Liputan6.com, Jakarta Pantai Parangtritis merupakan pantai yang cukup populer di Yogyakarta. Pantai ini selalu jadi pilihan tempat wisata ketika berkunjung ke Yogyakarta. Pantai Parangtritis terletak di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Baca Juga
Advertisement
Pantai Parangtritis sendiri kental dengan mitos dan kepercayaannya. Mulai dari legenda Nyi Roro Kidul, pantai yang mistis dan berbahaya, dipercaya sebagai tempat ritual, hingga larangan memakai baju hijau.
Percaya dengan mitos yang beredar, banyak pengunjung yang memilih untuk tidak menggunakan baju hijau ketika ke Parangtritis. Konon katanya, siapa pun yang memakai baju hijau di sepanjang pantai selatan Jawa, termasuk Pantai Parangtritis bakal tertimpa kesialan.
Dalam wawancara dengan Liputan6.com pada Rabu (25/9/2024) lalu, salah satu pengunjung ungkap jika kalau ia antara percaya dan tidak percaya dengan mitos larangan memakai baju warna hijau ke pantai Parangtritis.
Mitos Membuat Pengunjung Lebih Berhati-hati
Adanya mitos larangan memakai baju hijau ke pantai Parangtritis membuat pengunjung lebih berhati-hati. Perasaan takut tentunya dirasakan, namun tetap berpikir positif dan mematuhi peraturan-peraturan pantai.
"Sebenarnya juga agak takut, tapi kita kaya berpikir positif dulu aja. Mungkin kita menghindari ombak, enggak terlalu sampai ke tengah laut," tutur Kezia salah satu pengunjung pantai Parangtritis.
Jhon, salah satu anggota Tim SAR Parangtritis ungkap bahwa mitos tersebut sudah ada sejak lama dan kini semakin berkembang di masyarakat. Lantaran semakin berkembang, mitos tersebut sudah menjadi rahasia umum.
"Mitosnya baju hijau itu enggak (tidak benar), sudah lihat kan sampai sini, rekan-rekan pakainya baju hijau," jelas Jhon.
Dengan adanya kepercayaan tentang penguasa pantai selatan ini, secara turun temurun masyarakat yang tinggal di sekitar pantai menjaga kelestarian laut yang telah memberikan penghidupan berupa hasil laut maupun hasil dari kegiatan pariwisata yang mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Advertisement
Alasan Sebaiknya Tidak Pakai Warna Hijau
Ada alasan rasional dan penjelasan ilmiah untuk sebaiknya tidak menggunakan baju warna hijau ke pantai Parangtritis. Jhon mengungkapkan alasannya ketika ditemui Liputan6 beberapa waktu lalu.
"Itu misalnya kalau baju hijau itu misalnya tenggelam, terseret, itu bajunya kan nanti warnanya mirip dengan air ombak," ungkap Jhon.
Berdasarkan pengalamannya menolong korban yang tenggelam di pantai Parangtritis, korban yang mengenakan baju hitam atau putih adalah lebih kelihatan dan tentunya mudah ditemukan.
"Sebetulnya lebih kelihatan kalau pakai baju putih sama hitam. Kalau pakai baju hijau misalnya ada hal-hal yang tidak kita inginkan, misalnya tenggelam sampai meninggal, nyarinya susah, visualnya kita lihat susah kalau baju hijau," jelas Jhon.
Awal Mula Mitos Berkembang
Sudah lama menjadi anggota tim SAR dan sudah sering menolong korban tenggelam, Jhon berasumsi jika mitos larangan memakai baju hijau ke pantai Parangtritis bermula karena bisa saja dulu banyak orang tenggelam yang kebetulan memakai baju warna hijau.
Mitos dan kepercayaan yang masih sangat kental, masyarakat pun percaya jika memakai baju warna hijau menjadi salah satu penyebab seseorang tenggelam atau terseret ombak di pantai Parangtritis.
"Emang dulu pernah, mungkin yang dulu-dulu tenggelam itu pakai baju hijau. Mungkin waktu dulu masih belum se-modern ini terus mereka mengaitkan seperti itu," kata Jhon.
Keberadaan mitos dan kepercayaan tentang keberadaan Ratu Pantai Selatan memberikan pesan kesiapsiagaan akan gelombang besar yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Hingga saat ini, kejadian tsunami yang terjadi di zaman purba telah dibuktikan oleh peneliti dari Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI).
Pada zaman modern, nilai-nilai dalam mitos tetap dipelihara dan diturunkan melalui media modern. Oleh karenanya tak heran jika mitos soal larangan pakai baju hijau di zaman modern seperti saat ini masih banyak yang percaya.
Nilai-nilai utama mitos ditambah dengan persepsi modern inilah yang akan diturunkan ke masyarakat, sehingga masyarakat memiliki persepsi baru dan berujung pembuatan cerita mitos baru.
Mitos memberikan manusia sesuatu untuk dipercayai dan ditakuti; mitos juga membawa harapan bagi manusia. Jika tidak ada mitos, tidak ada nilai untuk mengatur aktivitas kehidupan manusia. Fungsi lain dari mitos adalah sebagai pedoman etika mana yang baik dan mana yang buruk dari perilaku manusia dan sebagai pedoman etika di masyarakat.
Advertisement
Warna Hijau Warna Kesukaan Nyi Roro Kidul
Terdapat kepercayan lokal bahwa warna hijau laut (gadhung m'lathi dalam bahasa Jawa) adalah warna kesukaan Nyi Roro Kidul. Hal tersebut muncul karena Nyi Roro Kidul memiliki kain dodot panjang berwarna hijau yang ditengahnya berwarna putih.
Lantaran merupakan baju kesukaan, menurut kepercayaan, Nyi Roro Kidul tidak menyukai seseorang yang memakai busana yang sama dengan dirinya. Memakai baju berwarna hijau dikhawatirkan bisa menjadi target Nyi Roro Kidul yang akan dijadikan sebagai budak atau pelayannya.
Nyi Roro Kidul sebagai Dzat Gaib penguasa dan pelindung tentu saja dihormati dan dipuja masyarakatnya, sehingga masyarakat tidak berani memakai pakaian warna hijau lumut saat berada di pantai Laut Selatan, karena itu warna pakaian Sang Ratu.
Masyarakat tidak ingin membuat Nyi Roro Kidul jadi marah. Jika terjadi musibah ada korban nyawa di pantai Laut Selatan, masyarakat ikhlas menerima musibah tersebut, karena kepercayaan korban memang dipilih dan dibutuhkan Sang Ratu sebagai bala tentara atau punggawa keraton gaib.
Memasang Rambu-rambu Sebagai Upaya Pencegahan Tenggelam
Setiap pantai pastinya ada imbauan untuk lebih berhati-hati ketika main di pantai, begitu juga di pantai Parangtritis. Pengelola pantai hingga tim SAR tentunya sudah mamasang dan membuat imbauan yang ditujukan kepada pengunjung. Adanya imbauan dan rambu-rambu sebagai upaya pencegahan agar tidak ada korban jiwa yang tenggelam.
Satlinmas Rescue Istimewa di wilayah operasi III Pantai Parangtritis, memiliki rangkuman data komprehensif mengenai jumlah penyelamatan, penanganan korban kecelakaan laut dan penemuan jenazah. Dalam rentang waktu yang cukup panjang, yakni dari 1991 hingga 2023, tim SAR berhasil menyelamatkan total 1.072 korban dari kecelakaan laut.
"Karena bukan masalah bajunya sebetulnya, masalah orangnya aja, kalau patuh dan taat dengan rambu-rambu imbauan kita (Tim SAR) pasti mandinya aman, berenangnya aman," ungkap Jhon.
Lingkup keselamatan publik areal pariwisata dilindungi oleh 2 Undang–Undang (UU). Yaitu UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pada Pasal 20 menegaskan bahwa; setiap wisatawan berhak memperoleh informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata, pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar, perlindungan hukum dan keamanan, pelayanan kesehatan, perlindungan hak pribadi, dan perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisataan yang berisiko tinggi. Â
Advertisement