Sukses

Inflasi Hijau Adalah: Definisi, Contoh, Penyebab, Dampak, dan Cara Hadapinya

Inflasi hijau adalah fenomena kenaikan harga barang dan jasa secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu.

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat umum, khususnya mereka yang peduli terhadap isu perubahan iklim dan keberlanjutan lingkungan, perlu memahami apa itu inflasi hijau atau greenflation. Inflasi hijau adalah fenomena kenaikan harga barang dan jasa secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu, sebagai konsekuensi dari upaya pemerintah dalam memenuhi komitmen lingkungan melalui penerapan kebijakan transisi energi untuk mengatasi perubahan iklim, seperti dilansir dari laman Philonomist.

Kenaikan harga ini terjadi karena tingginya permintaan masyarakat akan produk dan layanan ramah lingkungan, tetapi tidak diimbangi dengan ketersediaan pasokan yang memadai.

Inflasi hijau memang membawa perubahan positif karena mendorong peningkatan investasi pada energi hijau dan terbarukan serta memperluas praktik-praktik berkelanjutan. Namun di sisi lain, inflasi ramah lingkungan ini juga menimbulkan tantangan dan dampak di berbagai sektor, salah satunya sektor pertanian, seperti dilaporkan melansir laman resmi Kementerian Sekretariat Negara RI.

Fenomena ini bisa mempengaruhi biaya produksi dan harga jual produk pertanian, sehingga petani perlu menyesuaikan strategi agar tetap bisa bersaing di pasar.

Greenflation menjadi topik penting untuk dipahami karena merupakan bagian dari masa depan dunia dalam upaya mengurangi emisi karbon dan menuju ekonomi hijau, seperti disampaikan oleh ekonom UNS Lukman Hakim yang dikutip dari Antara.

Untuk itu, masyarakat perlu memahami lebih lanjut tentang definisi, penyebab, dampak, dan cara menghadapi inflasi hijau ini, agar bisa berkontribusi dalam mewujudkan ekonomi yang lebih ramah lingkungan namun tetap menjaga stabilitas dan ketahanan di berbagai sektor. Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Senin (4/11/2024).

2 dari 5 halaman

Inflasi Hijau Adalah Apa?

Inflasi hijau adalah istilah yang mengacu pada kenaikan harga bahan mentah dan energi sebagai akibat dari adanya transisi hijau, seperti dilansir dari laman Philonomist. Transisi hijau sendiri merupakan upaya yang dilakukan pemerintah di berbagai negara untuk memenuhi komitmen lingkungan.

Seperti memperluas penggunaan energi terbarukan, mengurangi polusi, mengurangi emisi karbon, menggunakan teknologi ramah lingkungan, serta usaha-usaha lain terkait perbaikan lingkungan hidup.

Menurut ekonom UNS Lukman Hakim yang dikutip Antara, inflasi hijau adalah inflasi yang dihitung dari barang-barang yang memicu adanya polusi. Inflasi ini sudah memasukkan variabel green economy atau ekonomi hijau, yang merupakan bagian dari upaya menuju nol emisi karbon pada 2060. Ekonomi hijau menyasar berbagai sektor, termasuk sektor perbankan dan perusahaan swasta, di mana laporan keuangan akan dinilai dari sudut ekonomi hijaunya.

Konsep inflasi hijau menyoroti perubahan dalam pola konsumsi dan produksi yang bertujuan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, seperti penggunaan sumber daya alam berlebihan, polusi, dan emisi gas rumah kaca. Hal ini bisa melibatkan penggunaan teknologi yang lebih bersih, investasi energi terbarukan, praktik pertanian organik, dan peningkatan efisiensi dalam penggunaan sumber daya.

Pengertian inflasi hijau juga mencakup kenaikan harga barang dan jasa yang terkait dengan praktik dan produk ramah lingkungan. Kenaikan ini bisa terjadi karena beberapa faktor, seperti meningkatnya permintaan konsumen akan produk ramah lingkungan, penerapan regulasi lingkungan yang lebih ketat oleh pemerintah, serta mahalnya biaya pengembangan dan produksi awal teknologi hijau.

Meskipun inflasi hijau dapat menyebabkan kenaikan harga dalam beberapa kasus, konsekuensi jangka panjangnya bisa memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat secara keseluruhan. Inflasi hijau dilihat sebagai bagian dari transisi menuju masyarakat dan ekonomi yang lebih berkelanjutan, dengan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan mempromosikan ekonomi hijau.

10 contoh inflasi hijau adalah:

  1. Kenaikan harga bahan bakar akibat penerapan pajak karbon
  2. Meningkatnya harga bahan baku litium untuk baterai mobil listrik
  3. Kenaikan harga aluminium yang digunakan untuk panel surya dan turbin angin
  4. Naiknya biaya produksi perusahaan karena adopsi teknologi ramah lingkungan
  5. Harga produk organik yang lebih mahal dibanding produk konvensional
  6. Kenaikan tarif listrik dari energi terbarukan dibanding batu bara
  7. Meningkatnya harga kendaraan listrik karena komponen baterai yang mahal
  8. Harga makanan nabati yang lebih tinggi karena tren diet rendah karbon
  9. Naiknya harga barang konsumsi akibat peningkatan biaya logistik ramah lingkungan
  10. Meningkatnya premi asuransi untuk perusahaan dengan jejak karbon tinggi
3 dari 5 halaman

Penyebab Inflasi Hijau

Beberapa faktor penyebab terjadinya inflasi hijau adalah:

1. Tingginya permintaan produk dan layanan ramah lingkungan

Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gaya hidup berkelanjutan, permintaan akan produk dan layanan ramah lingkungan pun meningkat pesat. Namun, pasokan belum bisa mengimbangi lonjakan permintaan ini, sehingga harga pun meningkat, seperti dilansir dari Kementerian Sekretariat Negara RI.

2. Penerapan kebijakan dan regulasi pro-lingkungan

Pemerintah di berbagai negara menerapkan kebijakan dan regulasi yang mendorong transisi energi dan praktik ramah lingkungan, seperti pajak karbon, subsidi energi terbarukan, dan standar efisiensi. Kebijakan ini bisa meningkatkan biaya produksi dan harga akhir produk, sebagaimana diberitakan Philonomist.

3. Mahalnya biaya teknologi dan infrastruktur hijau

Pengembangan dan penerapan teknologi serta infrastruktur ramah lingkungan, seperti panel surya, kendaraan listrik, dan sistem daur ulang, membutuhkan investasi besar. Biaya ini pada akhirnya dibebankan ke harga produk, sehingga memicu inflasi hijau, menurut Antara.

4. Kelangkaan dan kenaikan harga bahan baku

Permintaan tinggi akan bahan baku utama untuk teknologi hijau, seperti litium, kobalt, dan nikel, menyebabkan kelangkaan pasokan dan lonjakan harga. Hal ini berdampak pada rantai pasok dan harga akhir produk terkait, seperti dilaporkan Philonomist.

5. Pergeseran pola konsumsi dan investasi

Perubahan preferensi konsumen dan investor ke arah produk dan bisnis yang lebih ramah lingkungan menciptakan tekanan inflasi pada sektor-sektor terkait. Misalnya, harga saham perusahaan energi terbarukan meningkat, sementara perusahaan bahan bakar fosil tertekan, menurut ekonom UNS Lukman Hakim yang dikutip Antara.

4 dari 5 halaman

Dampak Inflasi Hijau

Inflasi hijau membawa berbagai dampak, baik positif maupun negatif, terhadap perekonomian dan masyarakat:

Mendorong inovasi dan investasi ramah lingkungan

Inflasi hijau menciptakan insentif bagi perusahaan untuk mengembangkan teknologi dan model bisnis yang lebih ramah lingkungan. Hal ini memicu inovasi, efisiensi sumber daya, dan pertumbuhan sektor hijau, seperti dilansir Kementerian Sekretariat Negara RI.

Mempercepat transisi ke ekonomi rendah karbon

Tekanan inflasi pada produk dan layanan yang berkontribusi terhadap emisi karbon tinggi mendorong konsumen dan bisnis untuk beralih ke alternatif yang lebih ramah lingkungan. Ini mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon, menurut Philonomist.

Meningkatkan kesadaran dan perubahan perilaku

Inflasi hijau meningkatkan visibilitas dan urgensi isu lingkungan di masyarakat. Hal ini mendorong kesadaran publik, perubahan gaya hidup, dan dukungan terhadap kebijakan pro-lingkungan, sebagaimana disampaikan ekonom UNS Lukman Hakim yang dikutip Antara.

Memberatkan kelompok rentan secara ekonomi

Kenaikan harga produk dan layanan ramah lingkungan bisa memberatkan individu dan rumah tangga berpenghasilan rendah. Mereka mungkin kesulitan mengakses alternatif yang lebih terjangkau, sehingga terjebak dalam pilihan yang tidak berkelanjutan, menurut Philonomist.

Menciptakan ketidakstabilan ekonomi jangka pendek

Pergeseran cepat dalam permintaan dan investasi akibat inflasi hijau berpotensi menyebabkan gejolak ekonomi sektoral dan ketidakstabilan pasar jangka pendek. Hal ini bisa mempengaruhi pertumbuhan, lapangan kerja, dan daya beli masyarakat, seperti dilaporkan Antara.

5 dari 5 halaman

Cara Menghadapi Inflasi Hijau

Menghadapi inflasi hijau membutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Beberapa strategi utama meliputi:

Kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung

Pemerintah dapat menerapkan kebijakan fiskal, seperti insentif pajak dan subsidi, untuk mendorong investasi dan adopsi teknologi hijau. Kebijakan moneter, seperti penyesuaian suku bunga, dapat digunakan untuk menjaga stabilitas harga dan mendukung transisi hijau, menurut Philonomist.

Investasi dalam penelitian dan pengembangan

Meningkatkan pendanaan untuk penelitian dan pengembangan teknologi ramah lingkungan dapat membantu menurunkan biaya produksi, meningkatkan efisiensi, dan mempercepat adopsi massal. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri sangat penting, seperti dilansir Kementerian Sekretariat Negara RI.

Penguatan rantai pasok dan infrastruktur

Mengembangkan rantai pasok yang tangguh dan infrastruktur pendukung untuk produk dan layanan ramah lingkungan dapat membantu mengurangi kendala pasokan dan menstabilkan harga. Ini melibatkan investasi dalam jaringan distribusi, fasilitas daur ulang, dan sumber daya manusia terampil, menurut Antara.

Edukasi dan keterlibatan konsumen

Memberikan edukasi kepada konsumen tentang manfaat jangka panjang dari produk dan perilaku ramah lingkungan dapat membantu mengelola ekspektasi harga dan menjaga permintaan tetap stabil. Melibatkan konsumen dalam inisiatif keberlanjutan juga dapat menciptakan dukungan publik yang lebih kuat, seperti disampaikan ekonom UNS Lukman Hakim yang dikutip Antara.

Kerjasama internasional dan penetapan standar

Harmonisasi kebijakan, standar, dan praktik terbaik secara global dapat membantu mengurangi biaya kepatuhan dan menciptakan lapangan bermain yang setara bagi bisnis. Kerjasama internasional juga penting untuk mengatasi tantangan lintas batas, seperti perdagangan karbon dan transfer teknologi, sebagaimana dilaporkan Philonomist.