Liputan6.com, Jakarta Difteri adalah penyakit berbahaya yang menyerang sistem pernapasan dan dapat menginfeksi kulit manusia. Tanpa penanganan medis yang cepat dan tepat, penyakit ini berpotensi menimbulkan komplikasi serius yang dapat mengancam nyawa penderitanya.
Tingkat penularan difteri adalah sangat tinggi menjadikannya sebagai ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Penyebaran penyakit ini dapat terjadi melalui percikan ludah penderita saat bersin atau batuk, bahkan dapat menular hanya melalui kontak dengan benda-benda yang telah terkontaminasi bakteri difteri.
Meskipun dapat menyerang siapa saja tanpa mengenal batasan usia, anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap infeksi difteri. Hal ini menjadi peringatan penting bagi para orang tua untuk lebih waspada dan melakukan tindakan pencegahan demi melindungi buah hati mereka dari ancaman penyakit berbahaya ini.
Advertisement
Agar lebih paham, berikut ini Liputan6.com ulas mengenai pengertian difteri beserta gejala, penyebab, dan pengobatannya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Minggu (3/11/2024).
Mengenal Difteri
Difteri adalah penyakit infeksi bakteri pada hidung dan tenggorokan. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang disebabkan oleh corynebacterium diphtheriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada mukosa saluran pernafasan atau kulit. Penderita difteri lebih banyak terjadi pada anak-anak, usia di bawah 15 tahun.
Difteri adalah penyakit yang memiliki tingkat bahaya tinggi meski tidak selalu menampakkan gejala yang jelas pada awalnya. Keberadaan penyakit ini umumnya dapat dikenali dari munculnya lapisan selaput berwarna abu-abu yang menutupi area tenggorokan dan amandel. Sebagai penyakit menular yang mengancam jiwa, difteri perlu mendapat perhatian serius karena bakteri penyebabnya dapat menghasilkan racun berbahaya yang berpotensi merusak organ-organ vital tubuh seperti jantung, ginjal, hingga otak jika tidak segera ditangani dengan tepat.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 10% kasus difteri dapat menimbulkan kematian. Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
Advertisement
Gejala Difteri
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan RI, gejala difteri muncul 2 sampai 5 hari setelah seseorang terinfeksi. Meskipun demikian, tidak semua orang yang terinfeksi difteri mengalami gejala. Apabila muncul gejala, biasanya berupa terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel penderita. Selain lapisan abu-abu di tenggorokan, gejala lain difteri adalah:
- Sakit tenggorokan
- Suara serak
- Batuk
- Pilek
- Demam
- Menggigil
- Lemas
- Muncul benjolan di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening.
Penyebab dan Faktor Risiko Difteri
Dikutip dari laman Kemenkes RI, difteri adalah disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria, yang dapat menyebar dari orang ke orang. Seseorang bisa tertular difteri bila tidak sengaja menghirup atau menelan percikan air liur yang dikeluarkan penderita saat batuk atau bersin.
Penularan juga bisa terjadi jika menyentuh benda yang sudah terkontaminasi air liur penderita, seperti gelas atau sendok. Difteri dapat dialami oleh siapa saja, baik orang dewasa maupun anak-anak. Namun, risiko terserang difteri akan lebih tinggi pada orang yang tidak mendapat vaksin difteri secara lengkap. Selain itu, difteri juga lebih berisiko terjadi pada orang yang:
- Tinggal di area padat penduduk atau buruk kebersihannya.
- Bepergian ke wilayah yang sedang terjadi wabah difteri.
- Memiliki daya tahan tubuh lemah, misalnya karena menderita AIDS.
Advertisement
Pengobatan Difteri
Apabila anda ataupun anak anda mengalami gejala-gejala di atas terutama bila memiliki risiko untuk tertular. Segera ke IGD rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis jika muncul gejala difteri yang lebih berat, seperti :
- Gangguan penglihatan
- Keringat dingin
- Sesak napas
- Jantung berdebar
- Kulit pucat atau membiru.
Nantinya dokter akan melakukan pemeriksaan usap atau swab tenggorok. Pemeriksaan usap tenggorok dilakukan dengan mengambil sampel lendir dari tenggorokan pasien, untuk kemudian diteliti di laboratorium.
Sedangkan untuk pengobatan yang dapat diberikan oleh tenaga medis adalah:
1. Suntik antiracun
Dokter akan memberikan suntik antiracun (antitoksin) difteri guna melawan racun yang dihasilkan oleh bakteri difteri. Sebelum suntik dilakukan, pasien akan menjalani tes alergi kulit untuk memastikan tidak ada alergi terhadap antitoksin.
2. Antibiotik
Dokter akan memberikan antibiotik seperti penicillin G procaine, atau erythromycin, untuk membunuh bakteri difteri dan mengatasi infeksi. Perlu diingat, antibiotik harus dikonsumsi sampai habis sesuai resep dokter, guna memastikan tubuh sudah bebas dari penyakit difteri. Dua hari setelah pemberian antibiotik, umumnya penderita sudah tidak lagi bisa menularkan penyakit difteri.
Mengingat tingginya risiko penularan, pengobatan penyakit difteri harus dilakukan dalam ruang isolasi khusus di rumah sakit. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan perawatan intensif kepada pasien, tetapi juga mencegah penyebaran bakteri ke orang lain. Dalam prosedur penanganannya, dokter tidak hanya berfokus pada pasien dengan memberikan pengobatan dan pemasangan alat bantu pernapasan bagi yang mengalami kesulitan bernapas akibat selaput di tenggorokan, tetapi juga memberikan perhatian pada anggota keluarga pasien dengan pemberian antibiotik sebagai tindakan pencegahan.
Pencegahan Difteri
Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, bahwa penyakit yang menyerang tenggorokan ini dapat dicegah dengan melakukan upaya sebagai berikut ini:
1. Imunisasi DPT
Pastikan anak menerima imunisasi DPT, yaitu pemberian vaksin difteri yang dikombinasikan dengan vaksin tetanus dan batuk rejan (pertusis). Imunisasi DPT merupakan salah satu imunisasi wajib di Indonesia yang diberikan pada usia 2, 3, 4, dan 18 bulan, serta usia 5 tahun.
2. Konsultasi dengan Dokter
Segera konsultasikan dengan dokter jika anak belum mendapatkan vaksin DPT, terutama jika sudah berusia lebih dari 7 tahun
3. Antibiotik
Selain untuk mengatasi difteri, antibiotik juga dapat diberikan pada orang yang kontak dekat dengan penderita sebagai pencegahan.
Advertisement