Liputan6.com, Jakarta - Seluruh masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, perlu mengetahui dan memahami keragaman 10 nama pakaian adat beserta asal daerahnya. Pakaian adat merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang mencerminkan identitas dan keunikan setiap daerah.
Mengenal lebih dekat berbagai pakaian tradisional ini, nantinya bisa lebih menghargai warisan leluhur dan memperkuat rasa persatuan dalam keberagaman.
Advertisement
Baca Juga
Ada beragam nama pakaian adat dari berbagai provinsi di Indonesia, mulai dari Ulos di Sumatera Utara, Kebaya di Jawa, hingga Koteka di Papua. Setiap pakaian adat memiliki ciri khas tersendiri, baik dari segi corak, warna, aksesori, maupun filosofi yang terkandung di dalamnya. Perbedaan ini muncul karena pengaruh budaya lokal, adat istiadat, serta akulturasi dengan budaya luar, seperti Arab, Cina, India, dan Eropa.
Mengenal dan melestarikan pakaian adat menjadi penting di tengah arus modernisasi dan globalisasi yang kian deras. Jangan sampai generasi mendatang kehilangan identitas budayanya sendiri karena terlalu terpengaruh tren fashion dari luar. Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya 10 nama pakaian adat beserta asal daerahnya, Senin (4/11/2024).
1. Ulos dari Sumatera Utara
Ulos adalah pakaian adat khas Batak dari Sumatera Utara. Kain tenun ini memiliki beragam corak dan warna yang penuh makna, seperti merah (keberanian), putih (kesucian), hitam (kedukaan), dan kuning (kejayaan). Ulos biasanya digunakan dalam upacara adat, seperti pernikahan, kelahiran, kematian, dan perayaan penting lainnya.
Melansir buku "Ensiklopedi Pakaian Nusantara" oleh Sugiarto, dkk. (2021), Ulos melambangkan kasih sayang dan kehangatan. Kain ini diberikan kepada seseorang sebagai bentuk doa, harapan, dan restu agar selalu diberkati dan dilindungi oleh Tuhan. Setiap jenis Ulos memiliki fungsi dan makna khusus sesuai konteks penggunaannya.
2. Kebaya dari Jawa
Kebaya adalah pakaian adat yang populer di berbagai daerah di Jawa, seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Baju tradisional ini terdiri dari atasan berupa blus berlengan panjang yang pas di badan dan bawahan berupa kain batik yang dililitkan. Kebaya biasanya dipadukan dengan selendang atau kerudung sebagai pelengkap.
Menurut buku "Kreatif Tematik Tema 6" oleh Tim Tunas Karya Guru (2019), kebaya melambangkan kelembutan, keanggunan, dan kesopanan wanita Jawa. Pakaian dari 10 nama pakaian adat dan asal daerahnya ini sering dikenakan dalam acara resmi, seperti pernikahan, wisuda, atau perayaan hari besar. Kebaya juga terus berkembang dengan berbagai modifikasi modern tanpa kehilangan esensinya.
3. Baju Bodo dari Sulawesi Selatan
Baju Bodo adalah pakaian adat perempuan Bugis-Makassar dari Sulawesi Selatan. Pakaian dari 10 nama pakaian adat dan asal daerahnya ini berbentuk segi empat sederhana yang longgar dan pendek, dengan lengan setengah panjang. Baju Bodo memiliki warna-warna cerah seperti merah, hijau, ungu, dan kuning yang melambangkan strata sosial pemakainya.
Melansir dari Dinas Kebudayaan Sulsel, Baju Bodo mencerminkan keberanian dan martabat perempuan Bugis-Makassar. Kain yang ditenun dari benang sutra atau katun ini tidak dijahit, melainkan hanya dilem pada bagian ketiak. Baju Bodo sering dipadukan dengan sarung sutra dan aksesori tradisional khas Sulawesi Selatan.
4. Ulee Balang dari Aceh
Ulee Balang adalah pakaian adat pria dari Aceh yang terdiri dari tiga bagian, yaitu Meukeutop (penutup kepala), Meukasah (baju), dan Sileuweu (celana). Pakaian ini didominasi warna gelap seperti hitam, coklat, dan biru tua, dengan aksen sulaman benang emas yang indah.
Menurut buku "Mengenal Adat, Budaya, dan Kekayaan Alam Indonesia" oleh Tim Media Vista (2023), Ulee Balang mencerminkan keteguhan, keberanian, dan kewibawaaan pria Aceh. Pakaian ini biasa dikenakan dalam acara adat seperti pernikahan atau perayaan hari besar Islam. Filosofi di balik Ulee Balang adalah keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam.
5. Pesa'an dari Madura
Pesa'an adalah pakaian adat pria dari Madura, Jawa Timur. Satu dari 10 nama pakaian adat dan asal daerahnya ini terdiri dari kaus bergaris merah-putih, baju luar hitam lengan panjang, dan celana longgar hitam. Pesa'an melambangkan kesederhanaan, keuletan, dan etos kerja keras masyarakat Madura.
Melansir dari Dinas Pariwisata Jatim, Pesa'an sering dikenakan petani atau pekerja Madura sehari-hari. Kaus dalam bergaris merah-putih terinspirasi dari baju pelaut Eropa yang singgah di pesisir Madura pada masa lalu. Sementara baju hitam panjang dan celana longgar memberikan kenyamanan dan perlindungan saat bekerja.
Â
Advertisement
6. Koteka dari Papua
Koteka adalah pakaian adat paling ikonik dari Papua yang dikenakan pria suku Dani. Koteka merupakan jenis cawat yang terbuat dari kulit labu air yang dikeringkan. Bentuknya menyerupai kerucut memanjang yang menutupi alat vital pria.
Dikutip dari buku "Mengenal Budaya Papua" oleh Tim Penerbit Ombak (2020), Koteka melambangkan kejantanan, kesuburan, dan kedewasaan pria Dani. Pakaian ini telah digunakan selama ratusan tahun dan menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya mereka. Meski kini penggunaan Koteka semakin terbatas, pakaian ini tetap menjadi daya tarik wisata budaya Papua.
7. Bengkung dari Kalimantan Timur
Bengkung adalah pakaian adat wanita Dayak dari Kalimantan Timur berupa rompi yang terbuat dari manik-manik dan kulit kayu. Pakaian ini memiliki warna-warni cerah dan motif khas Dayak seperti burung Enggang, naga, dan sulur tumbuhan. Bengkung dipadukan dengan rok panjang bermotif sama dan aksesori manik-manik.
Melansir dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim, Bengkung mencerminkan keindahan, kelembutan, dan martabat wanita Dayak. Manik-manik yang dijahit rapat melambangkan keterampilan, ketekunan, dan seni kriya masyarakat setempat. Bengkung biasanya dikenakan dalam ritual adat dan festival budaya.
8. Pakaian Pangsi dari Betawi
Pangsi adalah pakaian adat pria Betawi berupa baju koko lengan panjang dan celana panjang longgar berwarna hitam. Pangsi dilengkapi dengan sarung kotak-kotak yang dililitkan di pinggang dan peci hitam sebagai penutup kepala. Pakaian ini mencerminkan kesederhanaan dan religiusitas masyarakat Betawi.
Mengutip buku "Ragam Budaya Betawi" oleh Tim Penerbit Republika (2021), Pangsi terinspirasi dari pakaian masyarakat Arab dan Cina yang datang ke Jakarta pada masa lalu. Perpaduan budaya ini melahirkan gaya busana Betawi yang unik. Pangsi sering dikenakan dalam acara pernikahan, lebaran, atau festival seni budaya Betawi.
9. Baju Cele dari Maluku
Baju Cele adalah pakaian adat pria dari Maluku yang terdiri dari atasan berupa kemeja putih lengan panjang dan bawahan berupa celana panjang berwarna putih atau hitam. Ciri khas Baju Cele dari 10 nama pakaian adat dan asal daerahnya adalah kerah tinggi berenda dan kancing baju yang besar. Pakaian ini melambangkan kesopanan, kesucian, dan kelembutan pria Maluku.
Melansir dari Dinas Kebudayaan Maluku (2023), Baju Cele mendapat pengaruh dari busana bangsa Portugis yang pernah menjajah Maluku. Meski demikian, masyarakat setempat mengadaptasinya dengan sentuhan khas Maluku. Baju Cele biasa dikenakan dalam acara adat seperti pernikahan atau pelantikan pejabat daerah.
10. Baju Teluk Belanga dari Riau
Baju Teluk Belanga adalah pakaian adat pria Melayu dari Riau. Terdiri dari kemeja panjang, celana panjang, dan kain samping yang dililitkan dari pinggang. Baju ini didominasi warna kuning, hijau, atau ungu, dengan motif flora dan bahan dasar kain songket atau limar. Baju Teluk Belanga mencerminkan keluhuran, keagungan, dan martabat kaum pria Melayu.
Dikutip dari buku "Ensiklopedi Pakaian Adat Melayu" oleh Tim SPS Riau (2022), Baju Teluk Belanga sering dikenakan dalam upacara adat atau acara resmi kerajaan pada masa lalu. Kini, pakaian ini tetap populer dalam festival budaya dan pernikahan adat Melayu. Baju Teluk Belanga juga terus dilestarikan sebagai simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Riau.
Itulah 10 nama pakaian adat dan asal daerahnya yang terkenal di Indonesia. Masih banyak lagi pakaian adat lainnya yang tidak kalah menarik dan sarat makna. Sebagai generasi penerus, tugasnya adalah menjaga dan melestarikan kekayaan budaya ini agar tidak tergerus zaman.