Sukses

6 Fakta PPN 12% Tertinggi di ASEAN, Apa Dampaknya bagi Masyarakat Indonesia?

Kenaikan PPN menjadi 12% sudah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN menjadi topik yang perlu dipahami oleh masyarakat Indonesia.

Rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada tahun 2025 akan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tarif PPN tertinggi di kawasan Asia Tenggara, sejajar dengan Filipina. Fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat terkait dampaknya terhadap daya beli dan perekonomian secara umum.

Memahami fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN penting agar masyarakat dapat mempersiapkan diri menghadapi perubahan kebijakan perpajakan ini. Mengetahui latar belakang, tujuan, dan konsekuensi dari kenaikan PPN, masyarakat dapat menyusun strategi adaptasi yang tepat.

Fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN juga perlu diketahui agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam diskusi publik terkait kebijakan ini.

Kenaikan PPN menjadi 12% memang sudah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun 2021. Namun, fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN tetap perlu dikaji secara mendalam, terutama terkait kesiapan masyarakat dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Rabu (20/11/2024).

2 dari 3 halaman

1. Indonesia akan memiliki PPN tertinggi di ASEAN pada tahun 2025

Jika tarif PPN 12% diterapkan pada tahun 2025, maka Indonesia akan menjadi negara dengan PPN tertinggi di ASEAN, bersanding dengan Filipina. Saat ini, tarif PPN Indonesia mencapai 11% sejak 1 April 2022, yang sebelumnya sebesar 10%.

Besaran ini, Indonesia berada di posisi kedua setelah Filipina yang sudah menerapkan PPN 12%.

Fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN ini perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia. Kenaikan tarif PPN yang signifikan berpotensi mengganggu daya beli masyarakat dan memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah perlu mengkaji secara mendalam kesiapan masyarakat dan dampak jangka panjang dari kebijakan ini sebelum menerapkannya.

  1. Brunei PPN 0 persen
  2. Filipina PPN 12 persen
  3. Indonesia PPN 11 persen (jadi 12 persen pada 2025)
  4. Laos PPN 10 persen
  5. Malaysia PPN Sales tax 10 persen dan service tax 8 persen
  6. Singapura PPN 7 persen
  7. Kamboja PPN 10 persen
  8. Thailand PPN 7 persen
  9. Vietnam PPN 5 persen dan 10 persen (two tier system)
  10. Myanmar PPN 5 persen (bisa naik sampai 100 persen untuk beberapa barang/jasa)
  11. Timor Leste PPN PPN dalam negeri 0 persen, PPN barang/jasa impor 2,5 persen.

2. Negara ASEAN lainnya memiliki tarif PPN lebih rendah dari Indonesia

Melansir dari data PricewaterhouseCoopers (PwC), negara-negara ASEAN lainnya memiliki tarif PPN atau VAT (Value Added Tax) yang lebih rendah dibandingkan Indonesia. Kamboja dan Vietnam menerapkan tarif 10%, sementara Singapura sebesar 9%.

Malaysia menempati posisi keenam dengan Pajak Penjualan 10% dan Pajak Layanan 8%. Thailand dan Laos menetapkan tarif PPN sebesar 7%, sedangkan Myanmar hanya 5%.

Fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN menunjukkan bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan daya saing ekonominya di kawasan. Tarif PPN yang terlalu tinggi dapat memengaruhi iklim investasi dan melemahkan daya tarik Indonesia bagi investor asing.

Meski demikian, melansir dari Antara, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan rata-rata PPN seluruh dunia, termasuk negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), memiliki tarif PPN sebesar 15 persen.

Kemudian, kenaikan PPN 12 persen tersebut, dalam kebijakan fiskal pada 2025, ditetapkan pendapatan negara 12,08-12,77 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), belanja negara 14,21-15,22 persen PDB, keseimbangan primer 0,07 persen hingga minus 0,40 persen PDB, dan defisit 2,13-2,45 persen PDB.

3. Kenaikan PPN bertujuan meningkatkan pendapatan negara

Melansir dari Antara, salah satu alasan pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 12% adalah untuk meningkatkan pendapatan negara. PPN merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara yang berperan penting dalam mendanai berbagai program pemerintah.

Kebutuhan pendanaan yang semakin meningkat, terutama pasca pandemi COVID-19, mendorong pemerintah mengambil langkah kenaikan PPN.

Meskipun tujuan kenaikan PPN adalah untuk meningkatkan pendapatan negara, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak terlalu membebani masyarakat.

Fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN menuntut pemerintah untuk mengalokasikan pendapatan tambahan secara efektif dan efisien untuk program-program yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan negara menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik.

 

3 dari 3 halaman

4. Kenaikan PPN berpotensi menurunkan daya beli masyarakat

Melansir dari pernyataan ekonom senior, Drajad Wibowo kepada Antara, kenaikan PPN menjadi 12% berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. Hal ini disebabkan harga barang dan jasa yang semakin mahal akibat kenaikan PPN, sementara rata-rata penghasilan masyarakat di Indonesia masih terbilang minim.

Fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN menjadi tantangan bagi masyarakat untuk menyesuaikan anggaran dan pola konsumsi mereka.

Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah dan menengah. Fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN menuntut adanya kebijakan perlindungan sosial yang memadai untuk mengurangi beban masyarakat.

Diprediksi program subsidi, bantuan langsung, dan insentif ekonomi perlu dirancang secara tepat sasaran untuk menjaga stabilitas daya beli masyarakat.

5. Kenaikan PPN dapat memengaruhi inflasi dan pertumbuhan ekonomi

Melansir dari sumber yang sama menurut pendapat ekonom senior INDEF, Aviliani, dan ekonom senior CSIS, Deni Friawan, kenaikan PPN menjadi 12% dapat memengaruhi inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kenaikan harga barang dan jasa akibat PPN yang lebih tinggi berpotensi mendorong inflasi.

Di sisi lain, penurunan daya beli masyarakat dapat menghambat konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN menuntut pemerintah untuk mengambil langkah-langkah antisipatif dalam menjaga stabilitas ekonomi. Kebijakan moneter yang prudent, pengendalian inflasi, dan stimulus ekonomi yang tepat sasaran menjadi kunci untuk memitigasi dampak negatif kenaikan PPN.

6. Penundaan kenaikan PPN perlu dipertimbangkan

Selain itu para ahli menyebut pemerintah perlu mempertimbangkan penundaan kenaikan PPN menjadi 12% hingga kondisi ekonomi masyarakat membaik. Fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN menunjukkan bahwa Indonesia perlu berhati-hati dalam menerapkan kebijakan yang dapat membebani masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi.

Penundaan kenaikan PPN memberikan waktu bagi pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi, meningkatkan daya beli masyarakat, dan mempersiapkan langkah-langkah mitigasi yang diperlukan. Fakta PPN 12% tertinggi di ASEAN juga menuntut adanya kajian mendalam dan dialog publik yang inklusif sebelum menerapkan kebijakan ini.