Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) baru saja mengumumkan perkembangan signifikan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan impor gula yang berlangsung dari tahun 2015 hingga 2023. Dalam konferensi pers yang diadakan pada Selasa (29/10/2024) malam, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengungkapkan bahwa kasus ini melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, yang kini menjadi tersangka.
Perkara ini terungkap setelah penelusuran mengenai keputusan impor gula yang diambil saat Indonesia mengalami surplus gula. Berdasarkan hasil rapat koordinasi antarkementerian yang diadakan pada 12 Mei 2015, disimpulkan bahwa Indonesia tidak memerlukan impor gula. Namun, keputusan yang diambil oleh Tom Lembong bertentangan dengan kesimpulan tersebut.
1. Izin Impor yang Kontroversial
Pada tahun 2015, meski telah ada kesepakatan mengenai surplus gula, Tom Lembong memberikan izin untuk impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP. Pemberian izin ini menuai kritik karena tidak melalui proses koordinasi yang tepat dengan kementerian terkait.
“Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," ungkap Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar, dikutip dari ANTARA.
Pengeluaran izin ini dinilai melanggar peraturan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, yang mengatur bahwa hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diizinkan untuk melakukan impor gula kristal putih. Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran yang serius dalam proses administrasi dan pengawasan.
Advertisement
2. Rapat Koordinasi dan Prediksi Krisis
Setelah izin impor dikeluarkan, pada 28 Desember 2015, diadakan rapat koordinasi di bidang perekonomian yang membahas proyeksi kekurangan gula di tahun 2016. Dalam rapat tersebut, terungkap bahwa Indonesia diperkirakan akan mengalami kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton.
Dalam upaya untuk menangani masalah ini, CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), memerintahkan bawahannya untuk bernegosiasi dengan delapan perusahaan swasta untuk mengelola gula.
Delapan perusahaan ini, meskipun memiliki izin untuk pengelolaan gula rafinasi, terlibat dalam pengolahan gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, sehingga melanggar ketentuan yang ada. Di sinilah masalah mulai terakumulasi, di mana PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut dengan harga yang jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) saat itu.
3. Dampak Keuangan dan Penetapan Tersangka
Berdasarkan pengadaan dan penjualan gula tersebut, PT PPI dikabarkan mendapatkan fee sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan yang terlibat. “Bahwa dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah menjadi gula kristal putih tersebut, PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 per kilogram,” tambah Abdul Qohar. Tindakan ini mengakibatkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp400 miliar.
Akibat dari dugaan korupsi ini, Tom Lembong dan CS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kejaksaan Agung berkomitmen untuk menyelidiki kasus ini secara mendalam dan menindak tegas semua pihak yang terlibat.
Advertisement
4. Apa dasar hukum yang dilanggar dalam kasus ini?
Dasar hukum yang dilanggar termasuk Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. Apa dampak dari tindakan ini terhadap masyarakat?
Tindakan ini menyebabkan kerugian negara yang signifikan, serta berdampak pada stabilitas harga gula yang mempengaruhi masyarakat secara langsung.
Advertisement