Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam perlu memahami ketentuan sholat Idul Adha jam berapa. Berbeda dengan sholat Idul Fitri, sholat Idul Adha dianjurkan untuk dilaksanakan lebih awal setelah matahari terbit. Rasulullah SAW sendiri mengajarkan untuk menyegerakan sholat Idul Adha agar memperluas waktu untuk menyembelih hewan kurban.
Baca Juga
Advertisement
Di Indonesia, khususnya Jakarta, sholat Idul Adha umumnya dilaksanakan sekitar pukul 06.30 WIB. Hal ini sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW agar sholat Idul Adha jam berapa, yakni dilaksanakan saat matahari sudah naik kira-kira setinggi tombak, atau sekitar setengah jam setelah terbitnya matahari.
Menyegerakan sholat Idul Adha, umat Islam bisa segera melaksanakan penyembelihan hewan kurban. Ketentuan waktu sholat Idul Adha ini penting dipahami agar ibadah yang dilakukan sah dan sesuai dengan syariat. Selain itu, melaksanakan sholat Idul Adha pada waktunya merupakan bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Berikut Liputan6.com ulasan lengkap tentang sholat Idul Adha jam berapa, Jumat (1/11/2024).
Sholat Idul Adha Jam Berapa?
Sholat Idul Adha jam berapa? Dilaksanakan pada waktu Duha, yaitu ketika matahari sudah terbit dan naik setinggi tombak, atau kurang lebih 7 hasta dari ufuk. Di Indonesia, khususnya Jakarta dan kota-kota besar lainnya, sholat Idul Adha umumnya digelar sekitar pukul 06.30 WIB. Namun waktu pastinya bisa sedikit berbeda tergantung lokasi dan kondisi geografis setempat.
Melansir dari buku Panduan Shalat Sunah & Shalat Khusus oleh Dr. Sa'id bin Ali bin Wahaf Al-Qahthani, hadits riwayat Abu Dawud dari Yazid bin Hurmuz menyebutkan bahwa para sahabat Nabi SAW pernah ditegur oleh Abdullah bin Bisyr karena mengakhirkan sholat Idul Adha hingga masuk waktu tasbih.
Menurut Ibnu Hajar, waktu tasbih adalah waktu dimulainya sholat Duha, yaitu saat matahari sudah naik kurang lebih setinggi tombak. Sementara itu, berdasarkan penjelasan Ibnu Qudamah dalam Al-Kafi, sholat Idul Adha jam berapa masih boleh dilakukan hingga matahari tergelincir atau masuk waktu Zuhur. Artinya, jika umat Islam terlambat melaksanakan sholat Idul Adha di awal waktu Duha, ada kelonggaran waktu hingga masuk waktu sholat Zuhur.
Namun tentu saja lebih afdhal jika sholat Idul Adha disegerakan sesuai anjuran Rasulullah SAW. Untuk wilayah Jakarta sendiri, sholat Idul Adha biasanya diadakan sekitar pukul 06.30 WIB - 07.00 WIB. Masjid-masjid besar seperti Masjid Istiqlal umumnya menggelar dua gelombang sholat Idul Adha untuk mengakomodasi jamaah yang sangat banyak.
Gelombang pertama biasanya dimulai pukul 06.30 WIB dan gelombang kedua sekitar pukul 07.30 atau 08.00 WIB. Namun umat Islam dianjurkan untuk mengikuti gelombang pertama jika memungkinkan agar bisa menyegerakan sholat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban.
Advertisement
Sunnah Sholat Idul Adha Disegerakan
Berdasarkan hadits shahih, Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk menyegerakan pelaksanaan sholat Idul Adha. Tujuannya adalah agar kaum muslimin bisa segera melaksanakan penyembelihan hewan kurban setelah selesai sholat Idul Adha. Hal ini berbeda dengan sunnah sholat Idul Fitri dimana disarankan untuk sedikit mengakhirkannya agar memberikan waktu bagi umat Islam untuk membayar zakat fitrah.
Perbedaan ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani:
وَعَنْ جُنْدَبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَحَلِّي ﷺ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ يُصَلِّي الْفِطْرَ وَالشَّمْسُ عَلَى قَيْدِ رُمُحَيْنِ، وَالْأَضْحَى عَلَى فَيْدِ رُمْح
Artinya: "Dari Jundab bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sholat (Idul) Fitri saat matahari setinggi dua tombak, dan sholat (Idul) Adha saat (matahari) setinggi satu tombak." (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani)
Dalam hadits lain riwayat Ibnu Majah dan Al-Baihaqi, dijelaskan alasan Nabi SAW menyegerakan sholat Idul Adha:
عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: كَانَ مِنْ سُنَّةِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم إِذَا فَرَغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِيدِ أَنْ يَنْحَرَ النُّسُكَ قَبْلَ أَنْ يُخَطِّبَ، ثُمَّ يَقُومَ خَطِيبًا بَعْدَ ذَلِكَ
Artinya: "Dari Ali radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Termasuk sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam apabila telah selesai sholat Id, beliau menyembelih kurban sebelum menyampaikan khutbah, kemudian setelah itu beliau berdiri dan berkhutbah." (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)
Sunnah ini juga diperkuat oleh pendapat Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni:
وَيُسْتَحَبُّ تَعْجِيلُ صَلَاةِ الْأَضْحَى لِيَتَسَعَ وَقْتُ الذَّبْحِ وَتَأْخِيرُ صَلَاةِ الْفِطْرِ لِيَتَسَعَ وَقْتُ إِخْرَاجِ الصَّدَقَة هَذَا قَوْلُ الشَّافِعِيِّ وَلَا أَعْلَمُ فِيهِ خِلَافًا
Artinya: "Disunnahkan menyegerakan sholat Idul Adha agar waktu untuk menyembelih (kurban) menjadi lapang. Dan dianjurkan untuk mengakhirkan sholat Idul Fitri agar waktu mengeluarkan zakat fitrah lebih lapang. Ini adalah pendapat Imam Syafi'i dan aku tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam hal ini." (Al-Mughni, 2/390).
Sunnah menyegerakan sholat Idul Adha yang diajarkan Rasulullah SAW ini juga memberi manfaat sosial, yaitu agar daging kurban bisa segera didistribusikan kepada orang-orang yang membutuhkan di pagi hari raya. Jika demikian, kebahagiaan Idul Adha akan dirasakan juga oleh mereka yang kurang mampu melalui pembagian daging kurban yang cepat.
Sholat Idul Adha Lebih Pagi dari Idul Fitri
Sholat Idul Adha tidak hanya berbeda dengan sholat fardhu 5 waktu dari segi tata cara, tetapi juga berbeda dari segi waktu pelaksanaan jika dibandingkan dengan sholat Idul Fitri. Jika pada sholat Idul Fitri dianjurkan untuk sedikit mengakhirkannya, maka pada sholat Idul Adha justru sebaliknya, yaitu disunnahkan untuk menyegerakannya di awal waktu Duha.
Perbedaan waktu sholat Idul Fitri dan Idul Adha ini diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jundab bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu 'anhu. Ia menuturkan:
كَانَ النَّبِيُّ يُصَلِّي بنا الْفِطْرَ وَالشَّمْسُ عَلَى قَيْدِ رُمُحَيْنِ، وَالْأَضْحَى عَلَى فَيْدِ رُمْح
Artinya: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sholat Idul Fitri bersama kami saat matahari setinggi dua tombak. Dan beliau sholat Idul Adha saat matahari setinggi satu tombak." (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani)
Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW melaksanakan sholat Idul Fitri saat matahari sudah terbit sekitar dua tombak. Adapun sholat Idul Adha, beliau melaksanakannya lebih awal saat matahari baru naik kira-kira setinggi satu tombak.
Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan dalam Fathul Bari bahwa qoid rumhain (setinggi dua tombak) itu sekitar 15 menit setelah terbit matahari, sedangkan qoid rumhin (setinggi satu tombak) adalah sekitar 12 menit atau setengah dari qoid rumhain.
Hikmah dari perbedaan waktu ini dijelaskan oleh para ulama. Melansir dari Panduan Shalat Sunah & Shalat Khusus oleh Dr. Sa'id bin Ali bin Wahaf Al-Qahthani, alasan sholat Idul Fitri sedikit diakhirkan adalah supaya waktu pembayaran zakat fitrah menjadi lebih panjang. Sebaliknya, sholat Idul Adha disegerakan supaya waktu penyembelihan hewan kurban menjadi lebih lama.
Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni jilid 2 halaman 390:
وَيُسْتَحَبُّ تَعْجِيلُ صَلَاةِ الْأَضْحَى لِيَتَسَعَ وَقْتُ الذَّبْحِ وَتَأْخِيرُ صَلَاةِ الْفِطْرِ لِيَتَسَعَ وَقْتُ إِخْرَاجِ الصَّدَقَةِ. هَذَا قَوْلُ الشَّافِعِيِّ، وَلَا أَعْلَمُ فِيهِ خِلَافًا.
"Disunnahkan menyegerakan shalat 'Idul Adha agar waktunya lapang untuk menyembelih (hewan kurban), dan mengakhirkan sedikit shalat 'Idul Fitri agar waktu menunaikan zakat (fitrah) juga lapang. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi'i, dan aku tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam hal ini."
Selain itu, menyegerakan sholat Idul Adha lebih awal juga dimaksudkan agar daging kurban bisa cepat didistribusikan kepada fakir miskin. Bila demikian, kebahagiaan di hari raya bisa segera dirasakan oleh mereka yang berhak menerima daging kurban. Ini adalah bentuk kepedulian Islam terhadap kaum dhuafa yang seringkali luput dari perhatian.
Advertisement