan kesehatan, psikologis, dan ekonomi. Penetapan usia minimal yang tepat untuk menikah menjadi penting untuk memastikan bahwa individu yang memasuki institusi pernikahan telah memiliki kematangan fisik dan mental yang cukup untuk menjalani peran sebagai suami atau istri, serta potensial orang tua di masa depan.

Namun, di tengah upaya untuk menetapkan standar usia pernikahan yang ideal, fenomena pernikahan dini masih marak terjadi di berbagai komunitas Muslim di seluruh dunia. Praktik ini sering kali dilandasi oleh interpretasi agama, seperti keinginan untuk mengikuti sunnah Nabi atau upaya untuk menghindari zina. Lantas, apa dampak dari fenomena pernikahan dini?

Berikut ini Liputan6.com ulas mengenai dampak dari pernikahan dini yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Kamis (10/10/2024).

2 dari 4 halaman

Penyebab Pernikahan Dini

Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atau Kemenkes RI, penyebab dari pernikahan dini di usia 15-18 tahun disebabkan karena:

  1. Kondisi ekonomi yang serba kekurangan
  2. Desakan orang tua agar aman dari pergaulan bebas
  3. Adanya sistem budaya
  4. Rendahnya pendidikan
  5. Tren dari media sosial

Persepsi masyarakat sekitar mengenai menikah di usia muda dapat berbeda beda. Ada yang menganggap hidup berumah tangga lebih nikmat serta khawatir anaknya menjadi ‘perawan tua’ atau ‘bujang tak laku’. Hal tersebut tentu menyebabkan sebagian anak ingin segera menikah dan orang tua mendukung pernikahan muda tersebut.

3 dari 4 halaman

Dampak dari Pernikahan Dini

Ada beberapa dampak yang didapat remaja yang menikah di usia yang terbilang masih muda, yakni:

1. Dampak terhadap kesehatan jasmani

Kondisi rahim wanita yang masih terlalu dini dapat menyebabkan kandungan lemah dan sel telur masih belum sempurna sehingga kemungkinan anak akan lahir secara prematur maupun cacat, bahkan bisa melahirkan anak stunting. Hal ini karean remaja secara medis masih dalam proses tumbuh kembang. Oleh karena itu mereka masih membutuhkan asupan gizi. Jika remaja menikah terlalu dini, asupan gizi yang dibutuhkan terutama untuk remaja perempuan yang hamil akan terbagi dua dengan anaknya. Otomatis, dia tidak tumbuh maksimal, anaknya juga tidak tumbuh maksimal.

Ada banyak risiko yang akan dihadapi seorang ibu hamil dan melahirkan di usia terlalu dini. Hal ini antara lain meningkatkan risiko keguguran, rendahnya berat badan bayi ketika lahir, serta kelahiran prematur. Ukuran panggul remaja saat melahirkan belum terbentuk sempurna, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya pendarahan, distorsi atau gagal lahir, bahkan dapat mengancam nyawa ibu dan janin.

2. Dampak terhadap psikologis

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai adanya gejolak emosi yang tidak stabil dan juga dikenal sebagai masa pencairan identitas diri. Kondisi jiwa yang tidak stabil akan berpengaruh pada hubungan suami istri, akan banyak konflik yang terjadi dan mengakibatkan perceraian jika masing-masing individu tidak dapat mengendalikan diri. Hal ini bisa termasuk gangguan kecemasan, depresi, trauma psikologis seperti PTSD, dan gangguan disosiatif, misalnya kepribadian ganda.

Menurut Organisasi Dana Anak Perserikatan Bangsa (UNICEF) mengatakan remaja sebenarnya belum memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi dan mengambil keputusan dengan bijak karena masih membutuhkan arahan dari orang tua. Hal ini karena kurangnya arahan, saat konflik rumah tangga terjadi, pasangan kerap kali mengutamakan kekerasan sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut.

3. Dampak terhadap perkembangan anak

Dari emosi yang tidak stabil akan berpengaruh pada pola asuh orang tua pada anaknya, padahal dalam perkembangannya anak membutuhkan lingkungan keluarga yang tenang, penuh harmonis, serta stabil sehingga anak merasa aman dan berkembang secara optimal.

4. Dampak terhadap sikap masyarakat

Memutuskan untuk menikah berarti harus siap dengan mengalami perubahan dari segi sosial akibat adanya hak dan kewajiban sebagai istri atau suami dan ibu atau ayah. Hal ini jelas memiliki beban dan tanggung jawab yang tidak ringan dalam masyarakat.

4 dari 4 halaman

Usia Ideal untuk Menikah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, usia perkawinan yang boleh diizinkan untuk menikah adalah 19 tahun baik calon mempelai laki laki maupun calon mempelai perempuan.

Sedangkan hukum pernikahan di negara-negara mayoritas Muslim, terdapat variasi yang menarik dalam penentuan batas usia minimal untuk menikah. Malaysia, Mesir, dan Turki, misalnya, telah menetapkan batas usia yang sama untuk laki-laki dan perempuan, yaitu 18 tahun. Keputusan ini tercermin dalam undang-undang keluarga Islam Malaysia tahun 1984, Hukum Anak Mesir tahun 2008, dan Kode Sipil Turki tahun 2001. Penetapan usia yang sama untuk kedua jenis kelamin ini menunjukkan adanya upaya untuk menyeimbangkan hak dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan, sekaligus mencerminkan kesadaran akan pentingnya kematangan fisik dan mental sebelum memasuki jenjang pernikahan.

Di sisi lain, Pakistan memiliki pendekatan yang sedikit berbeda, dengan menetapkan batas usia 18 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pembatasan Pernikahan Anak tahun 1929 yang diamandemen pada tahun 2019. Variasi dalam penetapan batas usia minimal untuk menikah di berbagai negara Muslim ini menggambarkan bahwa meskipun berlandaskan pada syariat Islam, interpretasi dan penerapan hukum dapat berbeda-beda sesuai dengan konteks sosial dan budaya masing-masing negara.