Liputan6.com, Jakarta Fenomena unik tengah viral di media sosial belakangan ini, dimana pengguna sepeda motor di Gunungkidul, Yogyakarta, dibuat panik oleh kehadiran ulat jati yang bergelantungan di sepanjang jalan. Meski bagi sebagian orang kehadirannya mungkin mengganggu, namun tahukah Anda bahwa kandungan gizi ulat jati ternyata menyimpan potensi nutrisi yang luar biasa bagi tubuh manusia?
Para peneliti telah membuktikan bahwa kandungan gizi ulat jati setara dengan berbagai sumber protein hewani berkualitas tinggi. Menurut penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kepompong ulat jati mengandung protein mencapai 13,9 persen, yang menjadikannya alternatif sumber protein yang potensial. Tak heran jika kandungan gizi ulat jati ini kini semakin diminati oleh masyarakat lokal hingga wisatawan.
Menariknya, selain protein, kandungan gizi ulat jati juga mencakup berbagai nutrisi penting lainnya seperti asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Hal ini menjadikan ulat jati sebagai salah satu sumber pangan alternatif yang kaya nutrisi dan berpotensi mengatasi masalah kekurangan gizi di masyarakat.
Advertisement
Berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber informasi lengkapnya, pada Selasa (19/11).
Fenomena Viral Ulat Jati di Gunungkidul
Dalam beberapa hari terakhir, media sosial seperti X (Twitter), Instagram, dan TikTok diramaikan oleh video-video yang menampilkan situasi unik di jalanan Gunungkidul. Para pengendara sepeda motor terlihat menggunakan berbagai cara kreatif untuk menghindari ulat jati yang bergelantungan, mulai dari mengenakan jas hujan hingga menggunakan tongkat kayu sebagai 'wiper' dadakan.
Fenomena ini terjadi karena memasuki awal musim hujan, di mana ulat jati atau yang dikenal dengan nama lokal "ungkrung" bermunculan dalam jumlah besar di area pepohonan jati. Dengan ukuran sekitar 5 sentimeter dan bentuk yang lonjong, ulat-ulat ini menciptakan pemandangan yang cukup mengejutkan bagi para pengguna jalan.
Meski terkesan mengganggu, kehadiran ulat jati ini sebenarnya merupakan siklus alami yang terjadi setiap tahun di kawasan Gunungkidul. Area ini memang kaya akan pohon jati yang tumbuh subur di sepanjang jalan dan pekarangan penduduk, menciptakan habitat alami bagi spesies ulat ini.
Nilai Ekonomi dan Kuliner Ulat Jati
Siapa sangka, hewan yang kehadirannya sempat membuat geger ini ternyata memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Di pasar lokal, harga ulat jati atau ungkrung bisa mencapai Rp 80.000 hingga Rp 140.000 per kilogram, menyamai harga daging sapi. Hal ini menunjukkan betapa berharganya komoditas ini di mata masyarakat.
Proses pencarian dan pengumpulan ulat jati bukanlah hal yang mudah. Penduduk lokal harus mencarinya di bawah pohon, di sela bebatuan, dan di antara dedaunan jati kering. Ulat jati yang telah menjadi kepompong biasanya membungkus dirinya dengan tanah, sehingga proses pengumpulannya membutuhkan kesabaran dan ketelitian.
Di Gunungkidul, ulat jati telah lama menjadi bagian dari tradisi kuliner lokal. Dahulu, masyarakat menggunakannya sebagai alternatif lauk pengganti telur dan daging ayam yang mahal. Kini, kuliner berbahan dasar ulat jati justru menjadi hidangan yang dicari dan diminati oleh para wisatawan.
Advertisement
Kandungan Gizi dan Manfaat Kesehatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suharwadji Sentana dari LIPI, ulat jati memiliki komposisi gizi yang mengesankan. Dengan kandungan protein sebesar 13,9 persen, lemak 2,3 persen, serat 2,4 persen, abu 1,0 persen, dan kadar air 75,1 persen, ulat jati terbukti memiliki nilai gizi yang setara dengan ikan ekor kuning, teri nasi segar, dan kepiting.
Protein yang terkandung dalam ulat jati berperan penting dalam berbagai fungsi tubuh, mulai dari pembentukan jaringan, pertumbuhan, pembentukan sel darah, hingga sumber energi. Kombinasi nutrisi yang terkandung di dalamnya menjadikan ulat jati sebagai sumber gizi alternatif yang potensial.
Lebih dari sekadar sumber protein, ulat jati juga mengandung berbagai vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan. Kandungan nutrisi yang kompleks ini menjadikannya pilihan makanan yang dapat membantu mengurangi defisiensi gizi di masyarakat.
Cara Pengolahan dan Pengawetan
Cara Mengolah Ulat Jati Menjadi Hidangan Lezat
Ulat jati dapat diolah menjadi berbagai macam makanan seperti tumis, balado, hingga rempeyek. Berikut adalah cara sederhana mengolah ulat jati:
- Cuci bersih ulat jati dengan air.
- Rebus hingga ulat berubah warna menjadi hitam kecokelatan, tanda bahwa ulat sudah matang.
- Tiriskan, lalu olah sesuai selera, misalnya dengan menumis menggunakan bawang putih dan garam atau menggoreng hingga renyah.
Bagi yang baru pertama kali mencoba, tekstur dan rasa ulat jati cukup unik, menyerupai perpaduan daging dan kacang-kacangan.
Cara Mengawetkan Ulat Jati
Ulat jati memiliki sifat mudah membusuk dan hanya bertahan sekitar 12 jam. Untuk memperpanjang daya simpannya, ulat jati dapat diawetkan dengan langkah berikut:
- Bersihkan ulat jati hingga bersih.
- Kukus bersama garam hingga matang.
- Keringkan ulat jati dan simpan di tempat yang sejuk dan kering.
Dengan cara ini, ulat jati dapat disimpan lebih lama tanpa kehilangan nilai gizinya.
Meskipun sering dianggap sebagai hama bagi pohon jati, ulat jati kini menjadi komoditas yang banyak dicari. Harganya bisa mencapai Rp 140 ribu per kilogram di luar musim, nyaris setara dengan harga daging sapi. Hal ini menunjukkan potensi besar ulat jati sebagai sumber pangan alternatif sekaligus penambah pendapatan masyarakat lokal.
Ulat jati, yang awalnya dianggap mengganggu, kini menjadi sumber pangan kaya gizi yang patut diperhitungkan. Dengan kandungan gizi ulat jati yang setara dengan beberapa jenis daging dan ikan, serta olahan yang bervariasi, makanan ini tak hanya menjadi pilihan masyarakat lokal tetapi juga daya tarik wisata kuliner yang unik.Â
Advertisement