Liputan6.com, Jakarta Kasus penistaan agama yang melibatkan seorang calon petahana pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 tidak hanya menjadi isu lokal, tetapi juga mengguncang perhatian nasional. Gerakan aksi damai 212 yang menyusul peristiwa tersebut muncul sebagai respons kuat umat Islam, menandakan kebangkitan kesadaran politik berbasis identitas agama yang semakin mendalam.
Dampak dari situasi ini tidak hanya terlihat dalam hasil pemilihan, tetapi juga dalam dinamika politik dan sosial yang terjadi di Jakarta. Kemenangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta menjadi contoh konkret bagaimana agama dan politik dapat saling memengaruhi dalam konteks masyarakat Indonesia.
1. Munculnya Kasus Penistaan Agama
Basuki Tjahaja Purnama, atau yang dikenal sebagai Ahok, tidak pernah mengira bahwa pidatonya di depan warga Kepulauan Seribu pada 30 September 2016 akan mengantarkannya ke jeruji besi. Dalam pidatonya tersebut, Ahok mengutip bagian dari Surat Al Maidah ayat 51 untuk menyoroti isu SARA yang dimunculkan oleh lawan politiknya untuk menjatuhkannya dalam Pilkada Bangka Belitung. Setelah pidato itu tersebar di media sosial, muncul tuduhan yang menyebut Ahok menistakan agama. Pada 7 Oktober 2016, Habib Novel Chaidir Hasan melaporkan Ahok ke kepolisian dengan Laporan Polisi Nomor LP/1010/X/2016 Bareskrim yang menyatakan bahwa Ahok telah melakukan penghinaan agama melalui platform YouTube.
Mengutip Liputan6.com, situasi semakin memanas ketika demonstrasi dan desakan dari masyarakat muncul di berbagai daerah, mencapai puncaknya pada 4 November 2016 di Jakarta, yang menyebabkan Ahok ditolak dalam kampanye Pilkada DKI 2017. Banyak masyarakat yang menuntut agar polisi segera menindaklanjuti kasus penistaan agama ini, dan meski Ahok bersedia menjalani pemeriksaan serta meminta maaf kepada publik, demonstrasi semakin meluas dan dianggap mengganggu keamanan. Dalam perkembangan ini, Presiden Joko Widodo mengambil langkah tegas dengan mengarahkan Kapolri untuk menangani kasus Ahok secara terbuka dan transparan. Pada akhirnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara kepada Ahok, yang lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta hukuman dua tahun penjara.
Advertisement
2. Aksi Damai 212 dan Politik Identitas
Aksi Damai 212 di Jakarta bukan hanya sekadar unjuk rasa, tetapi mencerminkan kekuatan politik identitas masyarakat Muslim. Gerakan ini tidak hanya mempersatukan umat Islam di Jakarta, tetapi juga menarik perhatian masyarakat Muslim dari luar daerah.Â
Mengutip jurnal berjudul Politik Identitas dalam Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017: Perspektif Pemikiran Politik Nurcholish Madjid karya Idzam Fautanu, dkk. (UIN Sunan Gunung Djati, 2020), aksi ini dihadiri oleh sekitar tujuh juta orang, menunjukkan bahwa isu identitas agama berperan signifikan dalam mobilisasi politik. Dengan adanya ukhuwah Islamiyah yang kuat, diharapkan kekuatan politik Islam akan tercipta secara alami. Melalui ikatan keyakinan yang mendalam, umat Islam dapat bersatu untuk menghadapi tantangan politik yang ada.
3. Hasil dari Kebangkitan Politik Identitas
Terpilihnya Anies-Sandi sebagai pemimpin DKI Jakarta menunjukkan kekuatan politik identitas di kalangan umat Islam. Dalam Pilkada tersebut, banyak warga Muslim menyatakan bahwa keyakinan agama mereka menjadi faktor penentu dalam memilih calon pemimpin.Â
Fenomena ini mencerminkan pergeseran pola pemikiran masyarakat dalam menentukan pilihan politik. Bagi banyak warga Jakarta, memilih pemimpin seagama menjadi suatu keharusan untuk menjaga nilai-nilai keagamaan dan moralitas dalam pemerintahan.
Advertisement
Apa yang memicu Aksi Damai 212?
Aksi Damai 212 dipicu oleh kasus penistaan agama yang dilakukan oleh calon petahana pada Pilkada DKI Jakarta, yang mendorong umat Islam untuk berunjuk rasa sebagai bentuk pembelaan terhadap Al-Quran.
Â
Bagaimana politik identitas berpengaruh pada Pilkada DKI Jakarta 2017?
Politik identitas berperan penting dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 dengan memotivasi umat Islam untuk memilih pemimpin seagama, menciptakan kesadaran kolektif di kalangan pemilih Muslim.
Â
Advertisement