Liputan6.com, Jakarta Belakangan ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kehadiran jajanan latiao yang menjadi viral di berbagai platform media sosial. Makanan ringan yang berasal dari Tiongkok ini menarik perhatian karena rasanya yang gurih dan pedas, membuat banyak orang, terutama anak-anak, menjadi ketagihan.
Baca Juga
Advertisement
Namun popularitas latiao harus terhenti setelah munculnya sejumlah kasus keracunan yang menimpa anak-anak sekolah dasar di tujuh wilayah di Indonesia. Kasus ini bahkan ditetapkan oleh BPOM sebagai Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP), mengingat dampak serius yang ditimbulkan pada kesehatan konsumennya.
Merebaknya kasus keracunan akibat mengonsumsi latiao telah mendorong BPOM untuk melakukan investigasi mendalam dan mengambil tindakan tegas. Temuan bakteri berbahaya dan sejumlah pelanggaran dalam proses distribusi membuat jajanan yang sempat viral ini akhirnya harus dilarang beredar di Indonesia.
Berikut ini telah Liputan6.com rangkum fakta-fakta jajanan latiao yang kini dilarang di indonesia, pada Sabtu (2/11).
Apa Itu Latiao?
Latiao adalah jajanan yang populer di China sejak tahun 1990-an, khususnya di Provinsi Henan. Camilan ini memiliki bentuk yang panjang seperti stik dan berwarna merah, dengan rasa pedas yang khas. Kombinasi rasa gurih dan pedas dari latiao membuatnya sangat digemari, bahkan menimbulkan "efek ketagihan" bagi para penikmatnya. Meski berasal dari China, latiao berhasil menarik perhatian banyak orang di luar negeri, termasuk di Indonesia, melalui media sosial.
Bahan utama latiao adalah tepung gandum, tepung kinako (tepung kacang kedelai panggang), dan minyak cabai. Bahan-bahan ini dicampur dengan air, garam, gula, penyedap rasa, minyak nabati, serta beberapa bahan tambahan lain, kemudian dipanaskan dengan suhu tinggi.
Selain memiliki rasa yang kuat, latiao juga menggunakan bahan-bahan seperti Monosodium Glutamat (MSG) untuk meningkatkan cita rasa, serta pewarna dan pengawet agar tahan lama. Namun, beberapa bahan dalam proses pembuatan latiao ini menimbulkan kekhawatiran mengenai aspek kesehatan dan kehalalannya.
Advertisement
Kasus Keracunan Pangan dan Bakteri Bacillus cereus
Kasus keracunan pangan yang disebabkan oleh latiao mulai muncul di Indonesia ketika sejumlah anak SD dari tujuh daerah mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi camilan ini. Gejala yang dialami meliputi mual, muntah, pusing, bahkan hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Setelah melakukan investigasi, BPOM RI mengungkapkan bahwa latiao terkontaminasi bakteri Bacillus cereus, bakteri yang diketahui bisa menyebabkan keracunan makanan.
Bacillus cereus sering ditemukan pada makanan yang tidak disimpan atau diproses dengan benar. Bakteri ini menghasilkan racun yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti muntah dan diare, beberapa jam setelah konsumsi. BPOM menyatakan bahwa produk latiao yang terkontaminasi ini perlu ditarik dari peredaran dan dihentikan penjualannya di Indonesia. Selain itu, BPOM juga meminta kepada pihak terkait untuk melakukan penghapusan (take down) produk ini dari penjualan daring agar tidak semakin tersebar.
Ketidakpatuhan terhadap Keamanan Pangan dan Sertifikasi Halal
Selain masalah kesehatan, BPOM RI menemukan bahwa produk latiao yang beredar di Indonesia belum memiliki sertifikasi halal. Dalam konteks kehalalan, terdapat beberapa titik kritis pada bahan baku latiao. Salah satunya adalah penggunaan karbon aktif dalam proses pemutihan gula, yang mungkin berasal dari tulang hewan yang tidak dijamin kehalalannya. Selain itu, beberapa bahan seperti minyak nabati yang digunakan dalam latiao juga bisa mengandung minyak hewani, yang jika tidak berasal dari hewan halal, menjadi pertimbangan penting bagi konsumen Muslim.
Tidak hanya masalah bahan baku, latiao juga ditemukan tidak memenuhi ketentuan Cara Peredaran Pangan Olahan yang Baik (CPerPOB). Berdasarkan pemeriksaan BPOM di gudang-gudang importir dan distribusi, ditemukan berbagai ketidakpatuhan terhadap standar keamanan dan kebersihan pangan. Hal ini semakin menguatkan alasan pelarangan latiao di Indonesia, serta memberikan peringatan kepada masyarakat untuk lebih waspada dalam memilih camilan yang memenuhi standar keamanan pangan.
Advertisement
Langkah BPOM dan Tindakan yang Harus Diambil Konsumen
Sebagai langkah pencegahan, BPOM RI telah melakukan inspeksi terhadap sarana peredaran latiao di berbagai wilayah dan mengambil tindakan untuk menghentikan penjualan produk tersebut. BPOM juga mendorong masyarakat agar lebih teliti dalam membeli produk makanan yang belum memiliki izin edar serta memastikan produk yang dibeli sudah memenuhi standar halal dan keamanan pangan.
Konsumen disarankan untuk memeriksa kehalalan produk melalui situs resmi LPPOM MUI atau aplikasi HalalMUI, yang dapat diunduh di Google Playstore. Dengan begitu, konsumen dapat memastikan produk yang dikonsumsi sudah terjamin kehalalannya. Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk selalu memeriksa informasi pada kemasan produk sebelum membeli, termasuk izin edar dari BPOM, sebagai langkah pencegahan terhadap risiko keracunan pangan.
Waspada dalam Memilih Camilan
Kasus keracunan pangan akibat konsumsi latiao ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu waspada dalam memilih makanan. Meskipun camilan ini sempat populer di media sosial dan menarik minat masyarakat, keamanan dan kesehatan tetap harus menjadi prioritas utama. Dengan memahami fakta-fakta tentang latiao dan menghindari produk yang tidak memenuhi standar keamanan, kita bisa melindungi diri dan keluarga dari risiko keracunan pangan.
Pastikan untuk memilih camilan yang sudah memiliki izin edar BPOM dan sertifikasi halal agar tetap aman dan nyaman saat dikonsumsi. Melalui langkah bijak ini, kita tidak hanya menjaga kesehatan pribadi, tetapi juga ikut berperan aktif dalam mendorong industri makanan yang aman dan berkualitas di Indonesia.
Advertisement