Liputan6.com, Jakarta - Setiap orang, terutama keluarga dan lingkungan sekitar, perlu memahami apa itu psikopat. Psikopat adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan pola perilaku menyimpang, seperti kurangnya empati, manipulatif, dan sering melanggar norma sosial maupun hukum.
Meski istilah psikopat sering disalahartikan sebagai penyakit mental, sebenarnya psikopat adalah gangguan kepribadian antisosial (antisocial personality disorder/ASPD) yang termasuk dalam kategori gangguan mental.
Advertisement
Baca Juga
Psikopat adalah kondisi yang kompleks dan seringkali sulit dikenali karena penderitanya bisa terlihat normal, bahkan mempesona di awal. Mereka pandai menyembunyikan sifat aslinya dan memanipulasi orang lain untuk kepentingan pribadi.
Psikopat tidak segan menyakiti orang lain secara fisik maupun mental, tanpa merasa bersalah setelahnya. Kondisi ini bukan sekadar "nakal" atau "bandel", melainkan gangguan yang perlu penanganan serius.
Memahami psikopat adalah langkah awal untuk mencegah lebih banyak korban berjatuhan. Pengetahuan tentang ciri-ciri, penyebab, dan penanganan psikopat penting dimiliki agar kita lebih waspada dan bisa mengambil tindakan yang tepat jika menemui kasus serupa. Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Selasa (19/11/2024).
Psikopat Adalah Apa?
Psikopat adalah gangguan kepribadian yang termasuk dalam kategori gangguan kepribadian antisosial (ASPD). Melansir dari Healthline, psikopat ditandai dengan pola perilaku yang bertentangan dengan norma sosial dan hak orang lain, seperti kurangnya empati, manipulatif, impulsif, dan cenderung melanggar hukum.
Psikopat sering disalahartikan sebagai "penyakit mental", padahal sebenarnya psikopat adalah salah satu jenis gangguan kepribadian.
Menurut penelitian "Psikopat: Ciri, Penyebab dan Solusinya dalam Islam" oleh Mahdi NK, psikopat adalah gangguan kepribadian antisosial yang berasal dari faktor genetik atau lingkungan.
Penderita psikopat umumnya sulit berempati, suka melanggar aturan, dan pandai memanipulasi orang lain untuk kepentingan pribadi. Mereka bisa terlihat normal, bahkan mempesona di awal, sehingga orang lain tidak sadar sedang berhadapan dengan seorang psikopat.
Psikopat berbeda dengan gangguan mental lain seperti depresi, bipolar, atau skizofrenia. Penderita psikopat umumnya tidak menunjukkan gejala yang kentara dan tetap bisa berfungsi "normal" dalam keseharian. Mereka sadar sepenuhnya atas perbuatannya, berbeda dengan penderita skizofrenia yang mengalami halusinasi dan waham. Meski demikian, bukan berarti psikopat tidak berbahaya. Justru karena terlihat normal inilah mereka kerap luput dari perhatian.
Psikopat adalah master manipulator yang lihai mengontrol dan mengeksploitasi orang lain. Mereka tidak segan melakukan kekerasan fisik maupun verbal, berbohong, atau melanggar hukum demi mendapatkan yang diinginkan.
Psikopat juga cenderung tidak merasa bersalah atau menyesal atas perbuatannya yang merugikan orang lain. Bagi mereka, orang lain hanyalah "alat" untuk memenuhi kebutuhan pribadi.
Penting untuk dipahami bahwa tidak semua psikopat melakukan tindak kriminal, meski mayoritas narapidana memenuhi kriteria ASPD. Psikopat bisa saja seseorang yang kita kenal dekat, seperti anggota keluarga, pasangan, rekan kerja, atau teman.
Ini karena sifatnya yang manipulatif, banyak orang tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi korban psikopat. Oleh karena itu, kewaspadaan dan pemahaman tentang psikopat sangat diperlukan agar kita bisa mendeteksi lebih dini dan mencegah jatuhnya korban.
Advertisement
Ciri-Ciri Psikopat
Melansir dari Healthline dan sumber lainnya, berikut adalah ciri-ciri yang umumnya ditemukan pada seorang psikopat:
1. Kurang empati dan tidak berperasaan
Psikopat tidak mampu berempati dan memahami perasaan orang lain. Mereka cenderung tidak peduli dengan penderitaan yang dialami orang lain akibat perbuatannya. Psikopat juga jarang menunjukkan emosinya sendiri.
2. Manipulatif dan suka berbohong
Psikopat lihai memanipulasi orang lain untuk mendapatkan yang diinginkan. Mereka pandai berbohong dan memutar fakta untuk kepentingan pribadi. Psikopat juga ahli dalam memakai "topeng" untuk menyembunyikan sifat aslinya.
3. Impulsif dan mudah bosan
Psikopat bertindak tanpa berpikir panjang dan cenderung mengabaikan konsekuensi. Mereka juga mudah bosan dan selalu haus stimulasi, sehingga kerap mencari sensasi dengan melakukan hal-hal berisiko.
4. Tidak bertanggung jawab dan suka menyalahkan orang lain
Psikopat sulit mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mereka selalu merasa benar dan tidak segan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang diperbuat. Psikopat juga sering mangkir dari tanggung jawab sosial seperti pekerjaan atau komitmen.
5. Tidak merasa bersalah atau menyesal
Psikopat tidak memiliki penyesalan atas perbuatan buruknya. Mereka cenderung menyepelekan atau bahkan menyangkal dampak tindakannya pada orang lain. Psikopat juga tidak kapok meski telah dihukum.
6. Sombong dan merasa superior
Psikopat memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi, cenderung sombong. Mereka merasa lebih hebat dari orang lain dan pantas mendapatkan perlakuan istimewa. Psikopat sering memandang rendah orang lain.
7. Tidak memiliki empati
Psikopat tidak mampu mengenali atau memikirkan perasaan orang lain. Mereka cenderung melihat orang lain sebagai objek untuk dimanfaatkan. Demi mendapatkan yang diinginkan, psikopat tak segan menyakiti orang lain tanpa rasa bersalah.
8. Perilaku antisosial sejak dini
Psikopat sering menunjukkan masalah perilaku sejak kecil, seperti berbohong, mencuri, mem-bully, hingga melakukan kekerasan. Mereka juga punya sejarah dihukum atau berurusan dengan polisi karena kenakalan atau perilaku agresif.
Penyebab dan Pengobatannya
Penyebab seseorang mengalami gangguan psikopat
1. Gangguan pada otak
Psikopat seringkali mengalami gangguan pada bagian otak bernama amigdala yang mengatur respon sosial, empati, dan rasa takut. Gangguan ini memengaruhi kemampuan psikopat dalam memahami konsekuensi tindakan dan perasaan orang lain.
2. Faktor genetik
Penelitian menunjukkan adanya peran faktor genetik dalam perkembangan psikopat. Individu yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan ini lebih rentan mengalaminya juga. Namun faktor genetik saja tidak cukup, perlu dipicu oleh faktor lain.
3. Lingkungan yang tidak mendukung
Melansir dari Psychopathyis.org, lingkungan yang penuh kekerasan, penelantaran, dan trauma bisa memicu munculnya psikopat, terutama jika dialami sejak kecil. Kurangnya kehangatan dan penanaman nilai juga berperan dalam perkembangan gangguan ini.
4. Kombinasi berbagai faktor
Psikopat umumnya terjadi karena kombinasi dari faktor genetik, neurobiologis, dan lingkungan. Seseorang mungkin terlahir dengan gen dan struktur otak yang rentan, kemudian mengalami trauma atau tumbuh di lingkungan yang abusif, sehingga menjadi psikopat.
Pengobatan psikopat
1. Psikoterapi
Salah satu bentuk penanganan psikopat adalah dengan psikoterapi. Melansir dari Therapist.com, terapi perilaku kognitif (CBT) bisa membantu psikopat mengenali pemicu perilaku buruknya dan menggantinya dengan respons yang lebih adaptif. Terapi ini bertujuan meminimalisir kecenderungan psikopat untuk menyakiti orang lain.
2. Penanganan simptom komorbid
Psikopat seringkali mengalami kondisi komorbid atau penyerta seperti depresi, kecemasan, dan penyalahgunaan zat. Memberikan pengobatan untuk kondisi-kondisi ini, baik melalui terapi maupun obat-obatan, bisa membantu meringankan gejala psikopat secara keseluruhan.
3. Program rehabilitasi
Untuk psikopat yang sudah terlibat tindak pidana, program rehabilitasi di lembaga pemasyarakatan bisa menjadi pilihan. Program ini umumnya menggabungkan psikoterapi, konseling, dan pelatihan keterampilan hidup agar psikopat bisa kembali ke masyarakat dengan lebih baik.
4. Obat-obatan
Meski tidak ada obat khusus untuk psikopat, obat-obatan bisa membantu mengatasi gejala penyerta atau komorbidnya. Misalnya, obat antidepresan untuk mengatasi gejala depresi atau obat penenang untuk mengendalikan perilaku agresif. Namun pemberian obat harus dalam pengawasan ketat psikiater.
Penting untuk dipahami bahwa pengobatan psikopat tidaklah mudah dan membutuhkan waktu lama. Kebanyakan psikopat tidak merasa dirinya bermasalah sehingga menolak untuk menjalani terapi. Selain itu, sifat manipulatif psikopat juga bisa menyulitkan proses terapi.
Advertisement